Optimis Double Pesimis By Gustin Ayuningtyas

Ads:
OPTIMIS DOUBLE PESIMIS
Penulis : Gustin Ayuningtyas

Terkadang aku terlalu optimis pada suatu tindakan. Terkadang aku terlalu pesimis pada suatu kenyataan. Terkadang juga kedua rasa itu bergabung pada suatu hari dimana mimpi dan kenyataan baru saja bergelut dan menghasilkan suatu keputusan yang tak terduga. Yang telah mengubah duniaku menjadi lebih temaram. Aku yang biasa menikmati hidup dengan bayanganku saja kini harus kulalui semuanya dengan bayang seseorang yang berhasil kucuri paksa tanpa sepengetahuanya. Hanya bayangnya yang kulihat disini karena bayangnya yang bisa kucuri. Dengan bayangnya kini aku mulai suatu kisah yang asing dalam duniaku. Yang berusaha aku lalui, yang perlahan aku mulai mengenali kehadiran rasa baru dalam kalbuku.
***

“sampai kapan sih harus begini” meski ucapan itu hanya untuku toh Veve juga ikut nimbrung
“sampai dia peka lah”Veve tertawa garing yang membuatku juga terpaksa ikut tertawa garing. Dengan Veve aku lebih banyak mencurahkan semua unek-unek yang kadang tersangkut entah dimana. Diantara beberapa temanku memang Veve yang selalu ada untuku meski itu tidak menutup kemungkinan aku akan mempercayainya 100%. Sebab tidak ada orang yang harus kupercayai sepenuhnya. Mulut yang terbuka bisa saja berucap yang tak terduga.

“tapi Ve,ga ada perubahan”perlahan kepalaku mulai merunduk dan kubenamkan diantara kedua lututku yang kupeluk erat dengan kedua tanganku. Veve menatapku sedih. Tentu dia tahu beban yang tengah diarasakan solmednya ini. Keyko bukanlah gadis yang mudah putus asa-kecuali dia rasa memang sudah tak ada harapan dalam penantianya. Dan ini pertama kalinya ia menyerah. “gue udah yakin dia ga akan suka sama gue. Jangankan suka,mau menjadi temen pun ga”
“tau darimana lo. Emang selama ini lo pernah deketin dia gitu”

Sejenak aku menatap Veve dan kumulai menceriatakan semuanya. Semua tentang Farel. Dia yang telah aku curi bayanganya untuk menjadi teman dalam mimpiku. Dia yang mulai merusak nilai hampir disemua mata pelajaran sekolah. Dia yang memukau. Dia yang misterius. Hingga sampai cerita yang membuat dadaku sesak. Bahwa kenyataanya Farel sudah menemukan yang dia cintai. Semua harapan seketika layu.

“tapi kan itu baru di sosmed(sosial media) belum tentu itu bener” Veve terus saja menepuk pundaku hingga aku mulai merasakan kesakitan “mana Keyko yang optimis.Yang didepan gue sih cewe pesimis yang ga punya harapan lagi.” sindiran itu mampu membuatku sedikiti bangkit.
“lo itu emang jago soal sindiran” aku meringis meski itu tidak mampu menghilangkan rasa sesak di dada. Yeah entah itu nyata atau tidak, Farel sudah punya pacar tapi itu di sosial media. Hanya sosial media dimana orang jomblo bisa ngaku-ngaku punya pacar karena itu dunia maya, ga ada yang tahu bagaimana kenyataan pribadi diri masing-masing.
“dan lo paling jago soal drama” kami berdua tertawa lepas. Tawa disela luka karena kami berdua pada nyatanya menaruh harapan yang pesimis. Kami mencintai manusia yang tidak mengenal kami. Terlebih manusia itu bisa dibilag perfectboy jadi kami sudah siap bila banyak yang tergoda oleh lelaki yang kami cintai itu. Namun Veve tidak perlu merasakan mencintai kekasih orang sebab yang ia cintai itu kan masih jomblo tulen. Jadi lukanya tak perlu seheboh miliku. Tidak perlu terlihat lebih menderita daripada aku. Dan satu hal yang kembali membangkitkan semangatku itu baru di sosmed belum tentu itu bener.
***

Optimis Double Pesimis By Gustin Ayuningtyas

Dari sinilah aku melihatnya. Dari ketinggian dan dari kejauhan. Dari harapan dan dari kenyataan yang ada bahwa ia bukan miliku. Farel sudah milik Ami(kaka kelas aku dan Farel) semua berita di sosmed itu ternyata tidak cuma ilusi. Bahkan aku nekad menanyai hubungan mereka kesalah satu teman ka Ami dan Farel. Dan ada bukti yang lebih nyata bahwa mereka memang pacaran. Sewaktu usai lomba di sekolah aku melihat mereka berpapasan dan berbincang bersama dengan bahasa tubuh mereka berdua aku tahu bahwa mereka memang pacaran. Senyum itu sudah meyakinkanku bahwa mereka memang sepasang kekasih. Senyum yang sering diberikan untuk pujaan hati. Senyum yang sama untuk pujaan hatiku. Hanya perbedaanya aku tak mendapatkan balasan dari senyum itu. Toh aku juga tak mengharapkan balasan darinya. Sebab cinta itu tidak pamrih. Cinta tidak mengajarkan untuk egois. Jadi jika aku melihat dia bahagia dengan Ami tentu aku juga senang melihatnya. Hanya senang melihatnya bukan berati aku senang merasakanya . Semenjak kejadian itu aku mulai banyak diam. Agak malas juga untuk bercanda. Namun jika Veve terlalu cemas terpaksalah aku memakai topeng dan jubah untuk menyembunyikan luka agar aku tidak runtuh seketika.

“kata lo Farel itu bosenan.Jadi ada kemungkinan mereka bakal putus kan”entah sampai kapan Veve berhenti tuk meyakinkanku bahwa masih ada peluang. 
“kalo mereka mau serius juga no problem cause im fine friend”
“gue ga yakin kalo liat kedaan lo sekarang” wajah sedih Veve hampir saja membuka semua lukaku. Veve itu benar. Aku tidak baik. Aku dalam keadaan kacau jadi sebaiknya jangan meruntuhkan pertahanan untuk menutupi luka dan kekacauanku ini. Janga sekarang.
***

Setahun kemudian...

Mungkin bila dulu aku hanya berhasil mencuri bayangnya saja namun kali ini aku sudah sukses mencuri sosoknya. Butuh perjuangan yang tak mudah. Bahkan aku rela meruntuhkan prinsip bahwa cowoklah yang harus memulai PDKT. Pada kenyataanya PDKT juga bisa dilakukan cewe. Namun tetap satu prinsip bahwa ‘harus cowo yang nembak cewe dulu’ itu emang harus aku pegang kuat sebab itu untuk menjaga kehormatan aku sebagai seorang perempuan. Aku memang sudah menghancurkan prinsip awal namun untuk prinsip terakhir itu tidak.
“cie yang sekarang udah ada pasanganya” goda Veve saat aku tengah menatapnya dari tempat dimana dulu aku biasa memata-matainya.
“apaan sih lo.Biasa aja kali”namun rona merah tak bisa dihindari sehingga membuat Veve makin puas untuk meledeku. Yap!! Setahun sudah perjuanganku tuk meraih pujaanku. Berawal dari aku yang memilih masuk eskul yang dikuti Farel aku memulai kedekatan dari sana. Tidak mudah juga menjadi teman Farel sebab ia orang yang cuek. Bahkan aku masih ingat sekali kalimatnya saat aku tetap nekat mendekatinya.
“lo itu parasit”kata Farel yang waktu itu masih sibuk menulis catatan dari eskul.
“emang apa yang gue curi dari lo.Gue kan cuma temen lo” kalimatku itu cukup ampuh hingga ia salah tingah dan tidak bisa menjawab. Yeah sebab parasit itu merugikan karena ia mengambil sesuatu dari sang tuan rumah. Emang aku ngambil apa dari Farel kataku waktu itu . Aku tidak peduli alasanya ia memutuskan Ami sebab masa lalu,akan tetap masa lalu dan ga perlu diungkit lagi. Saat ini. Hanya ada aku dan kamu.
“key pulang yuk” aku tersenyum saat mendengar suara yang sudah familiar di telingaku. Tapi aku tahu dia tidak akan melihat senyum jumawa aku ini karena aku membelakangi sosoknya. Yang pertama menoleh adalah Veve sedangkan aku masih berusaha mengatur debar jantung yang semakin menggila.
“cie Keyko, gue out deh ntar gue dikacangin lagi” tawa Veve pecah dengan ledekanya yang membingarkan telinga. Untung saja kelas sudah kosong jadi hanya ada kami bertiga di ruang ini. Sinar matahari senja menerobos masuk lewat jendela kelas. Memang ini sudah sore dan aku perlu mencari alasan mengapa aku pulang terlambat sebab eyang aku pasti akan menceramahi habis-habisan jika alasan yang aku beri kurang akurat. Ah mikir alesanya ntar aja deh, sekarang mikirin Farel aja dulu.

“pulang bareng kita aja Ve lagian si Geri juga ga akan nganterin lo pulang”
“apaan sih lo.Seneng liyat temen lo menderita gitu” Veve sewot tapi aku tahu itu hanya untuk humor semata. Veve hanya kurang beruntung saja. Mungkin Tuhan sedang menyiapkan jodoh yang terbaik untuknya, mungkin saja Geri bukan yang terbaik makanya sinyal cinta dari Veve ga direspon terus meskipun Geri itu jomblo tulen. Entahlah cinta itu sulit dijelaskan dengan kata-kata.

“ya udah kita berdua pulang ya Ve.Lo pulang deh bareng kuntilanak,hahaha” aku berlari diikuti Veve yang mengejarku dari belakang. Tanganya sudah terkepal siap menonjoku tapi aku tahu ia takkan menonjoku. Itu hanya humor. Sedangkan Farel hanya berjalan santai dan tertawa mellihat kelakuan kami berdua yang seperti anak kecil. Matahari senja menutup kisah indah di satu hari yang istimewa ini. Bersama kamu dan bersama dia hidupku jadi lebih berwarna. Thanks Veve, thanks Farel. Berjanjilah kita akan selalu bersama seperti ini. Sahabat dan kekasih.

Tentang Penulis:Aku Gustin Ayuningtyas. Umurku 16 tahun. Aku sekolah di SMK N 1 Purwokerto dengan jurusan FArmasi. yeah aku mulai menulis dari kelas 7 SMP karena waktu itu awal mulai aku tertarik dengan dunia seni termasuk seni menulis. Aku punya banyak cerpen yang masih dipendam..hehe. Ini cerpenku yang entah ke sekian dan aku harap kalian suka.

Cerita Terkait

Optimis Double Pesimis By Gustin Ayuningtyas
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE