Ku Harus Bangkit By Mhaya Mamonto

Ads:
KU HARUS BANGKIT
Penulis : Mhaya Mamonto

2 minggu lagi, dan aku akan menginjak usia 17 tahun, usia di mana seorang anak remaja harus menjadi lebih dewasa dan bertanggun jawab. Aku duduk di teras rumah sendirian mencari udara segar, duduk melamun dan mengenang 16 tahun yang sudah ku lawati selama ini.

Minggu 25 oktober 1998, hari di mana aku menanggis untuk pertama kalinya, hari yang telah di nanti-nantikan oleh kedua orang tua ku. Suara tangisan ku yang nyaring membuat suasana rumah jadi lebih berisik, dengan tatapan penuh haru dan gembira mama tersenyum bahagia dengan kondisinya yang lemah setelah melahirkan aku di dalam kamar yang kecil dan sederhana. Sementara di luar papa tersenyum mendengar suara tangisan ku, mungkin kata syukur dan terima kasihnya tidak terucap dari mulutnya yang kini sedang tersenyum, melainkan terucap dari dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Setelah di mandikan bidan dan di beri ASI mama, papa baru mendekat dan mengendong ku dengan wajah yang masih bahagia, dengan penuh kelembutan beliau mengendong ku untuk yang pertama kalinya. Kemudian beliau mendekatkan mulutnya di telinga mungil ku yang rapuh dan lembut sebuah bisikan pertama yang terucap dari mulutnya untuk diri ku.
“Allahu Akbar Allahu Akbar. 2x 
Asyhadu Allaa Ilaaha Illallaah. 2x 
Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah. 2x 
Hayya' Alash Shalaah. 2x 
Hayya' Alal Falaah. 2x 
Allaahu Akbar Allahu Akbar. 
Laa Ilaaha Illallaah.”

Ya, itu adalah bisikan pertama papa untuk ku, sebuah bisikan yang mengalun lembut di telinga mungil ini. Maya itu adalah nama yang mereka berikan kepada ku. Nama yang kini menjadi identitas diri ku.

Masa kanak-kanak ku sangat menyenangkan, Yang aku ingat masa kanak-kanak ku begitu indah dunia yang penuh warna, canda, dan tawa. Aku berharap masa indah itu berlangsung lama untuk ku, namun ternyata tidak.

Saat melalui masa Sekolah Dasar (SD) semuanya berubah. Sekolah bagaikan tempat penyiksaan, tidak ada canda, tawa, bahkan seorang temanpun. Aku tidak mengerti mengapa mereka membenci aku. Apa karena aku miskin? Atau pekerjaan Papaku yang hanya seorang pekerja serabutan, mereka menganggap pekerjaan Papa adalah pekerjaan terhina sehingga layak di jadikan bahan ejekan seisi kelas? Aku bertahan semampuku, menerima yang seharusnya tidak bisa di terima, bersabar meskipun kesabaran ku sudah mulai habis. 

Memasuki semester Kedua kelas 6, semuanya menjadi lebih buruk. Saat pulang sekolah kadang kala aku di hadang oleh beberapa anak laki-laki di gerbang sekolah. Suatu hari Saat melewati mereka aku hanya diam melihat ke bawah, tanpa melihat mereka. Namun tiba-tiba salah seorang dari mereka menarik tas punggungku dari belakang, dia menarik ku terus kearah belakang hingga sampai di lapangan sekolah. Aku berusaha melapaskan tangannya dari tas ku namun dari arah kanan ada yang melemparkan tasnya kearah ku, aku sudah akan mulai menanggis tapi aku menahannya. Jika aku menanggis mereka hanya akan tertawa dan terus memukul ku. Aku tidak akan menangis, aku akan membalas mereka tapi yang terjadi justru yang sebaliknya, ada sekitar 5 orang anak laki-laki di sekirtar ku, mereka memukul ku dengan kasar mereka, ada yang meninju tanggan ku dengan keras, menendang kaki ku dengan sepatu. Tidak ada yang bisa menolong ku sekolah sudah sepi, para guru juga sudah pulang, jadi aku hanya melawan dengan semampu ku tapi tidak ada gunannya.

“woi… sedang apa kalian” tiba-tiba seorang pria berteriak dari samping kelas tidak jauh dari tempat ku berada. mengejutkan berandalan-berandalan kecil itu, dan membuat mereka lari keluar dari sekolah.

Dengan rasa sakit hampir di sekujur badan, aku berusaha bangkit berdiri. Dan pria tadi datang, dengan lembut dia memegang pundak ku dan membantu ku untuk berdiri seimbang. Saat melihat wajahnya aku langsung mengenali nya, Kak Randi dia adalah teman Papa di tempat Papa berkerja sekarang. Saat Kak Randi menanyakan apa yang terjadi dengan ku, aku hanya diam tanpa melihat wajahnya, mungkin karena merasa kasihan dengan situasi ku sekarang tanpa berkata-kata lagi dia menarik tangan ku, mengajak ku keluar sekolah mendekati sebuah motor yang terpakir di samping sekolah, setelah menghidupkan motor itu Kak Randi melihat ke arah ku, dengan kepala yang menunduk aku naik dan duduk di belakang, dan Kak Randi langsung mengantar ku pulang. Sebenarnya rumah ku tidak jauh dari sekolah, dengan berjalan kaki saja tidak memakan waktu sampai 20 menit.

Keesokan harinya aku mogok Sekolah, di dalam rumah aku mendengar mama berusaha membujuk ku untuk pergi sekolah, tapi aku hanya berdiam diri di kamar mengurung diri dari dunia luar. Ini sudah tiga hari aku mogok sekolah, dan tidak pernah keluar rumah. Meskipun Ujian Sekolah tinggal seminggu lagi aku tidak perduli aku mulai berfikiran untuk berhenti sekolah agar tidak terus menerus mendengar ejekan dari teman-teman sekelas ku. Sorenya mama datang menghapiri aku di dalam kamar, dan mulai mengajak ku bercerita.

Tanpa sepengetahuanku ternyata tadi pagi saat aku masih tertidur mama pergi ke sekolah dan melapor ke pihak sekolah, tentang tindakan 5 anak laki-laki yang menghakimi ku kemarin sepulang sekolah, mereka sudah di hukum dan di laporkan ke pada orang tua masing-masing. Semenjak saat itu, aku merasa lebih tenang untuk pergi ke sekolah dan focus menghadapi setiap lembar soal Ujian Sekolah, dan soal Ujian Nasional.

Berbeda dengan masa SD ku yang kelam, masa SMP ku berjalan lebih mulus, di sini aku bertemu dengan seorang Sahabat yang sebenarnya namanya Nina. Nina ini orangnya tomboy dan kadang kala bertingkah seperti ke banyakan perempuan lainnya, dia adalah tempat di mana aku membutuh kan teman untuk bercerita selain mama. Ada saat di mana kondisi Nina sedang tidak stabil atau dia sedang emosi, dan aku harus memberinya privasi. Nina termasuk orang yang susah dalam menggontrol emosinya. Pernah suatu ketika di pertengahan bulan Puasa, Nina bertengkar dengan seorang temannya hanya karena masalah kecil saja hingga membuat seisi kelas yang tadinya tenang berubah jadi teriakan dan ketegangan. Aku dan beberapa orang lainnya berusa melerai meraka berdua tapi tidak berhasil sehingga membuat wali kelas kami turun tanggan. Menggingat kejadian itu membuat ku tersenyum karena saat wali kelas kami melerai, tidak sengaja tanggan Nina menampar wajah guru wali kelas kami, sehingga membuat hijab paris yang ia pakai berantakan dan hampir lepas. 

Ku Harus Bangkit By Mhaya Mamonto

Di masa SMP ini juga aku mendapatkan seorang teman yang bisa di bilang kurang ajar. 3 tahun aku berteman dengan dia bersabar dengan sifatnya yang satu ini, hingga sampai hari di mana dia membuat mama ku menaggis karena tingkahnya Aku marah, aku kesal, dan ingin memukulnya. Dengan saran Nina yang masuk akal, aku menemui perempuan itu dan langsung melayangkan tanggan ku hingga menampar pipinya di hadapan seisi kelas. Dia tersentak kaget dengan tingkah ku, dan setelah peristiwa itu dia tidak pernah lagi mendekati ku minta bantuan untuk PR Bahasa Indonesi.

Kebersamaan ku dan Nina harus terhenti setelah kelulusan SMP, kami berdua memilih jalan sendiri-sendiri. Aku akan melanjutkan sekolah di tempat yang jauh sementara Nina akan tetap di sini, namun persabatan kami tidak akan pernah terhenti sampai kapan pun. Saat akan mulai menjalani jalan masing-masing Nina memberi ku sebuah nasihat yang masih aku ingat sampai sekarang.

“jangan takut jika ada yang menjatuhkan mu, kamu harus bangkit, kamu harus berdiri menghadapi mereka, bukan dengan pukulan dan tamparan tanggan yang sering aku lakukan. Tapi hadapi mereka dengan prestasi, hadapi mereka dengan kesuksesan. Suatu hari nanti kita akan bertemu lagi, dengan kesuksesan masing-masing, kamu harus lebih berani dari sekarang, ingat kamu harus bangkit.”

Itulah kata perpisahan Nina untuk ku sehari sebelum kami berpisah, semenjak saat itu aku tidak pernah lagi melihat Nina dan mendengar kabar Nina. Nina adalah sahabat terbaik yang aku miliki sekarang, hanya dia yang mengerti aku, hanya Nina yang membuat ku dapat tertawa. Dari Nina aku berlajar menghadapi masalah tanpa harus membuat masalah, meskipun Nina termasuk orang yang tempramental tapi dia tau mana yang baik dan buruk untuk sahabat-sahabatnya. 

“for Nina, thanks you are the best friend that I have had for this, thank you for all the jokes and laughter that you gave. Thank you friend”.

Sekarang saatnya untuk melihat ke depan, melangkah ke depan, melangkah selangkah demi selangkah, menggapai impian meraih masa depan. Aku harus bangkit, aku tidak akan mengecewakan Nina.

Sekarang ini aku sedang menghadapi masa-masa SMA, masa yang di sebut-sebut sebagai masa-masa yang menyenagkan. Aku sekolah di salah satu Sekolah Teknik Menengah (STM). Mungkin jika kalian mendengar kata STM pasti yang terlintas langsung di pikiran kalian adalah sekolah untuk anak Laki-Laki, tapi di kota tempat ku tinggal para siswa perempuan di perbolehkan sekolah di sini. Aku mengambil salah satu Jurusan yang di sediakan, di sana aku mengambil Jurusan Arsitek.

Di kelas Arsitek aku mengenal lebih banyak lagi teman dengan karakter yang berbeda-beda, di sana juga aku bertemu seorang sahabat yang menyenangkan yang sifatnya kebalikan dari sifatnya Nina. 

Dan sekarang aku sedang berfikir tentang akhir cerita ku di sekolah ini, apakah ceritanya akan kembali ke masa-masa SD? atau ke masa-masa SMP? Atau mungkin ceritanya akan berbeda lagi, mungkin lebih seru? Atau mungkin jauh lebih menyiksa dari yang lalu?

Tidak ada yang tau kan, tidak ada yang bisa meramal masa depan, tapi seperti yang kebanyakan orang bilang. Masa Depan Mu Di Beli Di Masa Sekarang. Jadi sekarang aku sedang membeli masa depan ku dengan berjuang dan berusaha menjadi yang lebih baik lagi dari hari kemari, dan hari ini.

Tentang Penulis : Nama Lengkap : Hikmayati Mamonto
Nama Panggilan : Mhaya
Lahir : 25 Octo 1998
Kota : Kotamobagu Sulawesi Utara
Usia : 16
Agama : Islam
Sekolah : Smk Cokroaminoto Kotamobagu (STM)
Alamat FB : MhayaMamonto@yahoo.com

Cerita Terkait

Ku Harus Bangkit By Mhaya Mamonto
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE