Seseorang Itu By Amalia Tamarizka

Ads:
SESEORANG ITU
Penulis : Amalia Tamarizka

Mungkin benar apa yang ia katakan itu. Tak semua ungkapan seseorang adalah kebenaran dan tak semua kebenaran dapat diungkapkan. Sama halnya dengan yang kita katakan, belum tentu dapat kita laksanakan. Tapi semuanya butuh pembuktian, sebagai tolak ukur pertanggungjawaban. Tak perlu berpura-pura, katakan yang sebenarnya.

Aku selalu teringat-ingat akan kata-kata bijak bermakna yang sering dilontarkannya, meneduhkan, memberikan semangat baru. Namun si pemilik kata-kata bijak itu telah melalang buana meninggalkan seberkas cahaya kerinduan yang semakin lama semakin dalam, semakin berarti. Pergi begitu saja, seperti sinar mentari yang hilang tanpa permisi menjadi cahaya rembulan malam. Semua itu adalah kehendak-Nya, kehendak bahwa seorang calon pemotivator sukses yang diam-diam kukagumi itu harus mejalani hidupnya di perantauan dan seorang yang bercita-cita hendak menjadi programmer sukses ini harus belajar beberapa tahun lagi. Aku bersyukur akan pertemuan singkat sekitar 1 tahun itu, pertemuan yang memberi perubahan yang sangat dahsyat dalam hidupku.

“Insyaallah pengusaha sukses” begitulah ujarnya setiap kali aku mengatainya si calon pemotivator sukses. Ia tak pernah mau dikatakan calon pemotivator. “Keinginanku menjadi pengusaha agar dapat menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang sekaligus dapat memotivasi dan menginspirasi orang lain agar lebih mensyukuri hidupnya dan berusaha menuju sukses pilihannya” itulah pemikirannya.
Si kutubuku dan pemalu dengan hidup bernotasi flat yang terlalu berkhayal menjadi programmer sukses suatu saat nanti ini pun telah memilih jalan hidupnya. Setelah kurang dari setahun berkomunikasi dengan si calon pemotivator sukses itu, kini ia telah mengepakkan sayap kupu-kupunya, lebih bebas mengekspresikan hidupnya. Ia sadar bahwa hanya dirinya sendirilah yang dapat merubah hidupnya dan mengantarkan dirinya pada kesuksesan kelak.

“Dia tak pernah mengirimiku sms lagi” kataku dalam hati. “Jika dia mengirimiku sms bulan ini, aku akan tetap menyukainya. Jika tidak, aku akan berhenti menyukainya” tiba-tiba saja pikiran itu datang dan terus menggema di benakku.“Apa yang kurasakan ini? Entahlah. Butuh saran, penjelasan akan hal ini. Kepada siapa akan kuceritakan? Aku tak tahu. Tak terduga apa yang akan terjadi jika kulakukan hal itu.” batinku mengulah. Pikiranku seakan meledak. Mungkin saja sudah ada asap hitam di atas kepalaku. Ah~
Hangat, mungkin. Matahari mulai menyembunyikan sinarnya, sedikit melindungiku. Aku pun mulai bermain dengan bunga-bunga indah itu, tentu saja, tempat itu… tempat segala pengamatan dan keluh kesahku, dan mungkin saja sudah tertulis jelas di keningku, “TAMAN”. Aku termangu, kutatap indahnya langit biru itu tanpa keraguan, sungguh meneduhkan. Tidak, jangan lagi.. sudah cukup, aku tak ingin memikirkannya saat ini. Kuraih ponselku, mencoba mengutak-atik yang ada di dalamnya, tapi terbukalah pesan itu… pesan yang membuat ingatan itu terbuka lagi……..

Selalu terpana, terhanyut akan kata-kata bijak si calon pemotivator sukses itu, walaupun hanya dalam bacaan karena ia sungguh tak pernah berkomunikasi secara langsung dengannya, mereka hanya berkomunikasi melalui messages seluler karena ia hanyalah seorang kelas X yang baru bergabung dengan sekolah barunya, SMK Telkom Medan, bersama kelas XI dan XII. 6 bulan bergabung di sekolah barunya itu, ia pun mengikuti kepanitiaan di setiap event sekolah. Ia ingin melatih dirinya dalam berorganisasi. Itulah awal mulanya perkenalan mereka.
Masih lekat di ingatannya kejadian cerita “Pertanggungjawaban, Tak semudah membalikkan telapak tangan” versi si calon pemotivator sukses itu. “Kalian pernah melakukan ini, bukan?” katanya sambil memegang kertas penilaian akan event yang baru saja selesai dilaksanakan, ia memecah keramaian di ruang panitia menjadi keping-keping keheningan. Kata-katanya menarik perhatian seisi ruangan itu. Berpasang-pasang mata penasaran bertengger di wajah para panitia.

“Berkomentar, memang tak ada salahnya” lanjutnya. Mata-mata penasaran itu seperti ingin melompat, mereka telah memegang beberapa kertas penilaian event tersebut. “Ini orang ngajak begadoh, nyalahin pulak, dari awal persiapan event udah komen negatif mulu, tapi gak berpartisipasi, taunya komen doang. Ini orang memang gak senang banget yaa, yang lain masih aku terima dan bahasanya sopan. Nah, ini?” kata seorang panitia, giginya menggeram. “Maklum ajalah, memang gitu orangnya cemana mau dibuat. Salah aja kita para adek ini baaaaang” kata panitia yang satu sedikit ingin merubah suasana menjadi lawak.

“Benci kali awak liat orang-orang itu, becak bacot kali, mikir dong, kasih solusi kek. ” gerutu seorang panitia lagi. Kertas penilaian itu pun berpindah-pindah tangan. “Banyak kali gayanya, lantam, betingkah, emang apa yang pernah dibuatnya? Dilakukannya buat sekolah ini?” cibir Keyla, sang sekertaris event. “Prestasi aja tak adak. Nganggar kan bapak? Mati aja deh sonoooo” geram Natasha, sang senior kelas XII yang juga teman sekelas si calon pemotivator sukses itu. Ia dan si calon pemotivator sukses itu turut membantu event ini, mungkin ini terakhir kali mereka ambil andil karena akan focus terhadap ujian nasional yang hendak bertamu itu “Besar cakap banget sumpaaah!” kata seorang panitia lagi yang ikut nimbrung dengan kegeramannya.“Hey YOU…………………………..!!!!!!!!!!!!!!!”
I don’t care…………… I love it…!!!!” tiba-tiba saja seorang panitia masuk sambil bernyanyi dengan kerasnya yang langsung merubah suasana ruang itu dipenuhi gelak tawa panitia. Panitia itu pun berdiri terdiam di depan pintu karena malu terhadap panitia yang lainnya. Ia hanya bisa cengengesan.

“Minum obatnya Tom!” kata Natasha pada juniornya itu dengan berpura-pura sinis. Tommy kembali cengengesan, sungguh tengsinlah dirinya saat itu. “Tengsin awak iyaaaa?” canda seorang panitia dan langsung dijawab oleh seorang panitia lain “Iyaa min hahaha”. Aku hanya memperhatikan mereka, mencoba menyesuaikan diri. Mereka serius diriku pun serius, mereka tertawa aku pun mengikutinya. Purapura, itulah yang kulakukan. Tetapi yang dilakukan Tommy memang benar-benar menggelitiki perutku, tawa ikhlas dan lepasku pun keluar.

Seseorang Itu By Amalia Tamarizka


“Diem dulu min…. kita bahas dulu penilaian ini” celoteh sang sekertaris event. “Kak Reza…. Kak Natasha… Kak Amy… Kami bertrimakasih kali kakak masih mau bantu kami” kata sang ketua event pada si calon pemotivator sukses dan teman-temannya. “Terimakasih juga kalian masih peduli dengan event ini, kalianlah penerus yang akan memajukan sekolah kita ini.. Sukses selalu buat kalian dan semoga ke depannya lebih baik lagi” kata si calon pemotivator sukses itu. “Aamiin…” kata seluruh panitia.

“Mengenai penilaian ini kak….” Kata seorang panitia. “Iyaa sok paten kali orang inilah” kata seorang panitia lagi. “Itu memang hak mereka untuk berkomentar, berkomentar tak ada salahnya kan, dengan syarat komentar itu jelas maksudnya” kata si calon pemotivator sukses itu. “Iya kak.. dia gak ngerasain pulaknya” kata panitia yang lain. “Nah itu dia, hanya mengatakan, belum tentu ia pernah melakukannya. Orang-orang yang belum pernah merasakan bagaimana melakukan apa yang kita lakukanlah yang akan banyak komentar menyakitkan sedangkan orang yang sudah berkali-kali merasakan apa yang kita lakukan ini akan memberikan kita semangat” tambahnya. “Iyaa.. kayak kakak sama kawan-kawan kakaklah, mau bantu kami, nyupport kami…” canda seseorang.

“Hahahaha..” semua tertawa. “Makanya kalau mau berkomentar gunakanlah bahasa yang santun, bagaimana jika kita yang berada di posisi orang yang diberikan komentar tersebut? Memang, Negara kita ini Negara demokrasi, bebas berpendapat. Tapi harus kita pikirkan perasaan orang lain. Belum tentu apa yang kita katakan pada orang lain yang harus begini, begitu, bisa kita lakukan. Menurut kita gampang mengatakannya, tapi tak pernah terpikir bisakah aku melakukannya? Hanya berkata dan berkomentar, tapi tak melaksanakannya, berbicara seolah paling bisa. Boleh berkomentar, berbicara, tapi pertanggungjawabkan. Melakukannya tak semudah membalikkan telapak tangan.” Lanjutnya.
“Kata-kata bijak” begitulah Rena membatin jikalau si calon pemotivator sukses itu sedang berbicara. Entah mengapa ia selalu jadi terpana mendengar kata-katanya. Tenggelam dalam alunan kata-kata bijak yang ia dengar langsung dari si calon pemotivator sukses itu. Jika ia sedang dilanda kegelisahan, maka ia pun curi-curi langkah agar dapat lewat di depan si calon pemotivator sukses itu dan berharap akan mendengar sepenggal dentuman kata-kata bijak darinya saat ia lewat.

Pernah tanpa sengaja ketika ia sedang sendirian mengerjakan tugas di dekat taman sekolah, ia melihat si calon pemotivator sukses itu sedang berbicara dengan seseorang gadis yang tidak lain adalah junior 1 tahun dibawahnya dan senior 1 tahun di atas si calon programmer sukses itu.Si calon programmer itu pun membuka telinganya lebar-lebar. Disana tampak si gadis sedang asyik mengomel dan mengeluh ria di depan laptop yang tadinya ia kutak katik keyboardnya dan mencoba merangkai kata-kata indah di dalamnya. “Bengkak ni tangan…. Capek.. capek… capek……” terdengar gadis itu mengeluh, ia sedikit mengumpat laptopnya, serasa bahwa gadis itu sedang dalam suasana hati yang sangat tidak enak.
Seperti mengenalnya, dan aku yakin benar gadis itu adalah si ketua pengurus sekaligus penulis mading sekolah, dia sungguh berbakat jadi penulis. Karya-karyanya sungguh hebat dan menarik. Mading selalu ramai dilihat warga sekolah apalagi jika baru terbit. Warga sekolah pun selalu berkomentar positif terhadap karya-karyanya. Ia juga sering memenangkan kejuaraan-kejuaraan dalam bidang cerpen dan artikel. Si calon penulis hebat itu, ada apa dengannya hari ini?

“Kenapa, Sya?” tanya si calon pemotivator sukses itu kepada gadis itu. “Nesya mau buat novel kak.. ini udh setengahnya… tapi… sakit hati… pening… geger… lupaa… galaaauu.. sadis banget kak..” curhat si calon penulis hebat itu. “Jadi keputusannya mau dilanjutin?” tanya si calon pemotivator sukses itu. “Iyaa kak.. Nesya pengen banget.. gak kesampean mulu dari dulu nyiapin novel. Muak sama cerpen. Eh pas udh setengah jalan novel ini banyak banget rintangannya kak. Tugas menghadang kayak ombak tsunami yang menerjang aceh pada tahun 2004 silam yang menewaskan banyak jiwaaa..” kata si calon penulis hebat itu yang semakin melebay, tampak gaya penulisnya. “Tapi Nesya belum mati, kan…” canda si calon pemotivator sukses itu. “Kakak doain yang gabener ih, stress gini kak.. sakit lo kak.. nyesek… dan sekarang gatau mau ngelanjut gimana lagi ini novel…. Inspirasi nya ilaaang… banyak tugaaaaas, ujiaaaan….” Gerutu si calon penulis itu.

“Mau sukses muda atau sukses tuaa?” tanya si calon pemotivator sukses itu kepada si calon penulis itu. Si calon penulis itu pun sedikit tersentak, sedikit bepikir, tetapi langsung dengan lantangnya ia menjawab “Sukses muda dong….” . “Nah itu mau sukses muda, tapi baru rintangan lebih besar dari sebelumnya udah ngeluh dan ngomel-ngomel, dan hampir mau putus asa. Optimis dong.. mau sukses muda kan? Lakukanlah yang bisa dilakukan.. berusaha dan teruslah berdoa, yakinkan diri….. kamu bisa!!!” kata si calon pemotivator itu seperti seorang psikolog yang sedang mensugesti seseorang atau bahkan seorang penjahat yang mensugesti mangsanya.
Dengan cara seperti itulah ia dapat mendengar kata-kata bijak si calon pemotivator sukses itu. Ia pun diam-diam jadi sering mengamati si calon pemotivator sukses itu. Sampai-sampai suatu waktu mereka berinteraksi, dimana mengharuskan si calon pemotivator tersebut memiliki nomer si calon programmer itu. Kejadian yang tak sanggup lagi untuk diceritakan, sungguh rumit. Begitulah akhirnya mereka saling mengenal dan berkomunikasi. Tak ada yang mengetahui hubungan mereka. Tak pernah secara langsung. Tak pernah bertegur sapa. Hanya berpura-pura tak kenal, tak lihat sajalah yang dapat diandalkan jika berpapasan jika sedang bersama teman. Namun bila berpapasan empat mata, saling membalas senyum dan langsung berlalu. Begitu saja….

Tanpa diduga-duga ia akan selalu datang membawa segenggam kebahagiaan dan ketenangan, menyemangati ketika aku sedang dalam kegelisahan, kesedihan. Heran, entah bagaimana, seperti kebetulan. Diriku yang sedang merasa sangat tidak enak suasana hati akan berubah menjadi benih bunga-bunga mawar yang baru saja mekar, jika ia tiba-tiba datang dengan kata-kata bijaknya seperti pupuk terbaik yang memupuk bunga mawar itu, ditambah dengan kejahilannya. Begitulah yang terjadi dalam keseharian sampai sebelum si calon pemotivator sukses itu menamatkan sekolahnya.

“Hhh… Baka!! (arti: bodoh)” kata seseorang bersuara ngebass, yang tiba-tiba membuyarkan lamunanku akan ingatan tentang si calon pemotivator sukses itu. Suara itu terdengar sangat dekat dan hilang ketika aku menoleh. Dari suaranya, kata-katanya, seperti tokoh anime. Pemilik suara ngebass itu, aku tak mengenalnya. Kata yang kejam, tapi suara itu… menenangkan. Suara itu, mirip suara tokoh anime favoritku, yang selalu menghanyutkanku. Dari seragamnya… Aku yakin dia pasti senior 1 tahun diatasku. Jengkel, malu, tapi apa daya, penyebabnya adalah diriku sendiri, yang secara tak sadar sebelumnya tersenyum-senyum sendiri. Lagi-lagi… ingatan itu….

Ada suatu penggalan cerita lagi yang masih sangat diingatnya pada suatu percakapan mereka, ialah ketika mereka membahas akan “kata mereka”, sangat menyadarkannya. Sungguh bagaikan les privat akan kepribadian jikalau berkomunikasi dengan si calon pemotivator sukses itu. Dari sekadar perbincangan hiburan, gurau tawa, semua akan berubah menjadi suatu topik yang lebih serius. Ia akan segera tersadar akan apa yang mestinya ia lakukan akan keadaan yang sedang dihadapi pada topik perbincangan mereka. “Ga suka kopi hehe” berawal dari kalimat itulah terjelma suatu perbincangan hangat. Seperti sedikit mengujiku.
“Aihh, sama hehe. Kagak enaak”
“Itu tau, haha”
“Tapi biasanya orang suka kopi sih… tapi saya tidak, haha.”
“Itukan orang…..”
“Ohiya, saya hamba allah”
“Samalah kalok gitu”
“Hadeh, ikutan… Ohiya, jadi kakak mau dipanggil “kakak” atau apa gitu?”
“Terserah, panggil nama pun bisa”
“Gaksopan kak, masa junior manggil nama ke seniornya, apa kata senior lain”
“Hem, “apa kata orang….. merekaa…” . Feeling benar, apa yang akan dikatakan haha.”

Namun hubungan itu berakhir begitu saja setelah si calon pemotivator sukses itu tamat dari sekolah itu dan memutuskan untuk melalangbuana ke tanah perantauan di pulau yang sangat padat penduduknya, Pulau Jawa. Ia ingat akan untaian kata-kata indah terakhir dari si calon pemotivator sukses itu padanya, “Janganlah berpura-pura, ekspresikan dirimu sebagaimana dirimu, dan… speak out, tell the truth.. although it is hurt” yang sampai kini membuatnya bingung. Satu sekolah juga paham akan sifat si calon programmer sukses itu, dia suka mengamati, dan ternyata si calon pemotivator sukses itu juga mempelajari dirinya, dan memberi suatu pesan yang mungkin akan menjadi pesan terakhir untuknya. Sungguh sebuah kenangan indah tak terlupakan. Terkadang ia berpikir, akankah ia dapat mendengar dan menerima untaian kata bijak dan indah dari si calon pemotivator sukses itu lagi ?
“Aku tak sanggup berpura-pura lagi, sungguh….”

“………………….. Aku merindukannya, sangat merindukannya.”
Sepertinya Gumiho akan menangis. Angin berhembus, pepohonan melambaikan tangannya, bergerak anggun. Lama-kelamaaan hembusan angin pun semakin kencang, Matahari benar-benar telah menyembunyikan dirinya dan Gumiho menitikkan air matanya, menangis sesedih-sedihnya.
“Hhh… Baka!” kata seseorang, seseorang yang sepertinya sama dengan yang sebelumnya. Aku menoleh. Benar!!! Sekarang ia sudah tepat di depanku dengan seragam yang tak ada ruang keringnya lagi. Tangannya menggenggam gagang benda yang melindungiku dari tangisan Gumiho. “Baka!Baka!Bakaa!!!” batinku meringis, aku tersadar, aku terlalu mengenang, sampai-sampai aku tak merasakan tangisan Gumiho ini.

“…………………..Aku merindukannya, sangat merindukannya. Hhhh.. Baka!” Katanya sinis, sambil menyerahkan payung itu padaku dan berlalu. Hah? Aku tertegun, aku sudah agak jauh dari pondok taman, aku menyadari satu hal, aku meneriakkannya! Aku meneriakkannya! “Secara tak sadar, memalukan” ucapku datar dan pelan. Tiba-tiba aku tersentak, “TERIMAKASIH!!!” teriakku pada seseorang itu. “Berhentilah berteriak atau kau akan kehilangan suaramu besok…., baka.” Kata orang itu, ia berhenti sebentar di tengah derasnya hujan, tanpa menoleh, lalu ia pun terus berlalu. Aku mengangguk mengisyaratkan kata “iya”, tapi percuma.. jelas saja ia tak bisa melihat hal itu. “Uihh, malaikat baik hati yang berkata kejam” pikirku. Aku memandanginya sampai ia tak terlihat lagi.
“Yaa.. aku memang merindukannya, kata-katanya, semuanya…”
“Hari ini, aku teringat lagi, ingatan itu... Tapi hari ini juga, aku bertemu dengan si malaikat baik hati yang berkata kejam” batinku.

“Kata bijak dan kata kejam……. Hhhhhh…” kataku sambil menghela nafas panjang. Tetap di tempat, kutatap langit itu, gelap dan kelabu, tapi pemikiranku saat ini, merubahnya menjadi langit malam yang dipenuhi bintang. Derai hujan tak kuhiraukan, sampai-sampai, ketika Gumiho benar-benar berhenti menangis, aku pun tersadar dan kembali ke pondok taman. Kurapikan segala macam barangku dan memasukkannya ke dalam tas, ingin secepatnya menuju rumahku tercinta. Kulangkahkan kakiku meninggalkan taman itu.
Tetapi belum terlalu jauh meninggalkan taman, “Kata bijak dan kata kejam” kataku, kembali menoleh kearah taman. Entah mengapa aku mengatakannya…. Biarlah~ “
 Tentang Penulis : Amalia Tamarizka .S.
fb : Amalia Tamarizka
twitter : @amaliatamarizka
ig : @amaliatamarizka
ask.fm : @amaliatamarizka
e-mail : amaliatamarizka@gmail.com

Cerita Terkait

Seseorang Itu By Amalia Tamarizka
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE