Cerita Remaja: Last Birthday By Annisa Raudhatul Jannah

Ads:
CERITA REMAJA: LAST BIRTHDAY 
Penulis: Annisa Raudhatul Jannah

Kegelapan yang membuatku tak mampu memandang sekitar, ada setitik cahaya terang menerobos masuk melalui retina mata ini. Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan. “Alat pemacu jantung!” teriak seseorang dengan nafas menderu lalu memacu jantung ini, “Syukurlah, dia selamat. Namun …”

Suasana hening yang aku rasakan ketika jam pelajaran yang bagiku amat membosankan ini. Jarum detik seolah bergerak dengan sangat malasnya. Aku ingin segera pulang. Aku bosan ….
“Baiklah, kita lanjutkan pelajaran biologi ini minggu depan. Selamat istirahat anak-anak!” seru wanita paruh baya itu yang membuat perasaanku dan tentu saja seisi kelas ini juga senang mendengarnya. Yap, kelas kami istirahat 5 menit lebih awal dari biasanya. Sungguh suatu kebahagiaan kecil sebelum hari esok.
Dari sudut kelas ini, ku lihat dia menghampiriku, “Kantin yuk, Kei?” ajaknya padaku. Dani, sahabat terbaikku dan yang paling aku sayangi sepanjang masa.
“Aku ga lapar, Dan. Kamu kalo mau ke kantin duluan aja. Aku bosen sama makanan di sini” ucapku padanya dan kulihat ada perubahan ekspresi pada wajahnya itu.

Dia pun tersenyum, namun aku mengerti. Senyuman itu seperti senyuman pasrah, “Baiklah, aku ke kantin sebentar ya. Kamu serius ga mau ke kantin? Sekedar minum jus atau Cuma temenin aku makan?” bujuknya lagi dengan memandang mataku. Dan bisa ku tangkap, dia sangat berharap aku mau memenuhi ajakannya.
Aku menghela nafas panjang dan membenarkan posisi kacamata minus yang bertengger di hidung mungilku ini, “Ayo kita ke kantin” jawabku. Dani pun seperti memenangkan undian berhadiah, ia sangat senang aku mau menemaninya ke kantin.

Bel pulang sekolah pun berbunyi dengan nyaring. Suara yang mampu membuat seluruh siswa merasa gembira layaknya seperti tahanan yang bebas dari jeruji besi. Berakhirlah aktifitas pecan ini. Selamat berlibur, Keila! Aku pun melangkah ke parkiran ….
“Keilaa …!” teriak seseorang dari kejauhan. Heuh, sudah kuduga, itu pasti Dani. Apalagi yang akan dia minta? Menemaninya ke toilet? Oh tidak!
Dia pun menghampiriku dengan nafas yang terengah-engah itu, “Besok ulangtahun ya? Ciee, traktiran ya” ucapnya dengan ekspresi evil laugh nya

Oh Tuhan, masih saja ada makhluk seperti Dani. Kalau saja dia bukan sahabatku, sudah kutendang sampai ke planet Neptunus, “Entahlah, aku rasa ulangtahunku kali ini flat” jawabku cuek
Dani mengangkat sebelah alisnya, “Ga biasanya kamu secuek ini, Kei. What’s wrong?” tanyanya padaku

Aku menghela nafas panjang, “Aku pulang duluan ya. Aku udah cape banget nih, mau tidur yang lama. Nanti kalo kamu bbm ga aku bales, jangan marah” ucapku sambil memakai helm hello kitty ku
“Yaudah, take care, Keila. Bawa motornya jangan ngebut-ngebut!” pesan Dani dan aku balas dengan senyuman, “You too, Dan. Take care!” ucapku lalu berlalu meninggalkan Dani
Terik matahari siang ini sungguh merusak mood-ku. Aku ingin segera sampai rumah! Sialan, motor tadi menyenggolku. Suara keras apa itu? Apa yang terjadi? Argh sakit ….

Motorku rusak parah, hei tanggung jawab! Aku tak mau Mama memarahiku! Tunggu sebentar, itu aku yang berlumuran darah? Oh Tuhan …. Dani, iya itu Dani. “Hei, Dani. Aku disini, lihat aku!” teriakku pada Dani namun dia tak menghiraukan. “Lihat aku!” teriakku sekali lagi sambil memukul Dani, namun tak berpengaruh.
Kulihat Dani menangis, oh Tuhan kenapa Dani begitu cengeng? Dia memangku kepalaku yang berlumur darah, “Keila, bertahan ya, ambulan bentar lagi datang. Aku tau, kamu kuat!” ucapnya sendu berbicara pada diriku yang berlumuran darah itu.
Aku tak mengerti pada semua ini, Tuhan. Apa … apa aku kecelakaan? Lalu … mengapa jiwaku terpisah dari ragaku? Apa aku telah …. Jangan dulu, besok aku ulangtahun yang ke 16! Aku masih ingin di dunia ini, bersama Dani dan orang-orang yang aku sayang!

Orang-orang berbaju serba putih itu membawa ku ke ruang ICU. Sepanjang jalan tadi Dani terus menangis dan menggenggam erat tanganku. Namun, kenapa aku tak bisa merasakan genggaman tangannya itu? Pintu ruangan asing itu pun tertutup, Dani hanya diperbolehkan menunggu diluar. Lalu dia segera menghubungi seseorang, mungkin Mama.
Saat telpon mulai tersambung, Dani pun bingung ingin bilang apa, “Tante, bisa ke rumah sakit sekarang …? Rumah Sakit Pertamina” ucapnya dengan raut wajah tak karuan, “Keila kecelakaan tante” jawab Dani dan tangisnya pun pecah. Ponselnya jatuh begitu saja tak ia pedulikan. Padahal setauku, ponsel itu sangat berarti baginya.

Dani menyandarkan dirinya di dinding putih itu, “Ya Allah, selamatkan sahabatku. Beri dia kekuatan, Ya Allah. Aku menyayanginya” ucap Dani memejamkan mata indahnya itu.
Kini aku berdiri dihadapannya, memandang wajahnya yang begitu gelisah melihatku seperti ini. Aku ingin memeluknya, namun selalu saja tak bisa. Apakah ini yang ada dalam novel-novel yang pernah aku baca? Dan sekarang terjadi padaku? Lalu, dimana malaikat izrail?

Tiba-tiba datang seseorang berbaju serba putih, seluruh tubuhnya pun bercahaya. Ia menghampiriku, “Aku di sini Keila. Kau belum pergi sepenuhnya” ucapnya dengan nada datar
Tak bisa kupercaya, benarkah ini? Atau hanya mimpiku saja? Bukankah tadi aku ingin tidur siang? Ayo Keila, bangun! Ini mimpi buruk. “Kamu ga mimpi, ini nyata. Ayo ikut aku ke dalam” ajak seseorang itu dan aku mengikutinya.
“Lihatlah ragamu disana, begitu lemah karena berjuta rasa sakit. Percuma saja mereka mengoperasimu. Ikut saja denganku, menemui Tuhanmu” ucapnya yang mampu menyayat hatiku.
“Tapi, aku masih mau di sini. Aku masih ingin bersama orang-orang yang aku sayangi. Apa kau tega melihat Dani menangis seperti itu? Aku ingin memeluknya, dia sahabatku!” ungkapku padanya

Cerita Remaja: Last Birthday By Annisa Raudhatul Jannah

Cerita Remaja: Kumpulan Cerita Remaja

Orang berbaju serba putih dengan cahaya diseluruh tubuhnya itupun masih tetap pada pendiriannya, mukanya begitu datar. Tanpa ekspresi, “Aku pergi sebentar, aku akan kembali besok malam” ucapnya lalu menghilang.
Apa yang mereka lakukan padaku? Hei, aku disini! “Dia butuh banyak darah, suster apa stok darah masih tersedia semua golongan?” Tanya lelaki paruh baya itu. “Masih, akan saya cek darahnya lalu saya bawakan kantung darahnya” jawab wanita muda itu lalu beranjak pergi entah kemana.

Aku berjalan keluar, entah sejak kapan aku bisa menembus pintu itu. Kulihat Mama tengah menangis disana. Dani pun masih duduk bersandar pada dinding putih itu. Ternyata baju pramuka Dani belepotan darahku, tapi ia tak merasa jijik sedikitpun. Bukankah dia merinding melihat darah?
Kegelapan yang membuatku tak mampu memandang sekitar, ada setitik cahaya terang menerobos masuk melalui retina mata ini. Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan. “Alat pemacu jantung!” teriak seseorang dengan nafas menderu lalu memacu jantung ini, “Syukurlah, dia selamat. Namun keadaannya masih kritis. Berjuanglah, Nak melawan masa kritismu” ucapnya memberi semangat padaku

Rasa sakit tak mampu aku tahan, aku ingin berteriak namun aku tak bisa. Bahkan untuk membuka mataku pun aku tak sanggup. Aku hanya mampu mendengar ….
Sepertinya ada yang datang, “Keila sayang, bertahanlah. Mama tau kamu pasti kuat. Anak Mama gak lemah, anak Mama kuat! Bangun yuk, ada Dani di sini. Kamu kan besok ulang tahun, masa tidur terus?” ungkap Mama padaku
“Dani, pulang aja ini udah malem. Tante bisa kok jagain Keila sendiri. Baju seragam kamu juga belepotan darah gitu” terdengar Mama menyuruh Dani pulang.
“Iya, Tante. Dani pulang sebentar ya, ganti baju sama mandi. Abis itu Dani kesini lagi” jawab Dani
“Yaudah, pulangnya hati-hati, ya” ucap Mama dan sepertinya Dani pun pergi meninggalkan aku dan Mama.

Suara alat pendeteksi jantung memenuhi seisi ruangan ini. Mama hanya menangis dan kudengar Mama mulai membacakan ayat suci Al-Qur’an. Sungguh tenang hati ini mendengar Mama mengaji. Ingin rasanya aku membuka mataku ini. Begitu damai dan tentram.
“Dani kamu cepet banget kesininya. Itu boneka sama kue buat apa?” tiba-tiba Mama bertanya pada Dani yang baru saja tiba setelah ia pulang sebentar.
“Keila kan besok ulang tahun, Tante. Ini udah jam 11 malem, itu artinya 1 jam lagi. Tante mendingan tidur aja, biar Keila aku yang jagain” jawab Dani
“Yaudah, tante mau ke masjid dulu. Kalo ada apa-apa telpon tante ya” pesan Mama ke Dani

Dani pun duduk disampingku menggantikan Mama, tangannya mulai menggenggam tanganku yang lemah ini. Kali ini, terasa genggaman Dani seperti tak membiarkan aku pergi. “Keila, aku sayang sama kamu. Cepet sadar dong, bentar lagi kan kamu ulang tahun, masa gamau tiup lilin? Nih, aku udah bawa kue tart hello kitty sama boneka hello kitty. Kamu tega cuekin aku ngomong gini?” ungkapnya padaku. Rasanya aku ingin tertawa dan mencubitnya.
Waktu terus berjalan, mungkin saat ini tepat pukul duabelas malam, “Selamat ulang tahun yang ke-enam belas sahabatku, Keila. Harapannya kali ini cukup kamu sadar dan membaik aja. Kalo kamu belum bangun, yang tiup lilin ini siapa?” ucap Dani dengan sesenggukan
“Aku wakilin ya, takut nanti kuenya kebakar. Nanti kalo kamu sadar aku nyalain lagi lilinnya. Aku yakin kamu juga pasti denger omongan aku sekarang. Aku bawa kado boneka hello kitty yang kamu pengenin waktu kita ke mall” lanjutnya dan berhasil membuat butiran bening perlahan menetes dari mata yang terus memejam ini.
“Kamu kenapa nangis? Kamu denger kan aku ngomong apa? Ayo dong, Kei. Cepet bangun!” ucap Dani memberi semangat

Orang itu menghampiriku lagi, “Aku kembali, tetaplah berjuang jika kau ingin tetap hidup. Lawan rasa sakitmu, ada banyak orang yang membutuhkanmu” ucapnya padaku dan jujur saja ini membuatku lega
“Terimakasih” jawabku tersenyum padanya lalu ia pergi meninggalkanku dengan cepat. Siapa dia? Aku sama sekali tak pernah mengenalnya.
Jemariku perlahan mulai bisa ku gerakkan, ayo semangat! Dan perlahan akupun mampu membuka mata yang telah terpejam entah berapa lama, “Dan…” lirihku
Dani pun beranjak dari tempat duduknya, “Alhamdulillah, aku disini, Kei” jawabnya tersenyum senang melihatku sadar.

Kenapa suara ini begitu lemah, ini bukan aku. Aku tidak selemah ini! “Makasih ya, Dan” lirihku sambil mencoba untuk tersenyum lalu Dani membenarkan posisi ku untuk setengah duduk.
Dani pun menyalakan kembali lilin berbentuk angka 16 itu, “Tiup lilin yaa, aku udah bawain kue tart hello kitty nih buat kamu. Jangan lupa make a wish” ucap Dani menyodorkan kue lucu itu yang berbentuk hello kitty.
Mataku terpejam sesaat, “Aku ingin bisa seperti ini terus di hari ulangtahunku yang lain. Bersama orang-orang yang aku sayangi. Jika waktuku tak banyak, aku hanya ingin pergi dalam pelukan Mama” lalu akupun meniup lilin angka 16 itu.

Dani pun tersenyum penuh arti, mata indahnya berbinar. Aku menatap matanya dan kudapati banyak kenyamanan disana. Tatapan teduh itu mampu menenangkan dan sedikit menghilangkan rasa sakit yang semakin menyiksaku. “Sekarang potong kuenya yaa” ucap Dani memberikan pisau kue itu padaku.
Aku memotong kue tart hello kitty itu perlahan, seakan merasakan bahwa inilah akhir …. “Potongan pertama buat kamu” ucapku padanya lalu memberikan sepotong kue pada Dani. Ia tersenyum simpul “Makasih, Keila” jawabnya.
Aku melirik boneka hello kitty berwarna pink itu, menggemaskan sekali. Boneka yang beberapa waktu lalu aku inginkan ketika kami pergi hang-out. Sepertinya Dani mengerti lalu ia pun mengambil boneka itu, “Ohiya, ini kado dari aku” ucapnya tersenyum dan akupun memeluk boneka hello kitty itu.

Hari ulangtahunku hampir berakhir, hujan pun seolah menyampaikan pesan yang tak mampu disampaikan oleh lisan. Pesan yang hanya dirasakan oleh mereka yang perasa. Dan kini hanya Dani yang menemaniku, Mama pergi ke kantin rumah sakit untuk membelikanku susu kotak kesukaanku. Aku merasa sudah dekat, dan seseorang yang tak kukenali itu datang lagi. Dia duduk di sofa seperti menunggu kekasihnya.

Aku tak menghiraukannya, “Dan, aku boleh peluk kamu ga? Dingin” ucapku pada Dani. Entah kenapa perkataan tadi terucap saja tanpa aku perintah. Dani tersenyum lalu ia pun memelukku erat seakan tak mau melepaskanku. Pelukan yang mampu membuatku nyaman dan tenang. Orang itu mulai menatapku dengan tatapan tajam, aku memeluk Dani makin erat, “Terus jadi sahabatku yang paling aku sayangi, Dan. Teruslah jadi seseorang yang mampu menenangkanku dikeadaan bagaimanapun. Tapi maaf aku gabisa membalas semua yang kamu lakukan ke aku. Ketahuilah, aku menyayangimu lebih dari yang kamu tau dan kamu rasakan” ungkapku lirih dan butiran bening pun mulai menetes lagi.

Dani mempererat pelukannya, “Kamu selalu jadi dia yang mewarnai hari-hariku, Kei. Tetaplah jadi Keila yang aku sayangi. Tetaplah jadi Keila yang kuat, yang manja, yang jadi gila ketika liat barang-barang hello kitty. Aku yakin kamu pasti sembuh, kamu pasti bisa sehat kaya dulu lagi” jawab Dani yang mampu membuat butiran bening ini makin deras.
Dani pun melanjutkan, “Kalo bisa saat ini aku mau gantiin posisi kamu. Aku mau nahan rasa sakit yang saat ini kamu tahan. Ketahuilah, aku merasakan sakit yang berlebih ngeliat kamu kaya gini. Ngeliat kamu terbaring lemah melawan sejuta rasa sakit” ucap Dani dan ia pun melepas pelukannya lalu mengusap lembut bekas butiran bening yang berhasil membuat pipi ini licin.

Mama pun datang membawa susu kotak kesukaanku, entah kenapa orang asing itu kini berdiri dan melangkah perlahan menghampiriku. Tapi kenapa Dani dan Mama tak menyadari kehadirannya?
Aku memeluk Mama, “Ma, aku takut. Aku mau peluk Mama terus” ucapku pada Mama.
Mama pun mempererat pelukannya, “Mama sayang kamu, jangan takut. Ada Mama sama Dani kan disini. Kalo kamu mau apa-apa tinggal bilang” jawab Mama menenangkan.
Kini orang asing itu berada dihadapanku, “Aku salah, ayo ikutlah denganku. Aku sudah menantimu duduk disana sedari tadi. Cepatlah, banyak tugas untuk menjemput orang-orang lain” ucapnya yang membuatku takut.

Nafasku mendadak tercekat, “Makasih Mama, Dani” dan kini aku bersama orang asing itu. Aku melihat ragaku sendiri dalam pelukan Mama, begitu damai. Setelah rasa sakit yang aku perjuangkan dan inilah akhirnya, kita berbeda alam.

Dani mulai menyadari kejanggalan, “Kei?” ucapnya sambil menggenggam pergelangan tanganku. Sepertinya tak ditemukan denyut nadi, tampak bahwa Dani begitu terpukul. Aku tak tega melihatnya begitu, apalagi Mama yang sangat aku sayangi. Mama meneteskan butiran bening cukup banyak dan dalam sekejap sudah membanjiri pipinya yang mulai keriput itu, “Innalillahi wainna ilaihi roji’un, tenanglah disana, Kei. Mama akan selalu mendoakan kamu. Kini kamu terbebas dari rasa sakit yang dua hari ini kamu tahan” ucap Mama dengan nada sesenggukan.
Dani pun ikut menangisi kepergianku yang begitu cepat, “Baru aja kamu tiup lilin, Kei. Kamu ingkar janji sama aku, kamu bilang kamu bakal jadi sahabatku selamanya. Tapi sekarang kamu ninggalin aku” ucapnya

Kini Mama pun menenangkan Dani, “Ikhlasin Keila, Dan. Dia udah tenang dan ga nahan rasa sakit yang nyiksa dia lagi. Tetep doain Keila, semoga dia tenang disana” ucap Mama pada Dani. Jujur saja aku tidak mau pergi secepat ini.
Dan akhirnya kini selesai sudah ceritaku, selesai tepat diusia ke 16. Usia yang cukup muda. Lanjutkanlah perjalananmu, Dani. Ingatlah, aku selalu hidup dalam kenanganmu. Aku selalu hidup disetiap detak jantungmu, aku menemanimu walau ragaku tak disampingmu ….

Tentang Penulis:Nama: Annisa Raudhatul Jannah
Kelas: XI Akuntansi
Sekolah: SMK YPW Krakatau Steel Cilegon
Alamat facebook: facebook.com/aniisarj
Twitter: @aniisarj

Cerita Terkait

Cerita Remaja: Last Birthday By Annisa Raudhatul Jannah
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE