Luka Desember By Musyfiq

Ads:
LUKA DESEMBER
Penulis : Musyfiq

Dalam sebuah penantian yang begitu panjang, sambil menapaki jalur yang begitu misteri, aku hanya bisa duduk seorang diri, meratapi apa yang akan terjadi dipelabuhan hati ini. Akan berbunga indahkah? Atau malah berbuah suram, pengap dan menyeramkan? Aku tidak tahu juga. Yang jelas, aku pasrahkan semua pada waktuku, biar waktu yang membawa lari diriku pada dunia nyata. Yang penuh dengan fakta dan realita kebenaran.

Kemarin, lamunan demi lamunan telah aku coba untuk menghibur diri yang hari ini dalam keadaan labil. Aku tatap langit, mengharap akan ada jawaban. Sekedar memberikan peta agar aku bisa kembali pulang ke pelukanmu. Tapi rasanya, langit malam itu berkelabut, tidak mungkin ada secercah cahaya yang sudi untuk menunjukkan bahwa masih ada harapan untuk rasa ini diteruskan.
@@@

Minggu, 07 Desember 2014
Aku adalah orang yang selalu mengharapkan hadirmu, selalu ingin menjadikanmu purnama yang menjadikan kebanggaan semua orang. Bahkan aku ingin menjadikanmu ratu disingga sana hatiku. Tapi, saat ini aku masih belum punya cara untuk menjadikanmu indah dalam malamku.
Entahlah, apakah ini aku dalam dirimu atau kamu dalam diriku. Kadang semua seakan semu, harap yang mulai dulu, harap yang selalu menjadi bagian doaku dan harap yang mungkin dia sudah tau; waktu itu aku membawanya pada rumah yang asing baginya (itulah rumahku: rumah keluargaku).
Minggu ini, serasa minggu pada waktu itu sayangku. Aku merasakan keindahan yang begitu sangat pada minggu ini. Walau aku sadari, aku sampai detik ini belum bisa membahagiakanmu. Sesungging senyummu aku rasakan hari minggu ini, seperti senyum indah minggu kemarin, sesaat kau kerumahku.

Jujur aku akui, aku merindukan itu. Teduh matamu. Senyum indahmu. Walau aku tidak tau, apakah kau juga merasakan hal itu.
@@@

Luka Desember By Musyfiq

Senin, 08 Desember 2014.
Kutemui kau dengan keadaan yang cukup berbeda. Jika dimalam kemarin, senyummu masih untukku, mara teduh itu selalu bertemu dengan mataku. Namun hari ini seakan miris untuk memandangku. Entah kabar apa yang kau dapatkan. Entah narasi apa yang orang dengungkan. Perbincangan pagi itu, seakan membawa kesunyian hati. Kebahagiaan yang tercipta menjadi beban peperangan bathin. ""Adakah satu sudut yang masih bersisi kepadaku? Atau sudut sisi itu sudah menjelma kepingan yang akan hancur secara perlahan?"". Subhanallah, jika kalimat terakhir itu adalah hal yang terjadi hari ini, maka maafkan. Aku tidak tau intituisi dalam dialog bathinmu. Aku tidak tahu, mana ada dan tidak hadirmu. Yang aku tahu dari kemarin adalah merindumu. Yang aku tau dari kemarin kau dan aku, bertujuan yang sama. Keyakinan itu membawaku hingga pada waktu pengenalanmu dengan keluargaku..

Selasa, 09 Desember 2014
Akhirnya aku mengenali dirimu dalam diriku. Sungguh kejam kejadian itu. Hingga hampir menenggelamkan kepercayaanmu. Entah apa itu arti dari gelombang yang hampir menghanyutkan kita dalam temaramnya waktu. Hampir dengan seketika kau menjadi bagian yang lain. Pecah di antara rindu yang tertanam.

Pagi ini, aku merindukan kembali pada mata teduhmu itu. Ingin sekali aku bersegera menemuimu dalam bisingnya waktu yang seketika berkelabat diantara pagi yang dingin. Sekedar mencurahkan apa yang terjadi. Berbagi dengan indahnya pagimu. Walau aku yakini pagimu tidak akan sedingin pagiku.

Aku bermuram dengan rindu yang aku bawa dari mimpi ke kota ini. Berharap nanti akan ketemu dirimu. Sekejap saja bila tidak lama. Intinya aku bisa mengutip sesaat senyum ranum dan mata teduhmu. Hingga aku yakini, senyum ranum dan mata teduhmu bakal membawa kehidupan yang semakin baru dihatiku. Semakin hari, ingin jauh darimu sudah serasa begitu sulit. Perlahan, aku mencoba menjelma menjadi dirimu yang anggun. Melengkapi segala harap yang nantinya kita idamkan kebahagiaan tiada tara.
Berharap, waktu akan berkata pasti. Berharap, waktu akan menjawab selamanya. Berharap, semuanya akan berbunga-bunga.
Rabu, 10 Desember 2014

]Alhamdulillah, pagi ini aku bisa kembali menyapamu cinta. Walau di pagi ini kau mungkin sudah mendengkur dengan sangat membenciku. Jujur, rasanya ingin sekali aku pergi, ingin sekalo aku jauh darimu. Karena kau seakan tidak ada ubahnya dengan dia yang pernah hidup denganku. Apa-apa menjadi salah. Apa-apa menjadi kecemburuan. Seakan kau berubah begitu saja.

Haruskah aku berbilang setiap waktu kepadamu? Haruskah aku mati karenamu? Dan haruskah, sampai hatikah kau seperti itu kepadaku? Sungguh, aku tidak menemukanmu yang dulu, saat-saat kau masih baru mengenalku. Saat-saat aku masih baru mengenalmu. Pagi ini, aku mendapatkanmu dengan segala persepsimu sendiri. Tidak kata atau tidak bisa aku jelaskan mana yang fakta dan mana yang hanya rekayasa. Tetapi, sekali lagi itu adalah tolak ukurmu. Mungkin ini adalah akunya kamu. Jadi semua keputusan ada pada dirimu. Bukan cuma aku dalam kamu yang begitu sulit untuk di terka. Bukan cuma aku dalam kamu yang tidak bisa dikata. Tetapi, kamu dalam aku lebih sulit lagi untuk di cerna. Kata dengan realitamu berbeda.

Maaf bukan mau menghakimi atau ingin mengadili. Jika pagi ini kau sakit dengan semua ini. Aku lebih sakit kembali dari padamu.

Dan hari ini aku terkesan mengajarimu. Maafkan aku. Aku tidak tahu cara apa yang sekiranya akan membuatmu sadar tentang kebutuhan ini. Sungguh, aku sangat mencintaimu. Dalam rasa itu dalam hatiku, tidak gampang bagiku mencintai yang lain.

Tentang Penulis :Nama Musyfiq lahir di Bragung Guluk-guluk Sumenep. adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumenep. Aktif di berbagai organisasi atau komunitas kepenulisan. Karyanya terbit di berbagai media, baik cetak maupun elektronik, baik lokal ataupun nasional. Penulis juga menjabat kepengurusan dalam Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumenep. Juga sedang manjabat sebagai anggota pada Biro Pers dan Pengembangan Opini Publik PMII STKIP PGRI Sumenep

Cerita Terkait

Luka Desember By Musyfiq
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE