Bidadari Syurga By Andi Mely Hairuddin

Ads:
BIDADARI SYURGA
Penulis : Andi Mely Hairuddin

Bismillah, Salam.. 
Senja sudah menampakkan warna merahnya yang lembut. Bagi sebagian orang, warna senja ialah warna luka. Namun, ada juga yang menjadikan senja itu sebagai warna bahagia. Bagiku, senja itu anugerah, seperti ketika aku kecil sepulang bermain, kedua tangan Ibu selalu mengelap debu diwajahku, dengan senyumannya. Ya begitulah, senja dalam benakku.

Rabu ini, aku pulang cepat dan berencana akan singgah membeli martabak telur untuk kunikmati malam nanti, bersama sepupuku, dirumah. Sesampai dipersimpangan empat lampu merah, mendadak mataku tertuju kepada seorang Ibu yang tengah menjajakan koran, sambil menggendong seorang anak laki-laki dipunggungnya, perkiraanku umurnya masih tiga tahun.

“Ini anak, punya fikiran nggak sih?? Ibunya kan sedang jualan, kenapa dia malah minta digendong. Seperti anak kecil saja ” Batinku kesal karena tak tega melihat Si Ibu yang tampak sudah kelelahan.
Setelah kuperhatikan. Astagafirullah Ya Allah, ternyata anak itu, kedua kakinya sangat kecil. Mungkin ini yang menyebabkan dia tak bisa berjalan dan harus digendong oleh Ibunya. “Ya Allah, ampuni dosaku yang telah berburuk sangka kepada sesama makhluk ciptaan-Mu.”

Rasa sesal menyelimuti pikiranku ini membuat aku ingin membeli koran yang dijual oleh Ibu itu. Aku turun dari motor dan menghampirinya.
“Bu’, berapa korannya ??”
“Tiga ribu rupiah, Nak”
Ketika aku mengambil uang dari kantong ranselku, tiba-tiba si anak bertanya lirih, “Bu capekkah gendong aku ?”
“Tidak kok, Nak. Ibu kuat kok” jawab Si Ibu dengan lembut sambil tersenyum.
Subhanallah, seperti inilah cinta seorang Ibu.
“Ini duitnya, Bu” Ucapku.
“Duh, uangnya limaribu ya, Nak ? Ibu tidak punya kembalian, uang pas saja, Nak.”
“Tidak usah, Bu. Kembaliannya buat Ibu saja, mudah-mudahan rezeki yang Ibu dapat hari ini banyak ya, Bu.”
“Ya Allah, terima kasih, Nak. Terima kasih banyak, semoga Allah melimpahkan nikmat pahala dan karunia yang sebesar-besarnya kepadamu Nak dan keluarga.” Ujar Ibu itu dengan bola mata berbinar bahagia bercampur haru.

Bidadari Syurga By Andi Mely Hairuddin

DEG !! Jantungku berdegup kencang mendengar doa Sang Ibu. Hanya mendapatkan dua ribu rupiah saja, dia mendoakanku sebanyak itu. Ya Allah, ampunilah dosaku. Malu hati ini. Ketika aku bahagia, justru lupa kepadaMu, ketika aku diberi rezeki olehMu justru aku tak pernah bersyukur kepadaMu. 
“Sama-sama Bu. Semoga Ibu juga sama seperti Ibu doakan tadi, amin.”

Aku melanjutkan perjalan menuju rumah. Sambil menikmati suara klakson mobil dan motor yang lalu-lalang disampingku, sampailah di kompleks perumahan. Tak jauh dari rumah. Aku mampir untuk membeli martabak telur yang sudah kurencanakan sejak dikampus tadi. 
Sambil menunggu pesanan, mataku tertuju pada seorang bayi mungil yang sedang tertidur pulas diantara tumpukan sayur mayur (pedagang sayur yang berada disamping penjual martabak). Wajahnya yang lugu, sesekali melek, dan terkejut dari tidurnya karena terdengar suara klakson mobil dan motor yang berlalu lalang didepan dagangan orangtuanya.

Dalam hatiku “kasihan anak ini, ia yang seharusnya berada dikasur yang lembut, tetapi harus berada ditumpukan sayur menemani orangtuanya menaklukkan kerasnya kehidupan. Yang seharusnya dia mendapat selimut hangat, tetapi harus merasakan selimut dinginnya angin. Yang seharusnya dia bercanda tawa bersama keluarga dengan riang, tetapi harus bersahabat dengan sayur-sayuran.”
Tiba-tiba aku merasa beruntung dilahirkan oleh Ibuku. Tak pernah terfikirkan olehku bagaimana hidupku apabila menjadi bayi itu. Astagafirullah, ketika Si Ibu menggendong bayinya, ternyata anak tersebut cacat fisik. Ya Allah, tanpa sadar air mataku membasahi pipi, memandang bayi mungil yang belum mengerti apa-apa itu.

Yang dia tahu hanya tersenyum melihat Ibunya... Yang dia tahu hanya netek disusu Ibunya... Yang dia tah, dia tak pernah jauh dari Ibunya... Dan dia tak pernah tahu, bahwa Ibunya selalu menangis ketika melihatnya...

Sebab cinta itu ialah, IBU...Sebab cinta Ibu itu, ikhlas...Sebab cinta yang membuat ‘lelah’ itu tak pernah ada didalam akal Ibu.. Sebab cinta Ibu itu, semuanya terasa sempurna...
Bergegas aku pulang. Setibaku dirumah, kuambil ponsel genggamku dan segera kutelfon Bundaku, meminta maaf atas sifatku yang tak pernah bersyukur memiliki dia, dan seringkali aku bersikap kasar padanya, maafkan aku Ya Allah.
“Ya Allah lembutkanlah ucapan dan tutur bahasaku, perindahlah kata-kataku ketika aku berbicara kepada Ibuku. Jadikanlah pahalaku sebagai pengganti dosa-dosa Ibuku. Janganlah kau ganti Ibuku dengan yang lain Ya Allah. Dia bidadari surgaku. Apapun kekurangannya, aku mencintainya.”
Sekian, Wassalam..


Cerita Terkait

Bidadari Syurga By Andi Mely Hairuddin
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE