Hijab Lebih Indah Dari Permata

Ads:
Penulis: Khaelani

Di sebuah Mall perkotaan anak metropolitan membanjiri setiap sudut-sudut toko grage Mall City tak jauh dari jantung kota, terletak sangat strategis sehingga dari arah barat dan timur mampu mengaksesnya dengan mudah. Marlina dan Nia pun turut hadir meramaikan Mall, berbelanja apa saja yang terlihat oleh mata kepala mereka, bahkan mencari diskon yang fantastis, baik itu pakaian, aceccoris, gadget / hp, dan lalin-lain. Hampir setiap toko, mereka hampiri meskipun hanya melihat-lihat tanpa membelinya karena alasan gak ada diskon.
Setelah 4 jam lebih mereka shoping, selanjutnya mereka membeli makanan karena rasa lapar yang terus mengganggu perut mereka. Dibangku toko makanan, Marlina dan Nia menyantap sedap makanan yang ada di depannya sambil sesekali menggibah (menggunjing), karena wajar setiap wanita salah satu karakter abadi mereka adalah “gibah”.

Suara anak kecil terdengar di telinga Marlina “Kaka ko ga pake jilbab?”, tersontak Marlina melihat ke arah persis samping kesebelah kanannya mejanya ternyata sumber suara itu berasal dari anak kecil perempuan yang kira-kira masih berumur 7 Tahun. “Huss.. gak boleh bertanya seperti itu nak..... Maaf yah mba soal perkataan anak saya” Saut Ibu muda yang ada di depan anak itu. “Owh, iya mba gak apa-apa ko?” jawab Marlina. Denyut jantung Marlina semakin kencang berdetak, setelah mendengar pertannyaan dari anak kecil yang baru berusia 7 Tahun itu. Bibir Marina tiba-tiba kaku dan membisu tanpa kata, padahal ingin rasanya menjawab pertanyaan itu dan mengungkapkan alasan kenapa ia tak berhijab, namun ntah kenapa mulutnya kaku dan membisu.

Kemudian Nia mengajak balik ke rumah karena setelah shoping dan kuliner membuat ia ngantuk berat, ingin rasanya berbaring di tempat tidur. Dan mereka berdua pun meninggalkan Mall namun Marlina melihat kearah Mall terlintas bayangan anak kecil tadi yang bertanya namun ia tak mampu menjawabnya. Sesampainya di kamar kontrakan, Nia dan Marlina merbah tubuhnya di atas tempat tidur empuk di kontrakan mereka yang tak jauh dengan kampus Unswagati yaitu kampus Nia dan Marlina, mereka Kuliah menginjak semester 4 pada jurusan managemant dan akuntansi di kampus Unswagati. Namun Marlina mansih terngiang-ngiang tentang pertanyaan anak kecil tadi. “Kenapa di fikirkan, gak penting banget” Lawan Marlina pada hati dan dirinya sendiri.

Hp berdering kecang “Kriiirriiiinggg....” “Hallo...” Kata Marlina sambil mengangkat hp nya “Assalamu’alaikum Say, maaf yah tadi saya ga bisa ikut shoping bareng kalian” Suara yang ada di dalam hp. “Ini Yeni ya?, iya kamu tuh say kemana aja selama ini gak pernah ketemu kita-kita lagi, udah sombong nih sekarang mah” Kata Marlina, “Iya say ini Yeni, maaf Na aku banyak tugas kampus dan udah mau berubah gaya hidup” Kata Yeni, “Maksud kamu berubah gaya hidup?” Tanya Marlina, “Nanti kalau ketemu aku cerita deh?” Jawab Yeni. “Oke say” Kata Marlina, “Yaudah gitu aja dulu ya say, Wassalamu’alaikum Wr. Wb.” Kata Yeni,  “Wa’alaikumusalam” Jawab Marlina.

Esok harinya Marlina menemui Yeni di kampus, dan dengan kagetnya Marlina melihat wajah bersinar dan penampilan syar’i tapi tetep modis berjalan menghampirinya, yang ternyata itu temannya yaitu Yeni. “Assalamu’alaikum” Kata Yeni sambil salam ala perempuan (cipika-cipiki) “Wa’alaikumusalam, say kamu beda banget sekarang pantesan udah 1 minggu ini aku gak ngeliat kamu dan di hubungi via hp gak suka ngebalas, sekalinya ketemu kamu seperti seorang ustadzah” Kaget Marlina, “Iya say selama 1 minggu ini aku banyak bergaul sama temen-temen musrifah di ma’had kampus” Kata Yeni, “Harusnya kamu ngasih tahu donk kalau ada kegiatan di kampus, kan dulu sering ngasih tahu kita-kita kalau ada apa-apa, kan sumber informasi yang pertama duluan dari kamu say” Kata Marlina, “Kegiatan ini beda say, hanya hikmah dan hidayah yang akan mengajak kalian supaya tertarik ikut” Kata Yeni, “Aku tahu kamu Na, lagian kan kamu orangnya gak suka ngeliat cewek-cewek itu pake hijab, kata kamu kampunganlah, gak modislah dan malah jika hijabnya panjang seperti ini, katanya mirip ibi-ibu, gak pantes buat kita-kita yang muda” Lanjut Yeni. “Lagian kamu aneh-aneh aja sekarang, bukan jaman penjajahan perempuan lagi yen. Kamu tau ibu kartini? ia yang memperjuangkan kebebasan wanita yen, kita sekarang hidup di jaman bebas karena ibu kartini, gak perlu lagi tertindas dan banyak aturan buat kaum perempuan, apalgi ribet banget kalau pake hijab, harus panjanglah,  tidak boleh yang tipis dan menerawanglah, harus menutup dari rambut sampe dada, dan bajunya gak boleh membentuk lengkuk tubuh” Sangkal Marlina. “Na, padahal kamu tahu semua ketentuan-ketentuan bagaimana cara kita pake hijab, kenapa kamu segitunya memandang hijab itu terbelakang?” Tanay Yeni, “Udah ah yen aku gak mau ngebahas ini, sekarang bagaimana kalau kita pergi nonton, tuh sama anak2 udah nungguin dari tadi” Ajak Marlina, “Maaf yah Na sekarang aku ada kegiatan di ma’had, ada semacam kajian tentang perempuan gitu, aku sebagai perempuan harus hadir donk” Kata Yeni, “Yaudah kalau gitu say, aku pamit” Ujar Marlina, “Assalamu’alaikum” Lanjutnya, “Wa’alaikumusalam Wr. Wb.” Jawab Yeni.

Telinga Marlina terngiang-ngiang akan pertkataan yang Yeni terhadapnya soal hiajab, ada sesuatu yang janggal dalam hatinya ketika ia menyangkal bahwa hijab itu terbelakang untuk modis jaman sekarang, hatinya merasa menyesal sudah mengutarakan perkataan seperti itu.  Sahabat Marlina kini hilang satu yang biasanya mereka selalu bersama baik di kampus maupun di tempat manapun, aktifias yang dulu mereka lakukan kini tanpa Yeni. Sekarang Marlina dan sahabat-sahabatnya lagi nontonpun terasa sepi tanpa Yeni, yang biasanya Yeni yang selalu dramatisir adegan film dikala mereka bersama nonton film di bioskop.

Sepulang nonton, tiba-tiba kabar mendadak kaget dengan kedatangan sepupuhnya di rumah kontrakan Marlina, “Mas erul, kenapa mas datang kemari? ko aneh gak seperti biasanya kamu mas?” Jawab Marlina dengan penuh penasaran. “Iya Mar, mas di suruh orang rumah kesini untuk menjemputmu pulang ke rumah” Ujar Erul, “Emang kenapa mas di rumah?” Tanya Marlina, “Kamu yang sabar ya Mar, mas sengeja datang kesini karena menjemputmu pulang kerumah untuk mengantarmu melihat wajah bapakmu untuk yang terakhir kalinya?” Jawab Erul, “Maksud mas apa? aku gak ngerti?” Tanya Marlina, “Kamu yang sabar ya Mar, Bapakmu di rumah kini tinggal jasadnya saja, arwah beliau kini sudah di panggil Tuhan” Jawab Erul. Dan tersntak kaget mendengar kabar itu, badan Marlina lemas tak berdaya dan matanya pun meredup seakaan melihat dunia ini semuanya lemas, kemudian tubuh Marlina pingsan tersungkur lemah jatuh ke lantai. Semua orang yang melihat kejadian langsung panik dan menyadarkan Marlina yang pingsan namun tak kunjung sadarkan diri.

Beberapa jam kemudian Marlina sadar dan Nia teman satu kamarnya pun berbahagia melihat Marlina sudah sadarkan diri. Erul kemudian menghampiri, dan memberika segelas air putih untuk Marlina. “Mas dari sore menunggu kamu sadar Mar, orang rumah ngebell terus suruh langsung bawa kamu pulang Mar” Kata Erul, “Sebentar sih mas erul, nunggu Marlina pulih dulu minimal dia istirahat 1 jam dulu disini” Sangkal Nia sedikit kesal terhadap Erul, “Bukan begitu maksud saya, masalahnya orang rumah suruh cepet-cepat Marlina harus segera pulang, karena bapaknya malam ini juga jasadnya akan dikebumikan” Kata Erul, “Kenapa secepat itu si mas?” Tanya Nia, tiba-tiba Marlina bangun dari tempat tidurnya dan bergegas untuk siap-siap pergi ke rumah melihat mendiang bapaknya untuk yang terakhir kalinya. “Ayo mas kita pulang” Kata Marlina sambil membawa tas berisi pakaian dan perlengkapannya.

Mobil avanza melaju dengan kecepatan 100 km/jam, hingga beberapa kendaraan yang di ada di depannya juga tersalip kalah. Mobil yang ditumpangi Erul, Marlina dan Nia melaju dengan jarak 60 km cuma di tempuh satu stetengah jam sudah tiba di rumah Marlina. Begitu melihat gang jalan rumahnya berkibar bendera kuning tanda orang meninggal dunia. Dan rumah duka pun ramai di kerumuni banyak orang-orang yang berpakaian hitam, dengan raut wajah berlinangan air mata Marlina langsung kedalam rumahnya untuk segera melihat bapak nya yang kini terbujur kaku. “Bapak.... bangun pak.... bangun....” Marlina sambil memeluk bapaknya dan di balut dengan tangisan, “Astagfirullahal’azim, Mar Istighfar kamu mar, kamu harus sadar.... bahwa bapakmu telah tiada” Kata bu Erni tentangga rumah, “Kamu yang sabar ya, doakan bapakmu disana, kita harus kuat menerima kenyataan ini, semoga amal ibadah bapak kamu di terima di sisi-Nya” Lanjut bu Erni. “Hiks...Hiks....” suara tangisan Marina , “Ibu mana?” Tanya Marlina sambil terbata-bata. “Ibumu pingsan-pingsanan terus, gak kuat melihat suaminya terbujur kaku” Jawab bu Erni.

Tak lama kemudian pak Ustad bekata “Kebeneran Marina sudah datang mari kita kuburkan jasad bapak Riadi, karena lebih cepat lebih baik”. Para pelayat pun mengantarkan bapak di iringi tangisan kesedihan keluraga Marlina.

Satu minggu kemudian Marlina masih teringat jelas wajah bapaknya yang terakhir, setiap sudut rumahnya banyak sekali kenangan ia bersama bapaknya dan di sofa ruang keluarga teringat ketika terakhir kalinya ia bercanda gurau dengan bapaknya dan menasehati kata-kata yang mengatakan:

“Mar, kamu tahukan permata?, permata itu letaknya jauh dibawah tanah yang berlapis-lapis. Begitu juga mutiara, letaknya jauh tersembunyi jauh di kedalaman samudra tertutup dan dilindungi oleh cangkang yang indah. Dan emas pun letaknya jauh di dalam tambang yang tertutup berlapis-lapis bebatuan. Maka dari itu, ia tetap mahal, bernilai harganya dan tentunya tak sembarang orang yang memilikinya. Begitu juga kamu nak, lebih dari emas dan permata. Jadi, bagi bapak kamu harus tertutup dan terlindungi juga seperti halnya emas dan permata”. Ujar bapaknya ketika menasehati Marlina. “Jadi begitu ya pak” Sahut Marlina, “Iya begitulah nak, jika kamu ingin menghargai dirimu sendiri sebagai mahluk Tuhan yang sempurna” Jawab bapaknya.
Tetsan air mata yang mengalir di pipi Marlina terus semakin deras berlinanan kala teringat nasehat itu. Dan semenjak hidayah yang Allah berikan akhirnya Marlina sadar betapa berharganya dirinya sebagai kaum perempuan, dan pengertian soal perempuan bebas merdeka seperti perjuang ibu Kartini ternyata ia salah tafsirkan. Bukan berarti Ibu Kartini memperjuangkan kaum perempuan dengan sepenuhnya akan tetapi masih dalam koridor hakikat sebagi perempuan yang di syati’atkan. Karena perempuanlah kehidupan manusia bisa berkembang dan karena perempuanlah kehidupan manusia bisa jadi musnah. Alangkah indahnya ciptaan Allah yang menciptakan kaum perempuan, ia bagaikan bidadari dunia yang indah jika ia bisa memelihara dirinya sendiri.

Hijab yang kini ia pakai sangat indah dan menghiasi wajah yang dulu kusam tak bercahaya, kini aktifitasnya pun lebih bisa menghargai dirinya sebagai perempuan yang sewajarnya, meninggalkan aktifitas yang ia lakukan dulu yang banyak menyia-nyiakan waktu dengan berpoya-poya dan tidak bisa menghargai dirinya sendiri.

THE AND

Demikian cerita pendek Hijab Lebih Indah Dari Permata. Semoga dalam ceritanya memberikan pelajaran yang baik untuk kita dan tulisan ini kami persembahkan untuk sahabat dejavu, selengkapnya baca kumpulan cerita pendek.

Cerita Terkait

Hijab Lebih Indah Dari Permata
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE