Menunggu Ikhwan Yang Baik By Renita Melviany

Ads:
MENUNGGU IKHWAN YANG BAIK
Penulis: Renita Melviany

Rasa gundah yang semakin hari semakin menggangguku. Menanti sebuah suara dering yang timbul dari handphone yang kuletakan di atas meja tepat di sebelah kursi tempat aku bersandar. Suara yang sudah seminggu tak terdengar. Bagaikan burung beo yang sakit pelatuknya, tak kunjung bersuara seperti biasanya.

Seminggu sudah rafa tak menghubungiku membuat hatiku gundah juga membuatku terperosok dalam keheningan dan kekosongan. Kusempatkan setiap waktu untuk melirik handphone yang tak pernah jauh berada di sisiku, hanya untuk sekedar melihat dia mengirim sebuah pesan singkat saja.

Seminggu yang lalu, kami bertengkar cukup hebat. Permasalahannya itu karena wanita lain. Ibuku melihat rafa kekasihku jalan bersama wanita seumurnya, mereka terlihat keluar dari sebuah cafe. Karena hal itulah, ibu berbicara padaku untuk berkata pada rafa untuk tidak menghubunginya lagi jika ia memang tak sungguh-sungguh pada hubungan kami. Aku pun mengatakan itu pada rafa, dan benar saja dia tak menghubungiku.

Waktu itu aku berfikir, dia mungkin tak akan menghubungiku lagi. Hubungan kita pun akan berakhir tanpa ada kata putus dariku atau darinya. Beberapa tetes air mata mengalir di pipi kusamku yang baru saja bangun dari tidur siangku. Rasa gundahku kini berada di puncak, bahkan rasa takut berakhirnya hubungan kami mendiami hari-hariku. Helaian tisue basah karena air mataku, menjadi sebuah saksi kalau waktu itu perasaan sedang gundah. Handphoneku berdering, suara dering itu membuatku cepat meraih benda gold di atas meja tepat di sebelahku. Ternyata satu pesan singkat dari rafa. Air mata kini tak mengalir lagi, kali ini sebuah senyuman merekah di bibirku. Rafa mengajaku ketemuan di taman kampus. Namun aku merasa sedikit bingung, biasanya dia mengajaku bertemu di sebuah kafe di depan kampus. Tapi itu tak membuatku gundah sepeti sebelumnya, yang pasti senyumanlah yang bertubi-tubi tergambar di wajah kusamku.

Menunggu Ikhwan Yang Baik By Renita Melviany
Aku menimbang-nimbang beberapa baju yang aku pegang, akhirnya aku memutuskan untuk memakai kemeja kotak-kotak berwana hitam biru dongker dipadu-padankan dengan joger leavis berwarna biru dongker kehitam-hitaman dengan kerudung pashmina berwarna biru hitam. Aku bersiap berangkat, sengaja tema bajuku hari ini hitam dan biru dongker, karena kedua warna itu adalah kesukaan rafa.

Jam kuliah selesai, aku segera menuju taman. Rafa sudah duduk di kursi taman, dengan benda gold di tangannya. Aku pun segera duduk di sampingnya tanpa berbicara. “Eh kamu, udah selesai kuliahnya. Kok cepet tal.” Ucap rafa menyadari aku sudah duduk di sebelahnya “iya raf, udah lama?” Tanyaku “baru kok tal. Aku mau ngomong sesuatu” deg, jantungku seakan berdetak lebih kencang dari biasanya. Entahlah hari itu aku berfikir kalau rafa akan memutuskan hubungan kita kerena perempuan yang seminggu lalu ibu lihat “Iya sok, mau ngomong apa?” Tanyaku dengan hati-hati “tal, semakin hari hubungan kita semakin renggang bukan? Selalu ada salah faham, pertentangan. Aku pun merasa kamu tak pantas untukku, kamu terlalu baik yang selalu mengalah. Juga aku pun tak mau terus menerus menyakitimu. Benar memang apa yang ibumu katakan, aku jalan dengan wanita lain. Jadi hubungan kita cukup sampai di sini saja tal.” Hatiku merasa sakit ketika mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut rafa, namun itu tak membuat aku terlihat lemah aku sama sekali tak meneteskan air mata “ya sudah, kalau itu keputusanmu, aku sebagai wanita hanya mengikuti saja. Aku juga mau fokus dengan skripsiku” jawabku.

Apa ada orang yang tak merasa galau ketika purus cinta? Aku rasa tidak, jika memang selama pacaran dia mencintai pasanngannya. Begitupun aku, yang baru kali ini merasa galau berat. Namun, rasa galau itu justru mendorongku untuk berubah menjadi lebih baik lagi dalam hal agama. Berusaha menjadi wanita yang baik yang tak ingin lagi mengenal kata pacaran. Hanya ingin fokus dengan kuliah dan urusan akhirat, kalu urusan jodoh akan datang dengan sendirinya jika sudah waktunya. Adapun aku menunggu, aku menunggu seorang ikhwan yang mengajaku ta’aruf. Ikhwan yang tak mengajaku berpacaran. Aku mengingat qur’an surat AnNur ayat 26

“Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)

Insyaallah aku istiqomah menghabiskan waktu tanpa berpacaran dan menunggu ikhwan yang baik datang yang insyaallah akan menyempurnakan hidupku.

Tentang Penulis:
Nama: Renita Melviany
Facebook: Renita melviany

Cerita Terkait

Menunggu Ikhwan Yang Baik By Renita Melviany
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE