Pemberi Harapan Palsu By Keyko Dera Vellina Letha

Ads:
PEMBERI HARAPAN PALSU Penulis : Keyko Dera Vellina Letha   

Dea Salsya Nabella, itulah nama panjang gue. Biasanya gue dipanggil Dea, siswa kelas 10-AK SMK Sejati. Gue dua bersaudara dari hasil perkawinan bunda (Ria) dan ayah (Roy), gue punya kakak cowok yang paling gue sayang, yaitu kak Rizky, Rizky Alvaredo. Gue punya kisah tentang cinta gue sama kakak kelas gue yang sampai saat ini nggak ada ujungnya dan nggak jelas apa setatusnya.

Well, awalnya gue kenal dia waktu Masa Orientasi Siswa (MOS). Dia salah satu orang penting dalam acara ini. Awalnya sih gue nggak suka sama gaya dia yang sok cool, tapi setelah gue perhatiin memang dia cool sih, keren. Singkat cerita, waktu itu gue sempat pingsan, efek nggak sarapan sih. Yang akhirnya gue di bawa ke UKS. Saat itu Cuma ada gue dan dia di dalam UKS. Waktu gue sadar dia senyum sama gue.
“Hey, Lo udah sadar?” Tanya dia.
“Gue ada di mana kak?” Pura-pura nggak tau aja buat mecahin omongan. Hahahaha
“Lo di UKS. Lo nggak makan ya tadi, nih ada makanan, makan ya?” Dia ngasi sepiring bubur ke gue.
“Nggak deh kak, makasih.” Gue menolak dengan lembutnya.
“Jangan nolak, ntar lo tambah sakit. Gue suapin deh.” Entah dia bercanda apa serius. Spontan pipi gue merah, salah tingkah dan malu.
“Nggak usah deh kak, gue makan sendiri aja.” Gue ambil piring itu dari tangan dia, tapi dia malah ngejahuin piringnya.
“Sudah sini buka mulut lo, gue suapin.” Dia nyuapin gue. Gue yang baru aja jadi anak ABG ya langsung GR lah, disuapin sama kakak kelas, OSIS lagi. Kapan lagi coba disuapin sama kakak OSIS yang biasanya terkenal angkuh dan kejam. Baru dapat dua suapan gue sudah nek banget yak karena gue nggak suka sama bubur.
“Udah kak!” Gue menampis tangan dia yang mau nyuapin gue lagi
“Kan baru sedikit, lagi ya? Kapan lagi coba lo disuapin sama kakak kelas yang gantengnya kayak gue?” Candanya
“Hih! Emang kakak keren apa?” Gue mengernyitkan dahi sambil ketawa geli.
“Keren dong. Hahahaha. Oh ya, nama lo siapa?” Tanya dia, karena kebetulan hari itu gue pakai baju olah raga, jadi nggak ada nama dadanya.
“Dea kak.” Jawab gue simple.
“Oh, Lo nggak tanya nama gue?” Tanya dia
“Kan udah ada itu di dada kakak. Rio Agusta Febriano. Iya kan.” Gue baca nama dada dia.
“Yap. Panggil aja gue Rio. Gue balik ke lapangan dulu ya, nggak enak sama yang lain. Lo istirahat aja dulu.” Gue Cuma nganggukin kepala. “Eh sebentar gue minta nomer HP Lo. Catat aja, nih Hp gue.” Dia ngasih Hp dia ke gue. Gue langsung aja nyatat nomer Hp gue. “Thanks ya.” Lalu dia pun ke luar dari UKS.

Malemnya gue lagi asyik nonton tv, tiba-tiba HP gue bunyi, ada panggilan masuk dengan nomer baru. Gue malas banget mau jawab tu telpon. Tetap aja HP gue bunyi terus. Akhirnya gue putusin buat ngejawab tu telpon, ya siapa tahu penting.
“Hallo!” Terdengar suara menyapa dari kejauhan sana.
“Iya, Halo! Siapa ya?” Jawab gue.
“Ini Dea kan?” Tanya si penelpon itu.
“Iya, ni siapa?” Tanya gue dengan pertanyaan yang sama.
“Gue Rio, De. Ganggu nggak?” Jawabnya.
“Oh kak Rio. Enggak kok kak, ada apa?” Tanya gue lagi.
“Nggak apa-apa sih, gue Cuma mau ngasi tahu aja kalo ini nomer gue. Kamu lagi sibuk nggak?” Tanyanya.
“Enggak kok kak. Memangnya kenapa?”Tanya gue balik.
“Ya nggak apa-apa sih. Cuma pengen ngobrol aja sama lo.” Jawabnya.
“Oh.” Jawab gue singkat.
“Udah dulu ya de, kapan-kapan di lanjut.” Katanya.
“Iya.” Jawab gue singkat.

Pemberi Harapan Palsu By Keyko Dera Vellina Letha  

MOS hari terakhir adalah acara outbound di pantai. Karena gue paling takut sama ombak, jadi gue nggak ikut outbound dengan alasan nggak enak badan. Tiba-tiba gue ngeliat kak Rio ngehampirin gue.
“Hai, De!” Sapanya.
“Hai , Kak Rio!” Sapa gue balik.
“Lo kenapa nggak ikut outbound?” Tanya dia, lalu duduk di samping gue.
“Emmmm, gue nggak enak badan kak.” Jawab gue bohong.
“Lo bohong ya? Lo takut kan sama ombak?” Tanyanya meledek.
“Enggak, kata siapa?” Tanya gue balik berusaha nutupin.
“Udah nggak usah bohong. Yuk kita ikut outbound.” Ajak kak Rio.
“Enggak deh kak, iya aku emang takut banget sama ombak.” Jawab gue mengaku.
“Udah tenang aja, ada gue.” Kak Rio menarik tangan gue.
“Enggak ah kak. Gue takut.” Tapi dia nggak mengindahkan kata-kata gue dan terus narik gue kea rah outbound. Sebenarnya outboundnya nggak rumit sih, kita Cuma di suruh ngambil bendera yang ada di perahu di tengah-tengah laut dengan jet sky. Tetap aja meskipun sebenarnya asyik, gue nggak suka dan takut banget sama ombak. “Kak udah deh, nggak lucu.” Gue narik tangan gue dari genggaman tangan kak Rio, gue sempet nangis, Dan akhirnya kak Rio berhenti.
“Kok nangis? Cengeng banget sih lo, gitu aja nangis.” Ejeknya.
“Udah deh kak, nggak suka gue. Gue trauma sama ombak kak” Gue makin nangis dan lari menjauh dari pantai. Kak rio pun mengejar gue.
“Maafin gue de, gue bercanda.” Katanya.
“Gue nggak suka.” Gue nangis di bawah pohon kelapa yang lumayan jauh dari pantai.
“De, maafin gue.” Kak Rio meluk gue. “Lo mau nggak cerita, kenapa lo trauma sama ombak?” Tanya kak Rio.
“Dulu, waktu gue masi umur 5 tahun dan kakak gue, kak Rizky, umur 8 tahun, kita sekeluarga liburan ke Bali. Waktu itu gue sama kak Rizky main di pantai, mama sama papa saat itu masi tidur di kamar hotel tempat kita menginap. Kak Rizky dan gue pergi ke pantai sendirian. Kita main pasir di pantai, tiba-tiba ada ombak besar datang. Gue dan kak Rizky nggak sempat lari. Terus kita keseret ombak itu. Ya untungnya saat itu ada seorang bapak-bapak yang nyelametin gue sama kak Rizky. Makanya sekarang gue takut banget sama ombak.” Jelas gue panjang lebar.
“Oh gitu! Ya udah maafin gue ya?” Mohonnya.
“Iya.” Jawab gue singkat.
“Gini deh sebagai tanda perminta maafan gue, ntar malam lo mau nggak diner di Restauran favorit gue. Ntar gue jemput lo. Gimana?” Tawarnya.
“Gimana ya?” Gue pura-pura mikir.
“Kenapa? Lo nggak mau ya?” Tanya Kak Rio dengan raut wajah penuh harap kalo gue bakal terima ajakan dia.
“Ya gimana ya kak? Bukannya gue nggak mau sih, tapi ntar kalo cewek kakak tau, kan abis gue?” Jawab gue pura-pura nolak, padahal mau banget sih.
“Hahahahahaha.” Kak Rio tertawa.
“Loh kok tertawa sih kak?” Tanya gue bingung.
“Gue nggak punya cewek, De. So, santai aja. Nggak bakal ada yang marah kok.” Jawabnya.
“Ok.” Jawab gue singkat sambil senyum dan menatap dalam mata kak Rio. “Nih cowok, resek sih. Tapi dia cakep dan selalu bikin gue nyaman kalo di dekat dia.” Pikir gue dalam hati.
“Lo ngomong apa De?” Tanya kak Rio seolah-olah dia tau apa yang sedang ada dalam pikiran gue. Spontan pipi gue merah dan langsung berdiri menjauhinya.
“Ng… Nggak kok. Gue nggak mikir apa-apa.” Jawab gue terbata-bata.
“Lo bilang gue resek kan, tapi gue cakep, dan lo selalu nyaman kalo ada di dekat gue.” Katanya sambil beranjak dan mendekati gue.
“Hah..!!” Gue terkejut. “Dari mana dia tau apa yang ada di pikiran gue?” Batin gue.
“Udah, ntar juga lo tau gue tau dari mana.” Kata kak Rio lalu berjalan menjauh menuju pantai. Gue masih bengong dan bingung, dari mana dia bisa tau apa yang ada di fikiran gue. Jangan-jangan dia juga tau kalo gue mulai suka sama dia.

Malam hari, sekitar pukul 06.30 kak Rio kirim sms ke gue, “De gue on the way rumah lo.” Gue nggak jawab sms dia dan langsung siap-siap. Nggak lama, gue denger ada mobil parker di depan rumah gue. Karena kebetulan kamar gue di atas, jadi gue bisa liat dari jendela kamar gue.
Ting… Tong… Bell rumah gue bunyi… Karena pembantu gue lagi pulang kampung dan mama lagi nemenin papa nyelesein proyek di luar kota, terus gue masih siap-siap, jadi yang buka pintu kak Rizky.
“Malem!” Sapa kak Rio pada kak Rizky.
“Iya, malem! Mau cari siapa?” Tanya kak Rizky.
“Deanya ada? Gue Rio, kakak kelasnya Dea.” Kak Rio mengulurkan tangannya pada kak Rizky.
“Gue Rizky, kakaknya Dea.” Kak Rizky menjabat tangan kak Rio. “Silahkan masuk, gue panggilin dulu, Dea masi di atas.” Kak Rizky menyuruh kak Rio masuk dan dia langsung ke atas, ke kamar gue.
“De, ada yang nyari lo di bawah.” Katanya, masuk kamar gue tanpa ngetuk pintu.
“Kakak!” Ucap gue dengan nada tinggi.
“Kenapa?” Tanya kak Rizky pura-pura nggak tau kesalahannya.
“Masuk seenaknya dehh.” Sungut gue.
“Maaf. Siapa dia?” Tanya kak Rizky dengan nada menyelidik.
“Temen, emang kenapa?” Tanya gue, lalu ambil tas dan ke luar dari kamar.
“Pacar lo?” Tanyanya lagi.
“Apaan sih kak, bukan. Dea ke luar dulu ya.” Gue liat kak Rizky sedikit mengernyitkan alisnya, itu tandanya dia kurang setuju gue pergi sama kak Rio.
“De, lo kan baru kenal sama dia.” Katanya mengingatkan.
“Makan malam doang kak.” Jawab gue dengan raut muka penuh harap.
“Terserah deh, jam 8 lo udah harus sampai rumah. Kalo nggak lo tau akibatnya.” Biasanya kalo gue nggak nepatin waktu yang udah di tentukan kak Rizky saat ingin ke luar dan bunda sama ayah lagi nggak ada di rumah, Hp dan laptop gue pasti di ambil dan nggak bakal di kembaliin sampai mama sama papa datang. Ya, itu dia lakuin semata-mata karena kakak gue itu nggak pengen gue jadi cewek yang nggak bener.
“Siap, tuan.” Jawab gue dengan hormat, kayak lagi hormat bendera pas upacara. Gue pun ke bawah nemuin kak Rio.
“Maaf ya kak, lama ya?” Gue berdiri di depan kak Rio yang lagi pasang muka BT. Dia ternganga liat penampilan gue malam ini, yang tampil beda. Biasanya kalo di sekolah gue tampil apa adanya, pasang jilbab ala anak ponpes. Tapi malam ini gue pakai dress jersey warna ungu + cardigan brocade kapucong dengan pasmina jersey. “Kok ngeliatin gue kayak gitu sih kak?” Kat ague menegurnya yang dari tadi ngeliatin gue.
“Eh, enggak kok, de. Brangkat yuk!” Ajaknya.

GUe dan kak Rio pun berangkat ke sebuah restaurant mewah. Kami mengambil tempat di paling ujung restaurn tersebut.
“Mau pesan apa mas?” Tanya seorang pelayan sambil memberikan menu hidangan.
“Lo mau pesan apa, De?” Tanya kak Rio.
“Beef steak aja deh kak, minumnya jus strawberry pake susu.
“Ya udah, Beef steak 1 mbak, jus strowberrynya satu, Chiken spicy saus special 1 sama mocca latte 1.” Kata kak Rio kepada pelayan restaurant itu.
“Baik mas, tunggu sebentar ya.” Pelayan itu pun pergi meninggalkan meja kami.
“Kak makasih udah ngajak aku diner.” Kata gue.
“Iya, sama-sama.” Jawabnya singkat. Makanan pun sampai di meja kami. Tiba-tiba ada cewek yang nyamperin meja kami.
“Rio!” Sapa cewek itu.
“Hey, Din.” Kak Rio beranjak dari duduknya dan meluk si cewek itu. Sontak gue kesal, nggak tau kenapa gue nggak suka liat kak Rio pelukan sama cewek lain.
“Eh, Din. Kenalin ini adik kelas gue.” Kak Rio ngenalin gue sama cewek itu.
“Dinda.” Cewek itu mengulurkan tangannya.
“Dea.” Jawab gue menyambut uluran tangannya.
“Boleh duduk nggak?” Tanya Cewek itu.
“Oh boleh dong. Silahkan.” Kak Rio menarikkan kursi untuk Kak Dinda dan menyurunya duduk.
“Huh! Siapa sih ni cewek, kayaknya deket banget sama kak Rio.” Batin gue, kesel banget.
“Lo kenapa, De?” Tanya kak Rio menatap tajam mat ague.
“Nggak apa-apa kak.” Jawab gue.
“Jangan bohong.” Desak kak Rio.
“Gue ke toilet dulu kak.” Gue pun melangkah cepat menuju toilet. Ternyata kak Rio nyusulin gue.
“Lo kenapa sih De, lo cemburu. Dinda itu. . .”
“Apa sih kak. Aku nggak cemburu kok. Aku pulang dulu ya.” Belum sempat kak Rio menjelaskan aku udah pergi ninggalin dia.

Waktu sampe di rumah kak Rizky udah nunggu gue di teras.
“Lo kenapa pulang sendirian dek, mana Rio?” Tanya kak Rizky. Gue nggak jawab tapi langsung masuk kamar. Gue nerima BBM dari kak Rio.
“De, gue tau lo cemburu, gue tau lo marah. Tapi Dinda itu Cuma sahabat gue, nggak lebih.”
Gue Cuma baca doang dan langsung tidur. Tapi, tiba-tiba kak Rizky ngetuk pintu kamar gue.
“Dek, buka nggak?” Teriak kak Rizky.
“Masuk aja kak, nggak gue kunci.” Jawab gue malas-malas.
“Lo kenapa?” Tanya kak Rizky menyelidik.
“Nggak apa-apa kak.” Jawab gue berusaha nutupin perasaan gue yang lagi BT banget.
“Dek, lo nggak bisa bohong sama kakak . Ada apa sih dek?” Desak Kak Rizky.
“Kak Rio tadi cipika-cipiki sama cewek kak waktu di restaurant.” Jawab gue to the poin sambil manyun.
“Loh, memangnya lo udah jadian sama Rio? Kan lo baru kenal.” Kata Kak Rizky heran.
“Eh kakak, siapa yang jadian. Enggak lagi kak.” Jawab gue.
“Nah terus kenapa lo cemburu?” Tanyanya lagi.
“Maka dari itu kak, gue bingung. Kayaknya gue mulai jatuh cinta sama dia.” Gue langsung berbaring meluk Si ping boneka kesayangan gue.
“Eh dek, Lo kan baru kenal sama dia. Jangan tiba-tiba jatuh cinta dulu dong. Kan lo belum tahu luar dalemnya dia.” Nasehat kak Rizky. Gue nggak jawab apa-apa.

Keesokan harinya di sekolah aktifitas KBM sudah di mulai, sebagai siswa baru kita Cuma dapat materi pengenalan saja. Waktu istirahat gue sama Cici (Teman baru gue) pergi ke kantin. Gue ngeliat kak Rio sama cewek yang kemarin, ternyata tu cewek kakak kelas gue juga kelas 12 Jurusan TI.
“Heh De! Liat apa lo?” Tanya Cici ngebuyarin lamunan gue.
“Ah, lo Ci! Ngagetin gue aja.” Sungut Gue.
“Lagian lo sih, De. Liatin apa sih?” Tanya Cici.
“Nggak kok Ci, yaudah kita nggak jadi makan ya.” Gue narik tangan Cici.
“Eh tunggu dong. Kenapa sih?” Tanya Cici.
“Nggak papa Ci. Udah yuk balik ke kelas.” Paksa gue.
“Gue laper De, tega banget sih lo.” Cici pasang wajah cemberut, dan pada akhirnya gue jadi masuk kantin nemenin si Cici makan. Gue sempat lirik sih ke arah Kak Rio, dan dia pun ngeliat kea rah gue. Gue sih heran, tumben dia nggak nyamperin gue. Ternyata di BBM gue. “Sory, De. Lagi banyak temen gue.” Nggak nyangka banget gue, ternyata dia nggak nganggap gue kalo lagi sama temen-temennya.

Waktu pulang sekolah gue ketemu dia di depan Aula sekolah.
“De!” Sapa kak Rio. Gue cuma senyum kecut aja. Kak Rio narik tangan gue.
“Apa sih kak?” Nada gue sedikit membentak.
“Lo marah sama gue?” Tanya kak Rio.
“Nggak nyangka ya kak, gue piker lo orang baik-baik. Nggak gengsian. Ternyata lo pura-pura nggak kenal kalo di hadapan teman-teman lo. Pengecut banget sih!” Gue narik tangan gue dan pergi ke arah gerbang.
Tiba-tiba kak Dinda ngehalangin langkah gue. Gue langsung berhenti melangkah.
“Ada apa kak?” Tanya gue sama kak Dinda yang pasang wajah garang kayak singa betina yang udah seminggu nggak di kasi makan.
“Lo Dea kan, yang kemarin ketemu di resto lagi makan sama Rio?” Tanyanya balik.
“I. . . Iya kak. Kenapa kak?” Gue gemeteran lihat wajah dia yang bener-bener garang itu.
“Lo ikut gue.” Kak Dinda narik gue ke tempat parkir mobil siswa. “Lo tau kan Rio itu siapa? Gue harap lo nggak deket-deket deh sama Dia.” Tegas Kak Dinda.
“Ta. . . Tapi kak. Kan kakak bukan pacarnya Kak Rio.” Jawab gue.
“Hahahaha. . .” Kak Dinda ngetawain gue. “Lo bego banget sih, mau aja di begoin si Rio. Semua juga sudah tau kalo gue sama Rio itu udah pacaran selama 2 tahun. Ngerti Lo!” Bentak Kak Dinda. Gue nggak ngejawab dan langsung pergi ambil mobil gue dan tancap gas pulang. Waktu diperjalanan sudah 6 panggilan tak terjawab dari Kak Rio. Gue kirim BBM ke dia. “Nggak usah hubungi gue lagi kak.” Sampai di rumah gue lihat ada mobil Kak Rio di depan gerbang. Gue turun dari mobil dan nyamperin kak Rio.
“Ada apa lagi sih kak, kan gue sudah bilang nggak usah hubungi gue dan nggak usah temui gue!” Bentak gue.
“Lo, kenapa sih De?” Tanya kak Rio pura-pura nggak tau.
“Apa lagi sih kak yang perlu di jelasin. Semua udah jelas.” Tegas gue. “Alasan gue kayak gini sama lo kak, itu karena kak Dinda!”
“Kenapa Dinda?” Tanyanya masih pura-pura nggak tau.
“Kak Dinda itu cewek kakak kan, dia pacar kakak kan. Dan dia udah ngancem Gue buat ngejauhin lo.” Jelas gue. Tiba-tiba Kak Rizky buka gerbang dan langsung nonjok Kak Rio.
“Udah Kak!” Tahan gue pada kak Rizky yang mau nonjok lagi kak Rio.
“Gue udah denger semuanya. Berani-beraninya lo mainin adik gue, padahal lo baru kenal sama dia dan lo udah berani bikin dia nangis!” Marah kak Rizky. “Pergi lo dan jangan pernah lo datang ke mari lagi apalagi nemuin adik gue!” Gue Cuma diem dan nangis doang, terus gue masuk rumah.

Ternyata Bunda udah dateng dan waktu liat gue nangis Bunda langsung nyamperin gue ke kamar.
“Lhoh, Anak Bunda yang paling cantik kok nangis? Nanti ilang lhoh cantiknya?” Kata Bunda. Gue nggak jawab dan nerusin nagis gue. Kak Rizkypun masuk ke kamar gue dan langsung nimpalin omongan Bunda.
“Tuh bun, nggak bisa di bilangin sih. Baru juga kenal udah mau aja di ajak ke luar sama kakak kelasnya.” Timpalnya.
“Kakak, Gue kan cuma ke luar gitu doang.” Jawab gue dengan nada manja.
“Iya kalo lo nggak turutin tu anak ganjen, lo nggak bakal nangis-nangis gini dek sekarang!”Tegas Kak Rizky.
“Bener itu sayang?”Tanya Bunda.
“Enggak Bun, Dea Cuma pergi makan malem sama Kak Rio, Dea nangis karena BT aja dimarah-marahin pacarnya Kak Rio.” Jelas Gue.
“Makanya kalo belum kenal deket itu jangan tiba-tiba mau di ajak jalan. Mentang-mentang dia OSIS terus sekali baik sama lo, lo mau di ajak ke luar. Terus lo mau di bilang cewek gatel.” Sahut Kak Rizky.
“Rizky, Sudah!” Bentak Bunda.
“Ya maaf Bun, Rizky nggak mau aja Dea disakitin sama siapapun.” Jawab Kak Rizky. “Awas lo dek sampai gue lihat lo jalan lagi sama tu cowok. Gue sita semua gedjet lo.” Ancam Kak Rizky lalu dia keluar kamar.
“Sayang, Bunda cuma ingetin. Sekarang adek nggak usah mikir cinta ya, nggak usah pacaran. Adek sekolah aja ya yang bener.” Kata Bunda lalu cium kening gue.
“Iya Bun.” Jawab gue singkat. Bunda Cuma senyum dan langsung keluar kamar gue.

Keesokan harinya waktu di sekolah gue ketemu sama Kak Rio di depan perpustakaan.
“Dea!” Sapa kak Rio. Gue Cuma senyum simpul terus nglanjutin jalan ke kelas.
“De, tunggu De!” Teriak kak Rio. Gue nggak jawab apapun, gue terus jalan sambil nahan air mata gue. Kak Rio ngejar gue sampe ke kelas.
“De, lo masi marah sama gue?” Tanyanya sambil duduk di bangku gue.
“Lo nggak denger kak, semalem Kak Rizky ngomong apa?” Jawab gue kasar.
“Gue minta maaf, De.” Katanya.
“Gue udah maafin. Sekarang kakak yang keluar atau gue yang keluar?” Tanya gue menggertak.
“Enggak dua-duanya.” Jawabnya dengan mendekatkan wajahnya ke wajah gue. Tanpa sengaja gue nampar dia, lalu lari ke luar kelas.
Kak Rio ngejar gue.
“Tampar gue sepuas lo de, sampai lo puas dan mau maafin gue.” Kata kak Rio. “ Gue ngaku, gue emang pacaran sama Dinda tapi gue mulai suka sama lo.” Lanjutnya.

Gue langsung balik badan dan menatap wajah kak Rio.
“Tapi, sayangnya gue nggak bakal mau di sukai sama orang munafik kayak Lo kak! Denger kan kemarin kak Rizky ngomong apa. Jangan deketin gue lagi!” Jawab gue kasar.
“Tapi de. . .” Belum sempat kak Rio melanjutkan bicaranya bel masuk berbunyi dan kita langsung masuk kelas masing-masing.

Sejak saat itu gue jarang banget kontek sama dia, dan sampai sekarang kita nggak jelas bersetatus apa. Teman, gebetan atau apa. Yang pasti gue pengen lupain kak Rio, meskipun itu sulit bagi gue.
Sebenarnya sih sampai saat ini dia masi selalu hubungi gue, tapi nggak pernah gue peduliin. Terakhir gue dapat info dari setatus di facebook dia, kalo dia diterima di UI.
Tentang Penulis :
Saya seorang pelajar kelas 2 SMK, yang punya hobi menulis.
Facebook : Keyko Dera Vellina Letha"

Cerita Terkait

Pemberi Harapan Palsu By Keyko Dera Vellina Letha
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE