Dia By Nining

Ads:
Dia
Penulis: Nining

Ketika menatapnya dari jauh saja aku tersenyum, bagaimana jika aku memilikinya. Dia yang kukagumi, dia juga yang kucintai.

Langit cukup mendung, angin bertiup dengan kencangnya seperti akan menandakan hujan akan turun dengan deras. Sambil berlari-lari kecil, gadis bertubuh mungil itu masuk ke dalam sebuah cafe di pinggir jalan sambil meneteng sebuah tas gitar. Disapanya beberapa pegawai di café itu sambil tersenyum ceria, dia selalu saja seperti itu membuat energy positif di pagi hari.

Akhirnya hujan deras pun turun membasahi bumi tanpa ampun, tetapi tak mengurangi orang-orang untuk berkunjung di café itu. Ada sekitar enam orang duduk di berbagai sudut ruangan mencari posisi yang paling nyaman masing-masing sambil menyesap minuman yang mereka pesan.

Raina, nama gadis itu. Dia duduk di sudut tepat di samping jendela, matanya sibuk memperhatikan tetesan-tetesan hujan sambil memejamkan mata mencoba meresapi lagu yang ia dengarkan lewat earphone yang biasa ia gunakan. Tak lama kemudian muncul sesosok laki-laki yang selama ini menyita perhatiannya, jantungnya seperti berhenti berdetak begitupun juga dengan waktu. Sang pria berjalan menuju tempat duduk yang biasa dia duduki sambil mencoba melap tetesan air hujan yang ada di rambut dan juga bajunya. Hari itu dia tampak manis dibalutkan kemeja flannel kotak-kotak berwarna merah bata ditambah dengan jeans hitam. Dia lagi, ucap raina dalam hati sambil tersenyum.

Ini sudah sebulan ketika pertama kali pria itu menginjakkan kakinya cafe itu. Saat itu raina tengah perfom memainkan gitar akustiknya dan menyanyikan lagu favoritnya (ten2five – love is you).
Dia duduk di pojok sambil mendengarkan earphone sambil menatap keluar jendela tetapi ketika musik dan lagu riana mengalun, seketika dia menghentikan aktifitasnya dan beralih melihat raina yang sedang menyanyi dan seketika itu pula dunia raina seakan berubah, tatapan matanya itu seakan mengingatkannya pada sesuatu yang sudah lama hilang darinya, mata itu begitu teduh dan menenangkan. Siapa dia? fikir raina dalam hati.

Raina pemilik “sky café”, ini adalah peninggalan mendiang orangtuanya. Empat tahun lalu orangtuanya meninggal akibat kecelakaan pesawat yang langsung menewaskannya begitu saja. Sungguh dia begitu terpukul dan berusaha tetap bangkit meski hati tak bisa dibohongi kalau dia begitu rapuh dan seakan kesedihan dan bencana tak pernah meninggalkannya, dua tahun berikutnya pacar sekaligus tunangannya juga pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Kecelakaan itu mengakibatkan nyawa sang kekasih hilang. Frustasi? yah, itu memang tidak bisa dipungkiri. Bagaimanapun seolah ia telah ditakdirkan untuk kehilangan orang-orang yang dicintainya. Tertatih-tatih untuk berusaha bangkit, dengan kebesaran hati ia akhirnya merelakan semuanya, mungkin tuhan punya rencana lain di balik kisah itu.

Lagi-lagi pria itu duduk di sana, di tempat yang sama seperti dia sudah menandai tempat itu, tapi hari ini dia datang lebih pagi masih dengan earphone di telinganya dan segelas moccachino dan sepotong tiramishu yang menjadi menu favoritnya, raina selalu tahu itu.
Ingin sekali dia menyapa tetapi nyali dan tekadnya belum sampai. Dia selalu penasaran dan selalu saja memikirkannya.
Lagi-lagi dia…
Dia yang datang dengan tiba-tiba…
Membawakan perasaan di hati ini…
Seperti magnet, dia menarikku begitu dalam…
Tanpa ampun bayangannya selalu datang, datang di setiap mimpi-mimpiku…
Mungkinkan dia?
Dia yang dikirimkan tuhan untukku?

Namanya “Dia Sekala Bumi”, tak disangkah dan tak diduga hari itu raina bertemu dengan dengannya di sebuah pagelaran musik akustik. Hari itu lagi-lagi hujan turun dengan derasnya dan raina lupa membawa payung. Sambil menunggu hujan reda, raina berdiri di depan gedung sambil menenteng tas gitarnya, hari ini dia selesai perfom.
Dia By Nining
Dia By Nining

“sepertinya gitar itu berat”, suara itu terdengan di telinganya, raina terkesiap tatkala seorang pria tiba-tiba mengambil alih gitar dari tangannya dan tatkala mengejutkannya lagi. Pria itu adalah pria yang selalu berkunjung ke cafenya. Dia masih syok dan tak bisa berkata-kata.

“penampilanmu sangat bagus, kau dianugerahi suara yang indah”, ucapnya tersenyum tanpa memandang ke arah raina. Jantung raina berdegub kencang, dia masih syok, pria ini, pria yang selalu ia perhatikan sebulan terakhir ini akhirnya berada tepat di sampingnya. Seulas senyum manis mengukir di bibirnya “terima kasih’.

Lama tak terdengar suara, mereka berdua hanya terdiam sibuk menyelami fikiran mereka masing-masing, menatap tetes demi tetes hujan yang tak kunjung reda. Lalu raina kemudian memecahkan keheningan kembali. “kau suka musik akustik?”, ucapnya pelan. Pria itu hanya mengangguk tetapi ada sekilas kesedihan di matanya kala itu. “musik akustik, gitar dan aku seolah tak bisa dipisahkan, aku sudah menyukainya sejak kecil”. Ada kegetiran di suaranya. “tapi sekarang aku berhenti”, sambungnya masih dengan ekspresi yang sama.

“wah benarkah? kenapa berhenti?” ucap raina penasaran.
“ada sesuatu yang membuatku vakum”, ucapnya sambil memperhatikan jari-jarinya. “ketika melihatmu bernyanyi dan memainkan gitar aku seolah kembali kemasa lalu”, dia lalu menatap raina sambil tersenyum dan lagi-lagi raina terkesiap dan tak bisa menahan getaran di dadanya. Bertepatan dengan itu hujan mulai reda, sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan mereka. Seorang pria yang bertubuh agak kekar turun dari mobil itu, dia memakai setelan berwarna hitam tampak begitu formal sambil berlari-lari kecil dia menuju ke arah mereka berdua membawakan sebuah payung yang pastinya itu bukan untuk raina tetapi untuk pria di sampinya tadi.

Dia mengeuarkan sesuatu dari dalam tasnya dan mengeluarkan sebuah payung lipat berwarna biru dan memberikannya kepada raina. “ini pakailah” ucapnya sambil bergegas pergi. Raina masih terdia membisu di tempatnnya, terlalu banyak fikiran yang menyita fikirannya seolah-olah hal ini terjadi begitu cepat seperti mimpi. Sebelum masuk ke mobil pria itu berbalik kembali, raina yang masih terdiam membisu di tempatnya tampak keheranan, pria itu lalu mengulurkan tangannya “dia sekala bumi” ucapnya, ada sekitar lima detik barulah raina membalasnya “raina sky aurora”. Sedetik kemudian pria itu beranjak dan pergi meninggalkan raina dengan beribu-ribu pertanyaan di benaknya,

Sejak kejadian itu sudah hamper sebulan raina tak pernah lagi melihat “dia”, perasaan aneh bergejolak di dadanya. Dia seperti merindukan pria itu. Mungkin ini sudah takdirku, takdir yang harus kulalui. Aku harus berbesar hati kehilangan orang-orang yang kucinta fikirnya dalam hati, dan kali ini meskipun hanya sebentar dia sudah meyakinkan dirinya bahwa dia mencintai pria yang bernama “dia sekala bumi”, dia tak tahu mengapa, awalnya sugestinya membawa ingatannya kepada mantannya tetapi itu salah, dia benar-benar mencintai pria itu meskipun selama ini dia hanya bisa memperhatikannya dari jauh dan pertemuannya waktu itu seakan punya seribu arti baginya, singkat tetapi menyenangkan.

Lamunannya buyar ketika dikagetkan oleh salah seorang pegawainya yang datang membawakan sebuah amplop berwarna biru yang isinya surat. Buru-buru ia membaca surat itu.

Seperti alunan gitar yang mengalun dengan lembutnya, seperti itulah dirimu. Suara merdu dan alunan gitarmu membawakan kenyamanan hati bagi setiap pendengarnya. Kau tahu mengapa? karena kau membawakannya dari hati.
Untuk pertama kalinya aku ingin mendengar musik akustik sejak kejadian dua tahun yang lalu, dua tahun yang lalu dimana aku menghentikan bermain gitar sampai saat ini, itu begitu menyakitkan dan kau masih mengingat kataku waktu itu bahwa aku, gitar dan musik seakan tak bisa dipisahkan, tetapi kecelakaan itu telah merenggut semuanya, akhirnya jari-jari ini tak mampu lagi untuk memetik gitar dan mengalunkan nada-nada indah.

Marah? iya, aku sungguh marah bahkan aku mengutuk diriku sendiri yang sangat lalai waktu itu. Aku terlalu lemah dan menyerah begitu saja. Seakan magnet yang yang menarik sebuah besi, kau seperti itu. Tanpa disengaja aku mendengar lantunan gitar dan suara merdumu, aku bagaikan tertarik dan tak bisa mengelak dan saat itu yang aku tau aku selalu ingin mendengarmu bernyanyi dan memainkan gitar lagi dan lagi dan tatkala pentingnya aku ingin mengenalmu lebih jauh.

Terima kasih kau sudah mengubahku, terima kasih kau sudah menciptakan nada-nada indah. Ketika ditakdirkan kembali bolehkah aku bertemu denagnmu kembali dan mendengarkan kau menyanyi diiringi suara gitarmu?

Karenamu, untuk pertama kalinya aku ingin bisa memainkan gitar kembali, aku ingin berduet denganmu, aku akan bermain gitar dan kau yang menyanyikan lagu indah. maafkan aku tak sempat mengobrol banyak denganmu waktu itu karena hari itu aku akan berangkat ke jerman untuk melakukan operasi pada tanganku yang sudah dua tahun ini kutolak mentah-mentah Karena aku berfikir tak ada lagi harapan bagiku dan kau membawakan secercah harapan buatku.
Terimah kasih raina…
– Dia sekala bumi –

Sehabis membaca surat itu, tak henti-hentinya ia meneteskan air mata, perasaan di hatinya bercampur aduk, sedih, terharu dan masih banyak lagi. Seketika ada dorongan kuat untuk terus bernyanyi dan menghibur orang di sekitarnya. Dilipatnya surat itu dan bergegas mengambil gitarnya. Malam pengunjung di cafenya cukup ramai karena bertepatan dengan malam minggu. Dia segera memainkan gitarnya dan menyanyikan sebuah lagu…

Dia (anji).

Tentang Penulis:
Nama: Nining
Facebook: nining suarsinni
@instagram: niningsuarsini
@wattpad: cookiemons21

Cerita Terkait

Dia By Nining
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE