Berkahnya Sepertiga Malam yang Menyandu

Ads:
Berkahnya Sepertiga Malam yang Menyandu
Malam begitu dingin merasuk di sela-sela tubuh, tak seperti biasanya malam ini begitu dingin. Padahal sudah tertutup rapat semua sela-sela ruangan namun tetap saja terasa dingin. Pergantian musim memang seperti ini, musim yang berganti dari kemarau ke penghujan angin berhembus begitu kencang seperti memberikan isyarat alam bahwa segera berganti musim.

Rusunawa lengan, hanya keheningan, kesunyian dan sepi tak ada gaduh sedikit pun jika tengah malam hingga sepertiga malam. Kamar-kamar pun tertutup rapat, ada beberapa kamar yang masih menyala lampunya dan beberapa kamar yang sudah padam. Suasana rusunawa yang hening itu setiap harinya saya gunakan untuk bermunazah kepada sang maha khaliq, yang maha agung, segala dari segalanya ialah Allah SWT.

Sembah sujud di atas sajadah merah saya pasrahkan hanya kepada-Nya. Malam yang penuh berkah untuk merenung semua dosa-dosa yang telah diperbuat, baik itu di sengaja atau tidak tersengaja. Sepertiga malam yang begitu dingin tak seperti biasanya tak menghiraukan kala saya bersimpuh dihadapan-Nya. Tetesan air mata berjatuhan membahasi sajadah saat sujud dan berdoa memohon ampunan.

Sebuah kenikmatan yang teramat dalam. Saat sebuah kebutuhan telah saya laksanakan. Layaknya kenyang, saat orang-orang menelan makanan-makanannya. Bahkan layaknya tidak akan pernah kenyang. Bagaikan seorang yang memakan-makanan yang lezat. Tetapi yang saya nikmati bukan karena kekenyangan makanan, atau bahkan tidak menikmati kekenyangan lezatnya makanan-makanan dunia. Tidak, bukan itu semua. Yang saya nikmati adalah sebuah rasa kenyang dalam ruh, jiwa ini. Yang membuatkan tidak kenyang adalah lezatnya dalam menyembah, bersimpuh. Pada sang Maha pencipta kelezatan. Sungguh nikmat.

Saya masih duduk bersila. Menikmati dzikir-dzikir yang terasa bagai sebuah candu. Benar-benar sebuah candu. Memang ada benarnya apa yang dikatakan Karl Marx. Kalaulah Karl Marx, menyatakan agama adalah candu. Maka sesungguhnya Karl Marx lupa, atau mungkin bahkan Karl Marx tidak tahu. Candu yang diberikan dalam kenikmatan beragama, merupakan esensi dari kehidupan. Candu yang tidak memabukkan. Candu yang membuat orang akan terus ingat, tentang perbuatan keburukannya. Candu yang membuat orang akan terus melakukan perbaikan dalam dirinya. Candu yang membuat manusia-manusia terlena akan buaian kasih sayang-Nya. Buaian yang akan membuat manusia ingat, akan ada hari pembalasan bagi perbuatanannya. Yang membuat manusia, menjadi lebih sempurna. Karena rasa keimananannya terhadap Tuhannya. Bukan seperti Karl Marx. Yang tidak bertuhan.

Senja memerah, matahari sudah memancarakan sinarnya. Menandakan pergantian masa dan waktu. Saat lama saya berdzikir. Kumandang adzan pun mengalun merdu membangunkan seluruh umat untuk menunaikan kewajiban. Semua kamar di Rusunawa terbuka dan keluar orang-orang yang bercahaya wajahnya seperti terlahir kembali kedunia setelah semalaman bermunazah dan kini telah siap untuk melakukan aktifitas didunia kembali, di awali dengan shalat subuh berjamaah di masjid al-Jami’ah kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Bada subuh ada yang masih beritikaf di masjid dan tadarus al-Quran disana, ada yang langsung ke kamarnya untuk tadarus, bahkan ada yang tak kuat menahan rasa kantuk karena kurang tidur semalaman, ia merebah sejenak sampai jam 7 pagi beberapa mahasiswa siap untuk aktifitas belajar di kampus mengikuti mata kuliah.

***

Cerita Terkait

Berkahnya Sepertiga Malam yang Menyandu
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE