Cerita Ibu: Surat Terakhir Mama By Tamara Elisha

Ads:
CERITA IBU: SURAT TERAKHIR MAMA 
Penulis: Tamara Elisha

"“BRAKK!!” terdengar suara pintu utama terbanting. Sore itu, Alexis pulang dari sekolahnya. Ia langsung lari dan memeluk Mama. “Mama jangan tinggalin Lexis ya,” ucap Alexis sambil menangis. “Apa maksudmu, sayang? Tentu mama tidak akan meninggalkanmu. Mama akan selalu ada buat Lexis. Mengapa kamu tiba-tiba berbicara seperti itu?” jawab Mama. “Tadi Lauren cerita, mamanya meninggal kemarin sore. Lexis engga mau kehilangan mama,” jawab Alexis. Mama menjawab, “Tenang. Mama akan selalu ada buat Lexis, sampai Lexis dewasa pun mama akan selalu ada untuk merawat Lexis. Sekarang, kamu ganti baju, lalu makan.” “Lexis janji, Ma. Lexis akan selalu menemani mama. Sampai Lexis dewasa nanti, Lexis akan selalu meluangkan waktu untuk Mama,” jawab Lexis. Lexis langsung meninggalkan mama dan pergi ke kamar mengganti seragam merah putihnya.

Dua hari setelah Alexis menginjak usia 17 tahun, Alexis tidak mau makan juga tidak mau berbicara dengan siapa pun sejak ia mendengar bahwa orang tuanya mau bercerai. Ia mengunci dirinya di kamar. “Lexis, makan sayang, nanti kamu sakit. Mama tau ini berat untuk kamu, tapi tidak ada lagi yang dapat dilakukan,” pinta Mama sambil mengetuk pintu kamar Alexis. “Hidup ini tidak adil! Mengapa harus seperti ini? Mama jahat, papa jahat!” teriak Alexis dari dalam kamar.

“Apa?? Bukankah orang tuamu baik-baik saja hubungannya?” tanya Lauren, sahabat Alexis di telepon saat ia mendengar cerita Alexis. “Aku tidak tahu apa lagi yang harus kulakukan, Lauren,” tutur Alexis sambil menangis.

Semenjak perceraian Papa dan Mama, hubungan Alexis dengan mama menjadi agak jauh. Alexis menghindari Mama dan Papa. 1 tahun setelah perceraian, Papa menikah lagi, dan membuat Alexis semakin menghindari Papa. Tahun demi tahun melayang begitu saja di depan mata. Alexis sudah menjadi seorang wanita dewasa yang berkarir sebagai seorang pengusaha. Alexis mempunyai sebuah perusahaan yang sangat sukses. Kehidupan Alexis pun semakin sibuk. Sedikit sekali waktu yang dihabiskan bersama Mama.

“Malam, sayang. Bagaimana pekerjaan hari ini?” itu lah pertanyaan Mama setiap malam ketika Alexis pulang bekerja. Alexis tidak pernah menghiraukan Mama, ia langsung menuju kamarnya dan bersiap-siap untuk pergi bersama sahabatnya. Alexis selalu pergi bersama sahabatnya setiap malam. “Aku tidak tahan di rumah. Di rumah, memori menyakitkan itu selalu datang,” ucap Alexis kepada Lauren.

Tak terasa, tahun demi tahun berlalu. Alexis sudah berusia 25 tahun. Alexis menikah dan ikut dengan suaminya keluar kota. Setiap hari, Mama menelpon, namun Alexis tidak mau mengangkatnya. Setiap minggu, Mama mengirimkan surat untuk Alexis, namun Alexis tidak mau membacanya, dibuka pun saja tidak.

Alexis sayang. Bagaimana kabarmu di sana? Baik-baik saja, kan? Berkunjunglah sekali-sekali. Mama kangen sekali sama kamu. Hanya ada adikmu, Bryan di sini. Bryan pun sekarang sudah sibuk dengan kuliahnya. Mama tahu, kamu masih marah mengenai perceraian Papa dan Mama. Mama benar-benar minta maaf. Apa yang harus mama lakukan agar kamu mau dekat dengan mama seperti dulu? 

Ingatkah kamu, dulu kamu sering duduk di pangkuan mama dan bercerita. Angkatlah ketika Mama menelponmu. Mama ingin sekali mendengar suaramu. Ajaklah anak-anakmu untuk menemui Oma mereka di sini. Mama ingin sekali memangku dan bercerita kepada cucu-cucu Mama. Ingatlah, Mama akan selalu menyayangimu, Lexis, apapun yang terjadi.

Penuh cinta untukmu,
Mama

Cerita Ibu: Surat Terakhir Mama By Tamara Elisha

Cerita Ibu Lainnya: Kumpulan Cerita Ibu

Itulah isi dari surat mama minggu lalu. Dengan menangis Alexis membacanya. Berat rasanya untuk menuruti keinginan mama, mengingat masa lalu. Namun akhirnya ia pun menuruti keinginan Mama. “Ma, Jumat ini, Lexis bersama keluarga Lexis akan mengunjungi Mama,” itulah isi SMS Alexis untuk Mama. “Bi, tolong siapkan kamar dan bersihkan rumah, ya!” teriak Mama kepada Bibi dengan perasaan senang setelah mengetahui anak perempuannya mau mengunjunginya

Ia bersama suaminya membawa anak-anaknya mengunjungi Oma mereka. Kembali ke rumah itu, mengingatkan Alexis akan kenangan masa kecilnya, mengingatkan ia pula pada kenangan pahit mengenai perceraian orang tuanya.

Melihat anak-anaknya menghabiskan waktu bersama Mama, Alexis teringat akan masa kecilnya, saat ia duduk di atas pangkuan Mama, bercerita dengan Mama, pergi jalan-jalan dengan Mama, juga Alexis ingat jelas apa yang ia rasakan sewaktu dalam gendongan mama.
“Lexis, mengapa kamu tidak pernah membalas surat Mama? Apa yang harus Mama lakukan agar kamu mau menjadi dekat dengan Mama seperti dulu?” tanya Mama kepada Alexis yang sedang duduk di atas ranjang lamanya. “Maaf, Ma. Lexis sibuk,” itulah alasan Alexis. Ingin rasanya Alexis memeluk Mama dan menangis. Alexis ingin sekali dapat bercerita dengan Mama mengenai apa yang ia rasakan.

Seminggu berlalu. Alexis dan keluarganya pun pulang, kembali meninggalkan Mama kesepian. Meski tak mendapat balasan, Mama tak berhenti mengirimkan surat kepada Alexis. Jika dihitung, surat dari Mama berjumlah 14 amplop. Namun surat-surat tersebut masih tertutup dengan rapi, Alexis tidak pernah membukanya.
“Ma, ma, ma. Ayo kita kunjungi Oma. Ayo, Ma,” pinta Jason, anak bungsu Alexis. “Tidak, sayang. Nanti saja. Papa dan Mama sangat sibuk,” itulah alasan Alexis setiap diajak anaknya untuk mengunjungi Oma mereka.

Hari Rabu malam, saat sedang membaca buku di kamarnya, Alexis merasakan sakit kepala yang luar biasa, dadanya terasa sesak. Sulit rasanya untuk bernapas. Yang hanya dapat dipikirkannya saat itu hanyalah Mama. Semua memori Alexis mengenai Mama terngiang di benaknya. Alexis mendapat dorongan yang sangat kuat untuk pergi mengunjungi Mama. Entah mengapa Alexis sangat ingin mengunjungi Mama. Ia sudah tidak lagi mengingat-ingat perceraian orang tuanya. Kenangan mengenai perceraian orang tuanya hilang begitu saja. Yang ia rasakan hanyalah keinginan kuat untuk mengunjungi Mama. Keinginan untuk mengunjungi Mama terus menghantui Alexis. Tapi keinginan itu terus ditahannya.

“Pa, Sabtu ini, kita kunjungi Mama, ya,” pinta Alexis kepada suaminya. “Ada apa? Mengapa kamu tiba-tiba mau mengunjungi Mama? Bukankah kamu yang selalu menolak, Ma?” tanya suaminya. “Entah mengapa, ingin sekali rasanya mengunjungi Mama. Perasaan itu selalu menghantuiku, pa,” jelas Alexis.
Hari Sabtu pun tiba. Alexis beserta keluarganya pergi ke Surabaya. Alexis sengaja tidak memberitahu Mama mengenai kunjungannya. Ia ingin kunjungannya ini menjadi kejutan.

“Tok.. tok.. tok.,” terdengar bunyi seseorang mengetuk pintu rumah Mama. “Eh. Non Alexis. Mari, non,” sambut Bibi sambil membukakan pintu. “Kak Lexis! Halo, kak! Apa kabar?” sambut Bryan sambil memeluk Alexis melepas rindu. “Jason, John. Sudah besar-besar, ya kalian. Lama sekali kita tidak berjumpa,” ucap Bryan kepada anak-anak Alexis sambil tersenyum. “Kami semua baik-baik saja, Bryan,” jawab Alexis sambil tersenyum. “Oh, ya. Dimana Mama? Aku sangat ingin menemuinya,” lanjut Alexis. Senyuman di wajah Bryan mendadak memudar. Wajahnya menjadi agak pucat. “Ehm, Jason, John, bermainlah di halaman belakang,” kata Bryan. Setelah anak-anak Alexis keluar, ”Kak, Mama sudah tiada. Mama sudah meninggal, kak,” Wajah Alexis langsung berubah menjadi sangat pucat dan ia mulai menangis. “Apa? Mengapa kamu tidak memberitahukan itu kepadaku? Kapan itu terjadi?” tanya Alexis bertubi-tubi sambil menangis. “Rabu kemarin, kak,” Alexis langsung teringat mengenai hal yang ia rasakan hari Rabu malam. Tak heran mengapa ia mendapat keinginan bertemu Mama secara tiba-tiba. 

Penyesalan langsung datang menghampiri Alexis. Ia sangat menyesal ia tidak langsung berbuat apa-apa dan hanya diam mengenai perasaan ingin bertemu Mama. Alexis menangis sejadi-jadinya. “Maaf, kak. Aku tidak memberitahumu karena itu permintaan Mama. Aku tak menyangka kakak akan datang ke sini. Mama tidak mau Kak Lexis tau kepergian Mama, karena Mama tahu Kak Lexis akan sangat sedih. Mama hanya tidak ingin membuat kakak sedih. Namun Mama juga meminta, apabila kakak ke sini, Mama ingin kakak yang membereskan barang-barang Mama,” jelas Bryan.

Alexis langsung masuk ke kamar lamanya yang bernuansa kuning itu. Di sana, terdapat banyak sekali fotonya bersama Mama dan membuat Alexis menjadi semakin sedih. Alexis menenggelamkan dirinya dalam kesedihan yang luar biasa.

Setelah merasa lebih tenang, Alexis masuk ke dalam kamar Mama dan mulai merapikan barang-barang yang ada di dalam kamar Mama. Di mulai dari pakaian Mama, kemudian meja rias Mama, dan juga laci. 
Di atas meja rias Mama, terdapat sebuah buku yang sudah agak usang yang memiliki sampul berwarna merah tua. Ternyata itu adalah buku harian Mama. Lembar demi lembar dibaliknya dengan perasaan penasaran akan hal-hal apa yang akan ia temukan di setiap halaman dari buku harian Mama yang sudah usang itu.

Rabu, 12 April 1989
Hari ini adalah hari terbaik sepanjang hidupku! Seorang malaikat telah dikirimkan Tuhan untukku. Seorang malaikat yang amat cantik telah diberikan Tuhan untuk mewarnai hidupku. Aku yakin, suatu hari nanti Alexis akan menjadi orang yang sangat sukses dan semua orang pasti akan menyukainya.
Ternyata halaman pertama dari buku harian Mama menceritakan tentang bahagianya Mama saat Alexis lahir. Dibacanya buku itu sambil tersenyum, bahkan terkadang ia tertawa sendiri. Mama menulis semua tentang Alexis di buku itu. Mulai dari kelahiran Alexis juga pertama kali Alexis memanggil Mama.

Senin, 17 Juli 1995
Hari ini malaikat kecilku sudah memasuki SD. Ah, mulai sekarang, pasti semakin sedikit waktuku bersamanya. Tak rela rasanya melihat waktu begitu cepat. Ingin dapat terus memeluknya. Oh, Tuhan. Perlambatlah waktu. Aku ingin selalu ada untuknya.

Jumat, 10 Maret 2000
Hari ini gadis kecilku langsung memelukku sesaat dia memasuki pintu. Sedih rasanya melihat malaikat kecilku yang cantik itu menangis. Hari ini ia berjanji ia akan selalu ada untukku dan aku pun berjanji hal yang sama. Semoga Tuhan memberiku waktu yang cukup untuk menepati janjiku.
Alexis langsung menangis teringatnya dengan janji yang ia berikan kepada Mama. “Oh Tuhan. Mengapa baru sekarang aku sadar? Tak bisa kah Kau memberiku sedikit waktu lagi agar aku dapat menepati janjiku kepada Mama?” teriak Alexis dengan suara yang cukup keras. Namun saat itu tidak ada orang yang mendengarnya karena sedang di taman dan Bibi sedang di gudang belakang.
Selesai membaca buku harian Mama, ia membuka laci. Alexis melihat berberapa amplop yang terikat, dan juga ada sebuah amplop yang terpisah. Di atas amplop-amplop tersebut terdapat tulisan, “Alexis”. Sedangkan satu amplop yang terpisah tersebut memiliki warna yang berbeda. Amplop berwarna biru muda tersebut harum bagaikan melati. Dibukanya pita merah yang mengikat amplop-amplop putih itu. Hingga akhirnya, ia menyobek pinggir amplop biru yang harum itu dan menarik selembar kertas yang terlipat di dalamnya. Setelah dibacanya isi surat tersebut, Alexis menangis sejadi-jadinya. Beginilah isi surat tersebut,

Untuk Alexis,

Putri mama yang sangat mama cintai
Alexis sayang, mama hanya ingin minta maaf kepadamu atas kesakitan di masa lalu yang pernah mama berikan kepadamu. Mama ingin sekali kamu disini menemani mama di saat-saat terakhir hidup mama yang singkat ini. Namun kamu terlalu sibuk, bukan? Ingatkah kamu, ketika kamu kecil, ketika kamu jatuh sakit, mama selalu menemanimu? Mama minta maaf, mama tidak selalu ada untukmu, mama tidak dapat menepati janji mama. Mama rindu sekali kepadamu. Pulanglah, sayang. Temani mama. Mama ingin sekali melihatmu sebelum mata mama tertutup untuk selamanya. Maukah kamu memberi mama kesempatan itu? Ingatlah. Mama akan selalu menyayangimu. Tidak sedetikpun berlalu tanpa mama memikirkanmu. Jagalah adikmu untuk mama. Jagalah keluargamu dengan baik. Kapanpun kamu merasa sedih, bayangkan saja mama ada di sampingmu, seperti masa kecilmu dulu. Sampai selamanya kamu akan selalu menjadi Lexis, malaikat kecil mama
Penuh cinta,
Mama

“Ya Tuhan, ampunilah aku. Betapa durhakanya aku. Mengapa Engkau memanggil Mama begitu cepat ya, Tuhan? Aku hanya butuh sedikit waktu lagi. Aku ingin sekali dapat membahagiakan Mama.” teriak Alexis dengan suara yang sangat keras. Mendengar suara Alexis yang sangat keras, suami dan adiknya langsung menghampirinya dan dipeluknya Alexis. 

Penyesalan datang memukul hati Alexis. Alexis membiarkan emosinya menguasainya. Alexis memilih untuk tidak melupakan kenangan pahitnya itu. Namun penyesalan itu sia-sia. Tidak ada lagi yang dapat dilakukan. Sekarang, setelah ia mengetahui apa yang Mama rasakan, barulah ia dapat menghapuskan semua kenangan pahitnya dari hatinya. Dua kali dalam sebulan Alexis datang ke makam Mama menyebarkan bunga Mawar, bunga kesukaan Mama. Setelah disebarkannya bunga mawar, Alexis duduk di samping batu nisan Mama dan bercerita kepada Mama. Memang kelihatannya Alexis tidak waras. Tetapi betapa tercabik-cabiknya hati 
Alexis mengingat kepergian Mama. Paling tidak, itu yang dapat dilakukan Alexis untuk menebus kesalahan yang telah ia buat.

Tentang Penulis:
Seorang gadis 15 th. facebook.com/tamara.elisha18

Cerita Terkait

Cerita Ibu: Surat Terakhir Mama By Tamara Elisha
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE