Cerita Sedih: Tak Untuk Selamanya By Siti Husna

Ads:
CERITA SEDIH: TAK UNTUK SELAMANYA
Penulis: Siti Husna

Berawal dari sebuah candaan dan berakhir dengan semua diluar dugaan. Persahabatan dua orang kawan karib harus terlerai akibat rasa takut dan takdir yang tak pernah bisa ditaksir. Kematian, kata yang paling menakutkan bagi semua makhluk yang bernyawa. Hal ini membuat aku dan Mahira menjauh bahkan tidak untuk mendekat lagi. Semua kejadian ini seakan menjadi mimpi buruk untukku yang sama sekali tidak bisa lari dari kenyataan bahwa sahabatku satu-satunya harus pergi. Mau tidak mau, terima tidak terima aku harus menelan kenyataan pahit yang benar-benar mengiris hati. 
***

Kicauan beberapa ekor burung berhasil membuatku terjaga dari alam bawah sadarku delapan jam lalu. Ku lihat si Hellokitty milikku yang berdetak santai diatas meja sebelah tempat tidurku telah menunjukkan jarum pendek ke angka tujuh. Dengan secepat mungkin aku mempersiapkan diri untuk bergegas ke sekolah. Sepertinya mama mulai bosan dengan ulahku yang sulit dibangunkan setiap paginya, sehingga si Hellokitty menjadi jalan terakhir ketika mama telah resmi menyerah. 
***

Teng..teng..teng!!!
Si besi berdering itu langsung berbunyi saat aku baru menginjakkan kaki digerbang sekolah. Aku berlari secepat yang kumampu agar aku dapat masuk kelas lebih dahulu dari guru mata pelajaran pertama yaitu pak Arfat. Ia seorang yang bijaksana dan banyak disukai oleh siswa/i SMPN 4 BANDUNG namun ia selalu berkata tidak pada “ketidakdisiplinan”. Ketegasannya itu membuat aku kalang kabut saat mengingatnya. 
Plak!, aku berhasil masuk lebih cepat darinya. Beruntung kali ini dewi fortuna sedang menaungiku. Aku duduk disebelah sahabatku,Mahira. Akan ku ceritakan sedikit tentangnya. Ia adalah seorang yang berkulit putih dan cantik namun dari semua karakternya aku sering dibuat pusing dengan sikapnya yang gengsian. 

“Tina, dari mana ajasih kamu? Untung hari ini pak Arfat tidak masuk secepat biasanya. Kalau gak kan berabe”, omelan Mahira menambah kepanikan diriku.
“Aduuuch, udah deh Ra ngedumelnya. Aku udah gak tau lagi mau bilang apa. Kamu taukan kebiasaan buruk pagiku?”, kujelaskan semuanya dengan degup jantung yang masih sangat kencang.

Beberapa menit kemudian, pak Arfat pun akhirnya masuk kekelasku. Semua murid serentak diam dan tak ada lagi yang berani bergeming. Begitu juga aku, segera ku perbaiki posisi duduk dan kuatur nafas agar aku tidak terlihat panik. 
“Tinaaa!”, tiba-tiba suara pak Arfat terdengar ditelingaku.
“I..iya pak?”, sungguh aku takut dengan apa yang akan pak Arfat katakan selanjutnya.
“Besok jangan lari-lari lagi masuk kelasnya dan cobalah untuk mengubah kebiasaan burukmu”, pak Arfat mengingatkanku.
Perkataan pak Arfat seakan menjadi cambuk untuk diriku. Ternyata keterlambatanku tak lepas dari pandangannya. Wajahku mulai memerah saat kusadari seisi kelas sedang melihat kearahku dan Mahira.
“Heheh, iya pak”, aku hanya bisa mengangguk seraya menundukkan kepala.
***

Les malam, informasi yang paling menarik perhatianku dari semua tutur kata pak Arfat semalam. Les malam ini adalah les yang diadakan pihak sekolah untuk seluruh murid kelas Sembilan yang akan mengikuti Ujian Nasional, tentu saja didalamnya terdapat mata pelajaran favoritku yaitu Bahasa Inggris. Mata pelajaran inilah yang menjadi penyemangat aku dan Mahira dalam mengikuti les itu. Awalnya ku pikir les ini akan sangat menyita waktu istirahat, belum lagi les tambahan disinag dan sore harinya. Semua itu benar-benar membuat aku kelelahan tingkat dewa. Tapi bagaimana pun harus kusadari bahwa perang yang sebenarnya sudah didepan mata dan tentu saja aku tidak akan membiarkan diriku kalah disana. Lagipula les malam ini akan diadakan minggu depan jadi aku masih punya waktu senggang untuk beristirahat.
***

Malam ini adalah malam pertama les malam diselenggarakan. Aku sangat antusias mengikutinya karena malam ini adalah les Bahasa Inggris. Kebetulan aku mendapat kelas yang sama dengan Mahira jadi tentu saja aku memutuskan untuk duduk semeja dengannya. Aku mulai mencium ada keganjilan terhadap Mahira malam ini. Entah mengapa dari awal les dimulai sampai les berakhir ia belum mengucapkan satu katapun padaku. Tiba-tiba ia menyodorkan secarik kertas kepadaku saat ia ingin pulang. Dengan tanpa berkata apapun segera kuterima kertas yang lebih terlihat seperti surat. 

Keesokan harinya, aku berangkat ke Sekolah dengan hati yang gusar. Semalaman aku terus menerus berfikir apa maksud surat yang Mahira berikan tadi malam. Mengapa didalam surat itu menjelaskan bahwa ia bersalah dan seakan-akan akan pergi jauh dariku. Sejauh ingatanku, semua baik-baik saja antara aku dan Mahira semuanya terkendali. Atau mungkin… ah segera ku buang jauh-jauh apapun hal negative yang hinggap dipikiranku. 
Setelah sampai disekolah, segera ku cari Mahira. Rupanya hari ini ia tak hadir, hal ini menimbulkan kebingungan yang semakin menjadi-jadi. Kulihat absensi kelas, disana tercantum bahwa Mahira sedang sakit. Benarkah? Apa yang terjadi? Degup jantungku semakin tak karuan. 
***

Cerita Sedih: Tak Untuk Selamanya By Siti Husna

Cerita Sedih Lainnya: Kumpulan Cerita Sedih

Tak seperti biasanya, hari ini pulang sekolah aku tidak langsung pulang kerumah. Ku coba hampiri Mahira dirumahnya. Kebetulan rumahnya satu arah dengan jalan rumahku. 
Tok..tok..tok!!! setelah beberapa lama menunggu, keluarlah seorang wanita setengah baya yang dari penampilannya bisa dipastikan ia adalah Omanya Mahira. Aku pernah melihatnya dialbum foto keluarga Mahira saat liburan ke Thailand namun sebelum ini, belum pernah sekalipun aku bertemu dengannya. Ia seorang lansia namun wanita itu terlihat sangat terawat, wajar saja karena Mahira adalah anak pejabat di daerah Bandung. 
“Cari siapa nak?”, wanita itu membuka pembicaraan
“Eee, Mahira buk eh Oma”, aku malah jadi kebingungan harus memanggilnya apa. 
“Oh Mahira, sebentar Oma panggilkan. Masuk nak!”, tawarnya sambil membenarkan sapaanku.
Sekitar 10 menit aku menunggu diruang tamu dengan dekor ruangan yang sangat menarik, Mahira akhirnya menampakkan kembali batang hidungnya padaku. 
“Eh Tina, ada apa Na? tumben mampir kesini”, Tanya Mahira santai kepadaku.
“Kamu kok gak sekolah? Aku lihat diabsensi kamu sakit karena aku khawatir jadi aku putuskan untuk kesini terlebih dulu”, tanyaku kembali padanya.
“Ohh, iya aku agak enggak enak badan ni tapi kamu gak perlu khawatir aku baik-baik ajaakok”, jawab Mahira enteng. Aku kembali merasakan perubahan sikap Mahira, ia sudah tak sedingin semalam. Aneh, sikapnya mulai labil sekarang.
“Aku punya salah ya sama kamu Ra?”, aku kembali bertanya karena rasa penasaranku kini telah memuncak.
“Enggak kok, kalaupun ada aku pasti sudah memaafkannya. Kamu ini kenapa sih? Aneh-aneh aja nanyaknya”, Mahira menjawab pertanyaanku dengan mudah dan dengan air muka yang ramah.
“Kenapa ya Ra aku ngerasa kamu berubah dan masalah surat semalam, apa maksudnya Ra?”, akhirnya kuutarakan semua keganjilan di diri ini.
“Hahah, surat itu! Gak kok itu hanya iseng untuk melatih kemampuan berbahasa Inggrisku. Kamu liat dong acakkadul gitu dan tentang perubahan sikap yang kamu maksud mungkin hanya perasaan kamu ajaa Na”, Mahira berusaha menjelaskan semuanya dan aku? Tentu saja tidak semudah itu percaya.
“Oh gitu, yaudadeh aku pulang dulu ya Ra. Cepat sembuh yaa, banyak isitirahat. Besok kamu sekolahkan?”, aku mengakhiri percakapan yang sengit untukku ini.
“Heheh, oke boss. Aku pasti datang kok, kamu taukan lusa hari apa? Aku harus menyebarkan undangan”, jawab dan Tanya Mahira yang kubalas dengan senyuman dan anggukan.
“Hati-hati ya Na dijalan. Byebyee!”, petuahnya untukku, aku hanya mengacungkan jempol tanda mendengarkan ucapannya itu. 
***

Lusa adalah hari ulang tahun Mahira, tentu saja aku tak pernah lupa akan hal itu. Ia selalu mengadakan perayaan disetiap tahunnya namun kali ini entah mengapa aku tidak begitu tertarik untuk menghadiri pesta tersebut. Aku tak tau setan apa yang merasuki diriku, aku terus menyakinkan diri bahwa Mahira telah berbohong. 
***

Hari ini adalah hari yang benar-benar membuat moodku kandas. Bayangkan saja, orang mana yang tak sakit hati melihat pengkhianatan sahabatnya didepan matanya sendiri? Dari pagi aku belum melihat Mahira yang janjinya akan hadir dihari ini. Tanpa pikir panjang segera ku cari Mahira disetiap sudut sekolah. Deg! Seakan disambar petir disiang bolong, hatiku hancur saat melihat layar belakang dari kebaikan dan keanggunan Mahira selama ini. Ia sedang bersama Juno, seorang pria tampan yang lama ku idam-idamkan dan hanya kepada Mahira lah aku mengungkapkan semua perasaanku terhadap Juno. Aku tak langsung pergi saat melihat mereka, ku intip sejenak apa yang sedang mereka lakukan. Ternyata Mahira hanya ingin memberinya undangan tapi mengapa harus berdua?mengapa mereka terlihat begitu dekat? Jelas saja peristiwa ini menjadi alasan kebencianku kepada Mahira. Aku langsung berlari ke kelas saat beribu prasangka buruk mulai mengepul kepalaku. Yang aku tahu, Mahira telah berkhianat. 
***

“Hai Na, ini undangan untuk sahabatku. Seharusnya tanpa undangan juga kamu taukan kehadiranmu penting dipesta ini”, Mahira menyapaku seakan tak terjadi apapun dipagi ini. Wajar saja ia tak tau bahwa tadi aku sudah mendengar semua percakapannya dengan Juno digudang.
Ku sambar undangan itu dan kumasukkan ke laci. Aku tidak mengarahkan wajahku padanya, aku kini muak dengan perangainya.
“Hei kamu kenapa? Kok diem ajaa? Kamu marah yak karena aku telat kasi undangannya?”, Tanya Mahira.
“Gaak!”, baru kali ini aku membentak Mahira dan tentu saja aku tak kuasa menahan air mataku. Mahira langsung meninggalkanku, aku tak tau ia kemana dan aku tidak perduli.
***

Jam delapan malam adalah waktu yang telah Mahira tentukan untuk acaranya. Kini sudah jam delapan kurang lima belas sementara aku masih duduk disudut tempat tidurku. Berkali-kali telepon genggamku berdering, pesan dan panggilan dari Mahira ku abaikan serta dengan sengaja ku nonaktifkan hapeku. Aku tak tau bagaimana caranya aku melupakan kejadian di Gudang itu, bersikap biasa saja dan hadir ke pestanya. Tidaktidak, aku tak sanggup untuk melihat Mahira saat ini dan pasti Juno juga hadir di pestanya. Akhirnya ku putuskan untuk pertama kalinya aku tidak hadir ke pestanya. 
***

Seperti biasa aku ke Sekolah dengan terburu-buru tapi hari ini aku tidak lagi berusaha mencari Mahira yang lagi-lagi kembali tidak hadir. Semua orang yang ku lalui bercerita tentang pesta Mahira mulai dari kemewahannya, keunikannya dan tunggu aku mendengar sesuatu “Mahira pingsan”. Ah sudahlah mengapa aku harus perduli? Bukannya saat ia mengkhianati ku ia juga tak pernah perduli perasaanku, tapi bagaimanapun aku masih sangat menyayanginya bahkan ia sudah ku anggap seperti keluargaku. Akhirnya ku tegarkan hati dan aku akan membesuknya dirumah sakit tempat ia dirawat sepulang sekolah. Untuk mendapatkan alamat rumah sakit tempat ia di rawat bukan hal sulit untukku karena pasti seisi sekolah juga tau. 

Setelah jam mata pelajaran terakhir berakhir aku segera bergegas ke RS tempat Mahira dirawat. Langkahku gontai saat ku ketahui bahwa Mahira berada diruang ICU, aku terus menangis dan menyesal dengan apa yang telah terjadi. Aku merasa menjadi sahabat terburuk didunia. Aku kembali teringat dengan surat yang ia berikan di les malam itu. Aku tak ingin isi surat itu menjadi kenyataan, seburuk apapun dirinya dan sebesar apapun salahnya dihati yang paling dalam aku tetap ingin ia menjadi sahabatku. Tiba-tiba ditengah kesedihanku, datanglah Hanni. Ia adalah adik bungsu Mahira. Ia memberiku sebuah bingkisan yang terbungkus rapi. Aku duduk dikursi dekat ruang ICU dan ku buka bingkisan itu. Didalamnya terdapat sebuah album foto yang berisi foto aku dan Mahira juga selembar kertas yang berisi “Aku sedih kamu gak datang ke pestaku tapi aku sudah menaksir semuanya. Aku tau kamu telah melihat aku dan Juno digudang beberapa hari lalu. Kamu tau apa yang aku lakukan setelah kamu membentakku? Aku pergi kekelas Juno dan segera ku akhiri semua ikatan antara aku dan Juno. Aku ingin kamu tahu bahwa aku telah menyayangi Juno jauh sebelum kamu menyukainya dan aku baru menjalin hubungan dengannya sebulan lalu. Sebenarnya aku tak bermaksud membuatmu sedih dan membenciku, aku mengidap satu penyakit yang telah membuat rapuh hidupku. Aku hanya ingin disisa-sisa hidupku aku dapat menghabisinya bersama Juno. Aku tak pernah ceritakan tentang penyakit ku ini karena aku tak ingin kamu mengkhawatirkan ku lebih dari kekhawatiran mu saat kamu datang kerumahku. Aku memang egois karena aku mengorbankan perasaan sahabatku sendiri demi kepentingan pribadiku. Album foto ini sudah lama ku siapkan untuk kamu agar kamu bisa selalu melihat aku disaat kamu benar-benar rindu aku. Tentang surat dimalam les itu, aku hanya ingin mengatakan secara tersirat bahwa aku adalah sahabat yang terburuk didunia. Aku minta maaf untuk semuanya dan aku juga udah maafin semua salah kamu ke aku. Aku maklum kalau kamu jadi begitu membenciku tapi sekali lagi aku minta maaf dan aku ingin kamu jaga Juno untuk aku. Kamu harus kuat karena saat kamu membaca surat ini sepertinya aku sudah pergi dan sekali lagi jaga Juno demi aku dan persahabatan kita. Bye bye Tina” 

Tak terasa, kini pipiku telah basah karena air mataku terus mengucur deras. Ku coba intip Mahira dari kaca ruang ICU. Dia benar-benar pergi meninggalkan aku. Aku menyesal, aku sudah kehilangannya bahkan sebelum aku minta maaf langsung padanya. 
Pemakaman Mahira akan segera dilakukan dihari ini juga, setelah semua orang pulang dari tempat terakhirnya aku masih tetap saja terpaku dibatu nisannya. 
“YaAllah, maafkan aku atas semua keegoisanku terhadapnya selama ini. Tak bisakah kau kembalikan ia kepadaku? Aku sangat ingin ia berada disisiku saat ini. Berilah ia tempat terbaik disisimu, Aamiin ”, aku berdo’a namun percuma semua yang ku pinta adalah sesuatu yang mustahil. Tiba-tiba hujan turun dan aku memutuskan untuk membiarkan Mahira tenang ditempat terakhirnya ini. 

Haaaabiiiiiss

Tentang Penulis:
Nama : Siti Husna
Kelas : XI
Alamat : Aceh Tamiang
TTL. : Sungai Iyu, 29 oktober 1998
Sekolah : SMAN 2 PATRA NUSA RANTAU

Cerita Terkait

Cerita Sedih: Tak Untuk Selamanya By Siti Husna
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE