Karna Tak Sengaja By Diah Ayu

Ads:
Karna Tak Sengaja By Diah Ayu
Karna Tak Sengaja By Diah Ayu
KARNA TAK SENGAJA
Penulis : Diah Ayu

Pagi yang cerah dengan warna langit yang biru muda menandakan keceriaan di wajah setiap penduduk di Kota Surabaya di tengah keceriaan penduduk Kota hati Citra merasa bahwa hanya dirinya yang saat ini merasa sedih walaupun pada hari ini Citra akan menerima tanda kelulusan dari pendidikan SMAnya. Saat citra sudah mereimanya Citra masih binggung karena dia tak tahu harus melanjutkan pendidikan ke Universitas yang diketahuinya bahwa biaya yang di perlukan untuk masuk Universitas sangatlah mahal. 
“Apa yang harus aku lakukan agar aku dapat melanjutkan pendidikan ke Universitas. Pasti Bunda Anya tak memiliki biaya untuk aku melanjutkan sekolah ke Universitas karna masih banyak adek – adek yang harus di biayai.” Kata Citra dalam hati.
“Apakah aku harus mencari pekerjaan? Siapa yang mau menerima anak yang hanya lulusan SMA seperti aku ini. Lalu aku harus bagaimana? Ya Tuhan tolong bantu aku.” Lanjutnya dalam hati.
Sesampainya di Yayasan Adinda tempatnya tinggal Mia langsung menemui Bunda Anya untuk membicarakan kelanjutan pendidikannya ke Universitas Kedokteran seperti yang ia cita – citakan dari dulu. Saat Citra mencari keberadaaan Bunda Anya, Citra masih ragu apakah akan mebicarakan hal ini pada Bunda atau tidak.
“Kamu sudah pulang, Nak.” Sambut Bunda Anya

“Iya Bunda. Bunda apakah aku bisa melanjutkan pendidikan ku ke Universitas, Bun.” Tanya Citra.
“Maafkan Bunda, Nak. Bunda tak bisa membiayai pendidikanmu ke Universitas. Maafkan Bunda sayang.” Ucap Bunda dengan perasaan sedih.
“Tak apa – apa bunda. Aku tau keperluan Bunda sangatlah banyak. Bunda harus membiayai semua keperluan adik – adik. Aku bisa menerimanya. Aku hanya berharap semoga ada program beasiswa yang bisa aku ikuti. Doakan aku Bunda.” Kata Citra.
“Bunda selalu mendoakan yang terbaik untukmu sayang. Semoga Tuhan mendengar doa mu anak baik.” Doa Bunda.
“Makasih Bunda. Aku ingin mencari pekerjaan dulu saja untuk mengisi waktu luang dan semoga ada yang mau menerima ku menjadi karyawannya.” Ujar Citra.
“Iya, Nak. Bunda tinggal ke dapur dulu, ya. Bunda mau masak untuk adik – adikmu kamu mau bantu Bunda.” Ajak Bunda.
“Mau sekali Bunda.” Ucap Citra dengan semangat.

Tak terasa satu jam pun berlalu saat – saat keceriaan antara Bunda Anya dengan Citra di dapur. Mereka berdua sangatlah dekat walaupun Citra bukanlah darah daging Bunda Anya akan tetapi kedekatan mereka seperti anak dan ibu kandungnya sendiri. Jam pun menunjukkan pukul 12.30 waktunya makan siang. Citra bergegas membangunkan adik – adiknya yang sedang tidur siang untuk makan siang di ruang makan. 
“Adek – adek ayo masuk. Sudah waktunya makan siang jangan main mulu. Nanti kehabisan loh.” Kata Citra untuk mengajak adik – adiknya makan.
“Bunda masak apa, Kak Cit?” Tanya Andi salah satu adik Citra di Yayasan
“Yang jelas masakannya Bunda yang selalu enak setiap harinya.” Jawab Citra
“Oke, Kak Cit. Aku segera bangun.” Ujar Andi
Tak lama kemudian adik – adik sudah berkumpul di ruang makan untuk menyantap makan siang mereka. Mereka semua tak sabar untuk mencicipi masakan Bunda Anya yang selalu enak setiap harinya. Walaupun mereka semua hidup dengan serba kekurangan mereka tetap menerima semua rezeki dari Tuhan yang Maha Esa. 
“Oke Citra. Sekarang kamu yang memimpin adik – adikmu membaca doa sebelum makan, ya” Ucap Bunda Anya.
“Iya, Bunda. Oke adik – adik sebelum kita makan marilah kita berdoa atas nikmat yang Tuhan berikan kepada kita. Berdoa mulai.” Ucap Citra memimpin doa.
“Selesai” Lanjut Citra 

“Ayo sekarang kita serbu makanan masakan Bunda.” Ujar Arya
“Eh, tunggu dulu dong. Antri” Kata Karin
“Iya – iya aku antri” Jawab Arya dengan wajah lesu
“Nah gitu dong, dek Ar. Ngalah sama yang lebih kecil dari kamu.” Ejek Citra pada Arya
“Ah, kak Citra selalu begitu.” Ujar Arya
“Maaf – maaf kakak hanya bercanda. Senyum dong adik ganteng.” Rayu Citra pada Arya.
“Nih… udah senyum ganteng banget kan aku, kak” Kata Arya pede
“Iya, dek Ar. Kamu kelihatan ganteng” Rayu Citra lagi
“Sudah – sudah cepat makan jangan kebanyakan ngobrol. Gak baik makan sambil ngobrol.” Peringatan Bunda pada Arya dan Citra.
Setelah selesai makan siang Citra mengajak adik – adiknya untuk tidur siang agar waktu malam ahri mereka semua bisa belajar dengan enak dan nyaman karena sudah tidak merasa lelah lagi. 
“Ayo adik – adik sekarang kalian tidur siang, ya. Biar nanti belajarnya bisa nyaman karna udah gak ngantuk lagi. Nanti sore kakak banguni kalian lagi. Udah cepat tidur, ya adik – adikku yang manis. Kakak sayang kalian” Kata Citra mengajak tidur
“Iya kak Citra. Kami juga sayang sama kak Citra. Selamat tidur.” Ucap serempak adik – adik di Yayasan.

Tak terasa jam pun sudah menunjukkan pukul 02.45. Citra pun bergegas bangun dari tempat tidurnyadan segera mandi. Setelah selesai mandi Citra membangunkan adik – adik yang sedang tidur pulas di ranjangnya masing – masing. Tanpa di sadari Citra ternyata adik – adik sudah bangun dan langsung mandi sore.
“Kalian pintar sekali. Bisa bangun sendiri” Kata kak Citra menyenangkan hati.
“Iya dong, Kak. Masak kita kerjaannya dibangunin terus. Kapan kita mandirinya dong.” Kata salah satu adik Citre
“Iya – ya. Kalian kan sudah mau beranjak menjadi anak yang lebih dewasa lagi. Kalo gitu kak tinggal dulu, ya. Kak ada urusan.” Jawab Citra.
“Iya, Kak. Hati – hati di jalan.” Ucap Karin
“Iya, dek Kar.” Jawab Citra

Beberapa jam kemudian.
Citra tak menyadari bahwa ternyata sekarang sudah menjelang matahari terbenam. Citra pun bergegas untuk pulang ke yayasan tempatnya tinggal, karna Bunda Anya pasti sudah menunggunya. Tanpa melihat kanan kiri Citra langsung saja menyebrangi zebra cross, dan pada waktu itu tanpa diketahui Citra ternyata ada sebuah mobil mewah yang melaju kencang. Pada akhirnya Citra tak bisa menghindar. Citra pun terjatuh lemas tak berdaya di zebra cross. 
“Ya ampun. Apa yang aku lakukan. Aku menabrak orang yang tak bersalah. Apa yang harus aku lakukan. Jika aku tak bertanggung jawab dan meninggalkannya di sini dia akan meninggal. Tapi kalau aku turun aku akan masuk penjara. Ya ampun, bagaimana ini.” Kegelisahan hati Pak Anton.
“Bapak harus turun untuk membawanya kerumah sakit sebelum terlambat. Cepat lah, Pak kasihan anak yang tak berdosa ini.” Ucap seorang Tukang becak di sebarang jalan.
“Baiklah, Pak. Tolong saya mengangkat anak ini masuk ke mobil saya.” Ucapan meminta tolong Pak Anton pada tukang becak.

Lima belas menit kemudian.
Pak Anton sampai di sebuah rumah sakit yang cukup mewah dan terkenal mahal di Kota Surabaya. Sesampainya di rumah sakit Pak Anton bergegas memanggil suster untuk membantu menolong Citra. 
“Sus, tolong saya. Ada yang sedang sekarat di mobil saya. Tolong cepat, Sus” Ucap Pak Anton.
“Baik, Pak. Segera saya tangani”

Lima menit kemudian. Citra baru mendapatkan perawatan intensif di ruang ICU di salah satu rumah sakit mahal di Surabaya. Tampak rasa gelisah yang terlihat pada raut wajah Pak Anton. Rasa gelisah itu bercampur dengan rasa takut jika Citra tak dapat tertolong.
Sepuluh menit kemudian dokter dan suster keluar dari ruang ICU dan memberitahukan kabar kalau Citra dapat melewati masa kritisnya.

Ke esokan harinya Citra sudah sadar dari tidurnya. Citra bertanya – Tanya dia sedang berada dimana dan kenapa dia bisa berada di tempat itu. Ternyata ada seorang Bapak yang sedang menungguinya sampai Bapak  itu tertidur di sofa. Tak lama kemudian Bapak itu pun bangun dari tidur dan melihat bahwa Citra sudah bangun dan dia sudah membaik.
“Kamu sudah bangun. Maafkan saya, Nak. Saya tak sengaja menabrak kamu hingga kamu seperti ini dan harus di rawat di rumah sakit selama satu minggu.” Permohonan maaf Pak Anton pada Citra.
“Tak apa, Pak mungkin ini semua sudah menjadi takdir saya. Lagian saya juga kurang berhati – hati saat menyebrang.”
“Makasih, Nak kamu sudah mau memaafkan Bapak. Perkenalkan nama bapak adalah Pak Anton. Nama kamu siapa, Nak?” Tanya Pak Anton
“Nama saya Citra, Pak.” Jawab Citra
“Kamu tinggal dimana, Nak?” Tanya Pak Anton lagi
“Saya tinggal di yayasan ADINDA.” Jawab Citra lagi
“Berarti kamu adalah seorang anak yatim?” Ucap Pak Anton.
“Iya, Pak.” Kata Citra
“Kalau begitu kamu mau saya angkat menjadi anak angkat saya. Kebetulan saya sudah menikah bertahun – tahun akan tetapi saya belum di karuniai anak. Apakah kamu mau menjadi anak angkat saya. Saya akan membiayai semua kebutuhanmu, Nak.” Ujar Pak Anton.
“Bapak mau menggangkat saya menjadi anak angkat dan bapak juga mau mebiayai semua kebutuhan saya.” Ucap Citra.
“Iya, Nak. Bapak akan membiayai semua keperluan kamu entah itu pendidikan dan lain – lain. Kamu mau?” Kata Pak Anton
“Kalau bapak mau membiayai pendidikan saya ke Universitas saya benar – benar mau, Pak karna saya bercita – cita menjadi dokter akan tetapi Bunda tak mempunyai cukup biaya untuk mebiayai saya meneruskan pendidikan ke Universitas.” Kata Citra.
“Kalau begitu saya akan segera menggurus surat – suratnya, Nak.” Ucap Pak Anton

Lima tahun kemudian.
Setelah empat tahun Citra meneruskan pendidikannya ke Universitas kedokteran di salah satu Fakultas Kedokteran di Surabaya akhirnya Citra menjadi seorang dokter yang terkenal di salah satu Rumah Sakit ternama di Surabaya. Semua itu berkat Pak Anton yang sekarang menjadi Orang tua angkatnya, karna Pak Anton mau membiayai semua keperluan Citra sampai Citra menjadi dokter ternama. Sungguh mulia hati Pak Anton mau membiayai dan menggangkat Citra sebagai anaknya.

Tentang Penulis:Sekolah di SMK Negeri 6 Surabaya, Tinggal dan besar di Surabaya
Facebook : Diah Ayu

Cerita Terkait

Karna Tak Sengaja By Diah Ayu
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE