Aku Bagai Lilin Kecil Yang Menyala By Nur Rokhmah Wigati

Ads:
AKU BAGAI LILIN KECIL YANG MENYALA 
Penulis: Nur Rokhmah Wigati

Eh sobat ......... Perkenalkan namaku Suwarningsih panggil saja Ningsih . Eh aku mau tanya tentang lilin yang menyala .apa sih .... yang dapat kamu lihat tentang lilin kecil yang menyala ? Emm ......kamu sering menujumpai dirumahmu lho.... ketika listrik dirumahmu padam , kamu menggunakannya untuk menerangi dirimu diwaktu gelap gulita hingga listrik dirumahmu hidup kembali. Hayo...? Apa yang bisa kami lihat dari lilin itu ? Hemm..... Pastinya kecil , tingginya sedang sekitar 10 cm, mudah meleleh apabila terkena panas. Namun ia bisa menerangi kita diwaktu gelap sampai akhirnya mengantarkan kamu menuju keterangan. Tetapi kemampuannya sangat terbatas. Apanbila air dan angin menerpanya maka ia akan padam dan tak bisa meneranginya lagi. Namun ia tetap berusaha menjaga nyala apinya hingga berhasil menyinarimu sampai listrik dirumahmu hidup kembali. Namun ia tak selamanya bisa selalu menghidupkan apinya. Lambat laun pasti ia akan meleleh dan nyala apinyapun padam atau mati. Namun ia tak bisa lenyap begitu saja, dari lelehan itu ia akan berubah wujud menjadi keras dan meninggalkan bekas. Seakan-akan adalah jasanya yang tak boleh dilupakan begitu saja.
Sobat ..................Inilah kisahku bagaikan lilin kecil yang menyala ....................

Pagi itu cuaca begitu mendung, namun anehnya burung-burung bernyanyi dan berkicau merdu, mesti hari tak secerah yang mereka inginkan, namun seakan-akan burung-burung itu menyambut hari kelahiranku.

Pada hari sabtu, 28 Oktober 1969 aku telah dilahirkan dari pasangan Sukarto dan Sumarso. Ibuku berrnama Sukarto sedangkan ayahku bernama Sumarso.Ayahku menamaiku Suwarningsih. Ayah dan ibuku sering memanggilku dengan sebutan Ningsih. Ayahku sangat sayang kepadaku, karena akau adalah anak pertamanya.Namun berbeda dengan ibuku. Dia tidak begitu menyukai kelahiranku, karena mungkin sebelumnya ibuku telah mempunyai beberapa anak dari pria lain. Sebelum dengan ayahku.Dan dia telah dikaruniakan empat seorang anak.Namun hanya tersisa satu yang masih hidup.Dia bernama Parmi, kakak tiriku.Dan ketiga anaknya telah meninggal diusia bayi.

Eh sobat........ , ibuku sangat malang nasibnya, karena ia telah mengalami tiga kali kegagalan dalam rumah tangganya, yang menjadikan ibuku terkena gangguan kejiwaaannya. Ia sring marah-marah sendiri dengan ayah, kakak begitu juga denganku yang dijadikan pelampiasan amarahnya.

Waktu bayi, orang tuaku tak pernah memberikan makanan yang bergizi untuk membantu pertumbuhan tubuhku. Aku hanya diberi asi eklisive dari ibuku., sedangkan ibuku tak pernah memakan makanan yang bergizi. Maklumlah kami adalah keluarga yang hidupnya digaris kemiskinan .sedangkan ibu dan ayahku adalah orang yang masih keterbelakangan, yang dilahirkan dijaman penjajahan jepang. Maka tak heran, mereka hanya memikirkan kenyang saja tanpa tau makanan yang bergizi. Apalagi pendidikan yang tinggi !mereka sama sekali tidak memperdulikannya. Kakaku Parmipun hanya disekolahkan sampai SD saja itu juga tidak sampai lulus, dipertengahan kakaku keluar dari sekolah. Karena ia malu biaya sekolah tak pernah dibayarkan .kalau dibayangkan mungkin aku tak bisa bersekolah. Buat makan sehari-hari saja sangat susah , jadi kemungkinan besar aku tak bisa bersekolah. Tetapi aku “Suwarningsih” tak boleh pasrah begitu saja , harus tetap optimis bahwa aku pasti bisa bersekolah. Karena aku yakin ...............
“ Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin didunia ini, jika Tuhan menghendaki maka semuaya ini kan terjadi ! Dan kenapa harus menangis selama masih bisa tersenyum? Lalu kenapa harus air mata yang keluar saat sedih manyapa ? Aku akan berusaha selalu melihat keluar, bahwa disana masih banyak yang lebih susah dariku. Agar aku termotivasi untuk merubah tangisan ini menjadi tawa.”

Ketika usiaku baru menginjak satu tahun, aku telah dikaruniai adik laki-laki.Orang tuaku menamainya Suwardijo.Panggil saja wardi.Orang tuaku menafkai kami dengan penuh keterbatasan.Maka tak heran kami menderita gizi buruk. Sedangkan kakakku Parmi setelah keluar dari sekolah, ia pergi bekerja di kota untuk memenuhi kebutuhannya saja. Tanpa memikirkan keluarganya dikampung.Mungkin Parmi tidak tahan hidup dikampung yang harus selalu mendengarkan ibu dan ayahku bertengkar. Mungkin ia mengalami brokem home.

Setelah usiaku beranjak tiga tahun, ayahku pergi meninggalkan ibu dan menikah lagi dengan wanita kaya dikampung sebelah.Karena aku masih kecil aku tidak tahu kalau ayah telah bercerai dengan ibu. Yang aku tahu hanyalah kenapa ayah tak berada dirumah lagi ?.mulai sejak itu ibuku berjuang seorang diri untuk menafkai aku dan adikku. Diusiaku yang masih tiga tahun, aku harus mengurus adikku yang baru berusia dua tahun setiap harinya.Karena ibuku harus berjualan dipasar sebagai penjual sayur – sayuran. Ia berangkat berjualan pukul 04:30 pagi .sebelum berangkat ia selalu menyempatkan untuk membuat sedikit bubur. Setiap kali aku bangun pasti di meja makan sudah tersedia empat piring bubur untuk makan pagi dan siang aku dan adikku.Kami tidak pernah terurus setiap harinya.Mandi saja kami jarang.Karena ibuku terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Maka tak heran ia tak pernah mengurus kami. Ia hanya sekedar memberi makan kami. Seakan –akan kami adalah binatang peliharaannya, bukan anak tercintanya. Maklumlah ibuku kan orang yang lahir dijaman penjajahan jepang yang masih amat terbelakang. Padahal hidupku sudah menuju ke arah moderen.Dan yang lebih malangnya lagi, apabila bubur yang telah disediakan ibu telah habis.Aku harus mencari singkong dikebun untuk aku rebus lalu kusantap bersama adikku.Setelah matahari membenamkan dirinya. Ibuku barulah pulang, tepatnya pukul 05.00 sore ibu pulang , kami dalam keadaan yang amat lapar. Tetapi untunglah ibuku membawa makanan untuk santap.Terkadang aku marah dengan ibuku. Karena ia tak pernah memberikan makanan yang enak-enak dan bergizi. Setiap harinya ibuku hanya memberikan nasi jagung, sedikit bubur, ikan asin yang sangat rusak dan tiruan nasi yang terbuat dari singkong yang sering disebut dengan intil.Kadang aku sangat merindukan rasa nasi beras yang sangat jarang aku makan. Eh sobat tau nggak sih ....ibuku itu tergolong orang yang sangat pelit. Setiap hasil uang dagangnya ia gunakan untuk disimpan sampai banyak hingga bisa digunakan untuk membeli sawah. Maka tak heran ibuku tak pernah memikirkan apa yang aku inginkan.

Tiga tahunpun berlalu, kiniumurku telah menginjak enam tahun .aku sangat bahagia dapat duduk dibangku kelas satu sekolah Dasar . aku pikir ibuku tak akan menyekolahkan aku .namun untunglah ada seseorang yang sangat baik dia memberikan peyuluhan kapada ibuku untuk menyekolahkan aku dan adikku.

Disekolah aku termasuk murid yang berprestasi.Akupun sering mengikuti lomba –lomba disekolah. Namun ibuku tak pernah mau tau tentang diriku disekolah yang ia tau hanyalah.... Apakah anak-anaknya sudah makan atau belum ? Dan yang lebih parahnya lagi ibuku tidak pernah mementingkan peralatan sekolah untukku .ia hanya memberikan seragam yang ia berikan setiap tahunnya sebagai hadiah lebaran. Maka tak heran aku memiliki banyak seragam sekolah. Sedangkan peralatanku yang lain seperti buku, pensil aku tanggung sendiri. Biaya sekolah dan uang sakupun aku tanggung sendiri.Maka tak heran lagi kalau aku bersekolah dengan penuh keterbatasan. Tak beralas kaki, bertas kantong kresek, berbuku satu, berpenghapus karet gelang itulah Suwarningsih. Kadang aku begitu iri dengan teman-temanku yang sangat bahagia menikmati masa kanak-kanaknya dengan perhatian penuh dari orang tuannya.Semua itu sangat berbeda denganku. Dimasa kanak-kanakku , yang seharusnya adalah masa untuk bermain dengan teman-teman akan tetapi hal itu tidak pernah terfikir dibenakku. Setelah pulang sekolah , aku harus bekerja untuk mencari uang. Kadang aku membantu tetanggaku memetik kopi, mencari sisa-sisa jagung yang sudah dipetik pemiliknya, mencari kayu bakar, membersihkan halaman rumah tetangga dan masih banyak lagi , yang harus aku kerjakan. Semua itu kulakukan semata-mata untuk mendapatkan uang agar aku dapat melangsungkan sekolahku hingga lulus nanti.

Lima tahun telah berlalu.Aku telah duduk dikelas enam sekolah Dasar.Aku sangat bahagi telah berhasil membiayai sekolahku sendiri hingga lulus. Karena prestasiku yang bagus .akupun dapat masuk ke Sekolah Menengah Pertama dengan Cuma-Cuma, aku begitu bahagia menerimanya. Namun sungguh malang nasibku karena biaya sekolah teramat mahal. Aku terpaksa harus putus ditengah jalan. Mungkin aku harus menerimanya dan mencari jalan lain yang bisa mengantarkan aku menuju kesuksesan. Lagi-lagi aku iri dengan teman-temanku. Diusiaku yang cukup dewasa masih saja diperhatikan dimanja , dan disayang-sayang bahkan meminta uang dengan orang tuapun tak menjadi masalah bagiku. Sungguh berbeda sekali dengan nasibku yang teramat malang terkadang aku marah sendiri di depan kaca dengan Tuhan.

“Oh Tuhan maafkan aku tak seharusnya aku begini.Mungkin aku harus bersabar dan optimis kalau aku bisa menjalani hidup ini agar bisa lebih baik.

Setelah lulus SD , akupun segera mencari pekerjaan untuk melanjutkan kehidupanku, karena kemampuanku yang dangkal, terpaksa aku memilih menjadi pembantu rumah tangga, walaupun gajinya tak seberapa, tapi cukup untuk kami sekeluarga.

Waktu terus berlalu , umurku makin bertambah, kini aku telah berusia 29 tahun mungkin sudah cukup matang untuk dinikahkan.

Pagi itu cuaca begitu mendung, petir menggelegar-legar.Namun anehnya tiada hujan yang turun dan pelangi menampakan dirinya bersama burung-burung yang bernyanyi dan berkicau merdu. Kejadian ini mirip dengan hari kelahiranku .ini pertanda bahwa mereka menyambut hari pernikahanku.

Pada tanggal 28 September 1994 aku menikah dengan seorang duda beranak satu, karena sebuah perjodohan.Awalnya aku sangat bahagia menikah dengannya.Dia telah berjanji untuk mencintaiku dan menyayangiku dalam kondisi apapun dan siap untuk bertanggung jawab. Tetapi ketika aku sudah mengandung selama 6 bulan .aku selalu bertengkar dengannya, karena masalah ekonomi. Dia tak mampu mafkahiku aku terus tinggal bersama orang tuaku. Setiap hari kami hanya bertengkar pagi, siang , sore bahkan malampun kami bertengkar . padahal aku sedang mengandung . aku selalu mengatakan kepada calon bayiku semoga setelah keluar nanti, ia bisa bahagia walaupun masih dalam kandungan ia sudah menjadi saksi bisu pertengkaranku dengan suamiku.

Dua bulan telah berlalu, aku mendapatkan kabar dari ibuku dikampung untuk tinggal bersamanya.Aku dan suamiku pun segera pindah kerumah ibuku. Disana aku telah disiapkan 1 petak tanah untuk kubuat rumah .namun untuk sementara kami tinggal bersama ibuku dulu.

Sembilan bulan lebih telah tiba.Pada tanggal 7 Februari 1996, kami dikaruniani buah hati berjenis kelamin perempuan. Berkulit putih, berbadan gemuk dengan berat 3,4 kilogram dan berambut hitam lebat. Kamipun sangat bahagia memilikinya. Tetapi apa daya kami tidak bisa tinggal selamanya dengan ibuku. Sering kali ia kambuh penyakitnya yang menderita kelainan jiwa. Kerana kami tidak mau anak kami jadi saksi pertengkaran antara suamiku dengan ibuku yang sangat membenci suamiku karena ibuku mempunyai kelainan pada jiwanya yang disebabkan pengalaman masa mudanya bersama suami-suaminya yang telah meninggalkannya .itulah menyebabkan ia membenci seorang pria . maka tak heran ibuku menganggap suamiku demikian. Kamipun terpaksa menjadi korban pelampiasan kemarahannya. Karena kami sudah tidak tahan lagi, kamipun terpaksa tinggal diwarung makanan yang teramat kecil milik kakakku yang dulu digunakan untuk berjualan Namun karena ia telah pergi bersama suaminya untuk menjauh dari ibu yang juga bernasib sama sepertyiku, menjadi pelampiasan amarah ibu.

Aku Bagai Lilin Kecil Yang Menyala By Nur Rokhmah Wigati

Aku dengan amat kesederhanaan mendidik buah hatiku diwarung kecil itu, dengan meneruskan degangan milik kakakku dulu.Berawal dari berjualan di warung kecil kami bisa membangun rumah ala sekedarnya, namun sudah bisa dikatakan layak dibandingkan tinggal diwarung kecil milik kakakku itu. Kami disitu juga kembali meneruskan berjualan .namun karena warungku ramai. Tiba-tiba ada orang lain yang melihatnya. Ia pun segera membangun warung persis didepan warungku. Karena mungkin warung miliknya lebih menarik aku tidak menyangka , aku kalah saing dengannya. Dengan seketika aku gulung tikar .waktu itu aku sedang mengandung hampir 9 bulan. Kerana takut tidak ada biaya persalinan sedangkan penghasilan suamiku tidak bisa diandalkan, apalagi anak pertamaku juga membutuhkan biaya hidup.Aku terpaksa bekerja menjadi pembantu rumah tangga. Karena aku tidak mau anak-anakku bernasib sama sepertiku.

Waktu itu majikanku baru pergi ke Jakarta, dan baju yang harus aku cuci dan baju yang harus aku cuci dan setrika sangat banyak selain itu aku juga harus membersihkan rumahnya. Lagi-lagi calon bayiku harus kuajak susah dan menderita namun, karena izin Allah aku kuat menjalaninya. Bekerja keras dengan hamil tua aku selesai bekerja hampir pukul 11.00 malam. Diperjalanan pulang , aku berjalan dengan terbata-bata bahkan sesekali aku terjatuh. Aku merasakan lelah yang luar biasa apalagi malam itu begitu gelap tidak ada seseorangpun yang lewat .maka tak ada orang yang bisa membantuku berjalan . akupun harus berusaha berjalan agar aku cepat sampai rumahku. Aku yak mau anak pertamaku menungguku terlalu lama .eh sobat, aku lupa memperkenalkan anak pertamaku, dia kuberi nama Mentari yang artinya adalah matahari. Aku berharap dia bisa seperti matahari yang bisa menyinari semua orang dan bisa memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup semua mahluk hidup dengan sinarnya yang terang. Kerana aku tak mau anakku berada dalam kegelapan atau dalam hidup yang susah. Bagiku dia sangat luar biasa, diusianya yang masih 4 tahun.Ia sudah mampu mengerjalan pekerjaan rumah tangga walaupun masih belum sempurna, tetapi sedikitnya mengurangi bebanku. Setiap hatrinya aku dan suamiku harus meninggalkannya, karena kami harus bekerja keras, namun sesekali kami mengajaknya bekerja apabila pekerjaan kami tidak terlalu berat.

Sesampai didepan pintu rumahku, aku segera mengetok-ngetok pintu 
“ Assalamualaikum”
“ Waalaikum callam mama” dengan wajah gembira anak pertamaku membuka pintu.”
Aku sungguh iba melihatnya, seorang anak kecil berusia 4 tahun harus aku tinggal dirumah sendirian.Kerena aku dan suamiku harus bekerja hingga larut malam.
“ Mama-mama kenapa kenapa pulangnya malam sekali ?” yanyanya kepadaku
”Iya ade, maafkan mama ya ..... Ade Ade udah makan belum ?’
“ udah ade udah makan “ jawabnya lugu.
“ ya udah kalo begitu bobo yuk.... “
“ mama mama ayah kuk belim pulang yah ?”
“ mungkin banyak pekerjaan , tapi sebentar lagi juga pulang, ade bobo aja yuk ...”
Air mataku menetes deras, melihat sekecil menderita.
“ Awwsakit sekali !” Tiba-tiba perutku meraskan kesakitan yang luar biasa .
“ Kenapa mama ?”
“ Ade tolong panggil bude sana , mama mau melahirkan adik kecil”.
“ Iya..., Iya tunggu sebentar ya mam.” Jawabnya
“ pukul -1.00 malam sikecil kusuruh memanggil kakakku untuk membantuku tetapi untung saja tiba-tiba suamiku pulang.
“ Ade mau kemana ?”
“ Ade mau panggil bude, mama sakit mau melahirkan.”
“ Tidak usah de, kita bawa saja ke bidanm aja yuk....”.

Dengan segera suamiku membawaku ke bidan terdekat di desaku.Pukul 04. 00 pagi , tanggal 2 April 2002 aku telah dikaruniani buah hati berjenis kelamin laki-laki, berkulit hitam, kecil dan berambut ikal. Suamikupun segera memperdengarkan alunan-alunan adzan kepada bayiku.Kamipun begitu bahagia memilikinya. Lalu kami beri nama Bintang, yang mempunyai bahaya kelap kelip yang begitu indah didalam .kegelapan malam dengan maksud agar dapat memberikan suasana yang indah walaupun didalam kehidupan yang gelap atau kesusahan. 

Satu tahun telah berlalu, kini anakku yang pertama aku sekolahkan di sekolah dasar yang cukup berkualitas, aku tak peduli seberapa besar biayanya, yang penting anakku dapat ilmu yang luas disekolah yang berkualitas, karena aku ingin selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anakku dan aku tak mau mereka bernasib sama sepertiku.

Awalnya aku terbebani dengan biaya sekolah anakku yang cukup mahal, sedangkan penghasilanku sebagai pembantu rumah tangga dan suamiku sebagai buruh tani yang sangat terbatas penghasilanku.Tetapi aku harus optimis bahwa aku harus bisa membahagiakan buah hatiku. Akan tetapi untung saja anakku selalu mendapatkan juar kelas dan ia pun sering mendapatkan uang dari hasil prestasinya termasuk mengikuti lomba-lomba sekolah .maka aku tidak terlalu terbebani dengan biaya sekolhnya. Dan aku sangat bangga memilikinya, membuat aku semakin semangat menjalani hidup ini.

Pada suatu hari anak pertamaku meminta sebuah sepeda jepadaku, karena ia telah menjadi juara kelas setiap tahunnya. Ia meminta sepeda sebagai hadiahnya .aku dan suamiku segera membelikannya namun sungguh malang nasibnya, kami hanya mampu membelikan sepeda bekas untuknya.
“ Ade sini, coba liat apa yang ayah bawa?” kata suamiku
“ Ayah bawa sepeda !! Hore.... Hore, makasih yah.” Jawabnya riang

Tak kuasa aku menahan air mata ini, melihat buah hatiku harus menerima sepeda bekas sebagai hadiah prestasinya dan aku tak menyangka ia dapat segembira itu menerimanya. Begitu gembiranya setiap hari sepeda itu selalu dibawa kemana-mana sampai sekolahpun ia bawa. Namun pada suatu ketika ia tak mau menggunkan sepedanya lagi.
“ mama aku mau berangkat sekolah !” katanya sambil cemberut
“ nggak bawa sepeda ?”
“ nggak lah !”
“ kenapa ?”
“ Mama ........ayah..... Aku malu pake sepeda itu lagi !”
“Kenapa!”
“ Teman-teman bilang sepeda milik tari jelek rongsokan !”

Lahi-lagi aku begitu sedih mendengarkan keluhan anakku.
Satu tahun telah berlalu anakku yang pertama harus melanjutkan sekolah kebangku SMP sedangkan anakku yang kedua harus sekolah dibangku SD. Namun kali ini aku tak bisa menyekolahkan anakku yang pertama ke sekolah unggulan.Aku hanya bisa menyekolahkannya di sekolah biasa-biasa saja.

Disaat kedua anakku harus bersekolah, aku dan suamiku mengalami kesusahan ekonomi.Penghasilan kami tidak sebanyak dulu, sedangkan semuanya kini mahal.Kami pun sering bertengkar, kadang anak pertamaku menjadi pelampiasan amarahku. Mulai sejak itu , aku tank menyangka putriku Mentari mengalami broken home. Prestasinya menurun dan tidak patuh lagi kepadaku, sering kali ia membangkang kepadaku dan suamiku .mungkin karena ia tertekan dengan sikap kami. Dan mungkin jalan yang terbaik adalah aku harus berpisah dengan suamiku. Namun ia tak mau menceraikan aku, lalu ia pun memilih untuk pergi bekerja ke suatu tempat untuk mencari sejumlah uang yang lebih banyak disamping itu mungkin ia juga ingin mencari ketenangan hidup.

Beberapa tahun telah berlalu , tak ada kabar darinya. Akupun semakin membencinya.Ia semakin tidak bertanggung jawab dengan keluarganya.dan mulai sejak itulah aku harus berjuang seorang diri untuk menafkahi kedua anakku. Namun setelah sekian lama ia meninggalkan aku tanpa pertanggung jawaban, tiba-tiba ia hadir kembali.
“ Assalamualaikum, Ningsih, Mentari, Bintang ayah pulang.”
“ Buat apa kamu pulang !!” jawabku lantang
“ Ningsih ? kamu tidak mau denganku lagi?”
“ Tidak !! dengan senang hati aku menolak !” Jawabku kesal
“ Tetapi bagaimana dengan Mentari dan Bintang, pasti mereka tidak mau pisah denganku 
Ningsih....” Jawabnya sedih
“ Salah ayah, Mentari bukan Mentari yang dulu lagi. Kami Mentari sangat membenci ayah.

Jadi kehadiran ayah tidak lagi kami harapkan lagi!”
Oh tuhan aku tidak menyangka, kebencianku dengan suamiku menjadi kebencian anakku juga. Aku sangat sedih telah memberi contoh hal yang tak patut untuk ditiru.
“ Mentari apa yang kamu bilang !” kataku
“ Kenapa mamamarah, bukankah mama sangat membenci ayah ?”
“ tapi caramu salah ! Karena kamu tuh masih kecil nggak usah ikut campur urusan mama sama
Ayah, yang harus kamu pikirkan Cuma sekolah, makan, main !” kataku kesal.
“ bagaimana aku dapat bersekolah dengan baik, sedangkan kalian seperti itu, kalau mau cerai, cerai ajalah. Gitu aja pusing !!” jawabnya lantang sambil pergi meninggalkanku.

Mendengar perkataan anakku itu, aku tak bisa berkata-kata lagi mungkin memang benar aku yang salah, yang selalu egois, merasa benar sendiri, sedangkan suamiku selalu aku salahkan. Padahal tanpa aku ketahui dahulu, ternyata ia telah bekerja keras diluar sana.
Semenjak kejadian itu, anakku yang pertama kabur dari rumah, aku begiti khawatir dengannya takut terjadi apa-apa dengannya.Akupun mencarinya kemana-mana. Sebelum ia meninggalkan rumah, ia meninggalkan surat yang bertuliskan :

“ Ibuku”

Kau bawa aku ke alam dunia
Kau teteskan sejuk kehidupan
Kau permata dalam hidupku
Tawamu adalah bahagiaku
Tangismu adalah lukaku’
Senyummu adalah harapanku
Sukamu membawaku ke angkasa

Ibu.....
Maafkan aku....
Kalau aku belum bisa menghitung jasamu......

Ibu..........
Mungkin aku harus pergi meninggalkanmu....
Bahkan mungkin aku harus pergi meninggalkan dunia ini...

Terimalah ,....... kau telah korbankan kebahagianmu untuk penderitaanku...
Yang berjuang seorang diri

Anakmu Mentari

Oh Tuhan kemana lagi aku dan suamiku harus mencari Mentari. Aku tak mau Mentari menderita karnaku

Pada suatu ketika, karena izin Tuhan aku dipertemukan kembali dengan Mentari aku melihatnya sedang duduk bersama teman-temannya disebuah tempat tongkrongannya anak anak nakal segera aku menghampirinya.

“Mentari maafkan ayah dan ibumu nak, kami tidak akan bertengkar lagi kami menyesal telah melakukan semua ini.” Kataku berbicara didepanku, namun ia hanya terdiam saja.
“ Mentari kamu pulang ya nak, maafkan ayah yang telah meninggalkanmu kata suamiku dengan wajah penug penyesalan.
“ Kak Tari pulang yah ade kesepian dirumah nggak ada lagi yang membantu ade mengerjakan PR lagi” kata Bintang lugu
Namun Mentari masih diam saja Akan tetapi tiba-tiba ia meneteskan air mata sambil memelukku erat.
“ Maafkan ibu nak, ayah, ibu, ade sangat sayang sama kakak. Kakak adalah anak kebanggan ibu, maukahkamu membahagiakan ibu sebelum meninggalkan dunia ini.”
Kataku sedih
“ Iya maafkan tari juga, telah lari dari masalah” Jawabnya sedih

Masalah pun telah selesai, seminggu itukami hidup rukun dan damai dengan segala kesederhanaan .namun suamiku sering sakit-sakitan, dia telah menderita struk, akupun harus berjuang seorang diri menghidupi keluargaku. Dengan berganti alih profesi dari pembantu rumah tangga menjadi penjual roti dan jajanan-jajan ringan yang kubuat sendiri, ternyata membuahkan hasil yang luar biasa.Atas izin Tuhan aku bisa mengantarkan anak-anakku menuju kesuksesan.Putriku Mentari kiniberhasil menjadi dosen disalah satu Universitas Indonesia, sedangkan Putraku Bintang telah berhasil menjadi dokter spesialis bedah di salah satu Rumah Sakit di Indonesia.Aku pun sungguh bahagia kini hidupku mangalami perubahan drastis, aku begitu mansyukuri nikmatnya. Hingga akhirnya aku termakan usia. Menghembuskan nafas terakhirku karena nyala apiku telah padam.

Inilah perjuangan hidupku, bakaikan Lilin kecil yang menyala. Dengan segala keamampuan yang terbatas aku berusaha mengantarkan , menerangi anak-anakku dari kegelapan atau penderitaan menuju keterangan atau kebahagiaan dan akhirnya aku berhasil mewujudkannya. Hingga akhirnya aku meleleh dan mati karena terlalu lama menyinari dengan nyala apinya, maknanya aku meninggalkan dunia karena sudah tua. Namun lelehanku mengeras meninggalkan bekas, seakan akan walaupun sudah meninggal namun jasanya tetap dikenang karena meninggalkan kesan. 

TAMAT

Tentang Penulis:Nama : Nur Rokhmah Wigati
Facebook: Nur Rokhmah Wigati

Cerita Terkait

Aku Bagai Lilin Kecil Yang Menyala By Nur Rokhmah Wigati
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE