Ads:
CINTA DI ATAS ISLAM (Prinsif Wanita Bercadar) Part I |
Penulis: Geucha
Anisa adalah seorang gadis bercadar yang agamanya sangatlah kuat, menyentuh yang bukan makhromnya saja dia tidak pernah apa lagi berpacaran. Anisa bersekolah diSMA Negeri di Cirebon dengan gaya khasnya ia berjalan menyusuri koridor sekolah, ini adalah pertama kali Anisa masuk SMA di Cirebon, sebelumnya ia bersekolah diluar kota cirebon karena ayahnya ada pekerjaan yang harus di urus di Cirebon ia dan sekeluargapun pindah ke Cirebon. Pagi ini Anisa hanya tertunduk dikursinya ia menatap disekelilingnya ia merasa aneh dengan penampilannya baju longgar, panjang, memakai cadar sedang teman – temannya sangatlah berbeda dengannya. Teman sebangkunya apa lagi, dia begitu cantik dengan rambutnya yang terurai namun, teman sebangkunya sangatlah memahami Anisa di situlah keberuntungannya .
“Nisa apa kamu mau ikut kekantin ?” tanya bela
“akh . . . tidak aku di sini saja, kamu saja. Mungkin kamu lapar. Aku tidak begitu lapar”
“hmm . . ya sudah aku tinggal dulu ya”
“iya”
Kini tinggallah dia sendiri, Anisa termasuk siswa yang teladan disetiap mata pelajaran ia sangatlah pandai. Anisa mengambil sebuah bungkusan dari tasnya dan ia pergi menuju musolah sekolah. Sebelum ia mengambil air wudhlu dia memastikan bahwa tak ada orang lain selain dirinya, ia membuka cadar dan jilbabnya karena ia yakin tak ada orang satupun disini selain dia. Tapi ... dugaannya salah Arman ketua Osis yang juga sangat rajin shalat duha tak sengaja dia melihat Anisa yang melepas jadarnya. Alangkah terkejutnya dia, Anisa seorang wanita yang bercadar dan membuat seluruh teman sekolahnya penasaran dengan wajahnya, kini Arman melihat dengan mata kepalanya sendiri.
“maha besar Allah, sungguh betapa cantik dia. Wajahnya yang terbasuh air wudhlu begitu menyinari wajahnya, sungguh ini adalah anugrahmu, aku dapat melihat ciptaanmu yang begitu indah” gumam Arman dalam hati yang tak kuasa melihat keindahan Anisa
Setalah Arman memastikan Anisa menggunakan cadarnya kembali ia mulai berdehem dan melangkah ketempat air wudhlu karena ia tau bagi Anisa melihatkan wajahnya itu adalah sebuah hal yang tak pernah ia inginkan jadi, Arman pura – pura tidak melihatnya. “ ehem “ .
Mendengar deheman itu Anisa langsung menuju kedalam mushola tak berani ia menatap Arman ia hanya menundukan kepalanya. Armanpun begitu betapa ia sangat menghormati Anisa. Ketika ia selesai shalat tak disangka ia melihat Armanpun shalat duha, hati Anisa bergetar dalam hati ia terkagum melihat sesosok laki – laki yang terkenal dikalangnan perempuan disekolah, ternyata begitu kental agamanya. Sambil melipat mukenah ia diam – diam memperhatikan Arman yang sedang berwirid, dalam cadarnya ia tersenyum, mungkin jika ada yang melihatnya begitu manis senyumnya ketika Anisa sedang menatap Arman ia tersadar ketika Arman sudah selesai, segara saja ia keluar dan mengenakan sepatunya dengan terburu - buru. Sayang dia tidak dapat mengenakan sepatunya dengan cepat Arman telanjur keluar, apalah daya Anisapun malanjutkan memakai sepatunya dengan tertunduk apa lagi ketika ia sadar bahwa Arman tak jauh darinya. Sedang Arman, ingin sekali dalam dirinya untuk mengobrol dengan Anisa dengan hati yang gugup ia mencoba mengeluarkan sepatah kata dari bibirnya .
“maaf, kalau boleh saya tau kamu kelas berapa” tanya arman lembut
Sejenak Anisa terdiam ia menengok sana – sini memastikan Arman berbicara dengan siapa ?
“ hei... aku bertanya kepadamu “ tegur Arman
“ooh, maaf ka aku kira kakak bicara bukan denganku. Aku anak X tiga ka, memangnya kenapa ?” Tanya Annisa memastikan
“tidak hanya bertanya, oh ya kalau boleh tau mengapa kamu mengenakan cadar ? aku baru tau ada anak sekolah memakai cadar ? maaf kalau pertanyaanku menyinggung? “
“akh tidak kok ka, aku memakai cadar sejak Sekolah Dasar ka”
“waah hebat sekali, aku kagum padamu” puji Arman sambil tersenyum, hati Anisa langsung bergetar ketika Arman berkata seperti itu, apa lagi senyumannya walaupun ia adalah seorang wanita muslimah namun dia juga seorang manusia biasa yang bisa jatuh cinta dan merasakannya.
Dirumah, Anisa hanya tersenyum – senyum sendiri serasa ia mendapatkan anugrah yang begitu indah dari Allah.
"yaa Allah dosakah hamba jika hamba begitu mengagumi dia ya Allah, hamba merasa hati ini lain apalagi ketika hamba melihat senyumannya, ya Allah semoga tatapan ini bukanlah sebuh zinah. Aku hanya mengaguminya”
Pagi ini cerah secerah hati Anisa, Anisa memasuki kelas dan duduk. Ketika ia sedang asik membaca buku tiba – tiba saja Bela datang dan mengagetkan dia.
“Nisa !” sahut Bela sambil menepuk bahu Anisa
“duuh Bela kamu tu ya, untung aku nggak punya penyakit jantung kalo nggak aku udah mati. Ada apa sih, Kayanya seneng banget ? “
“ iya ni lagi seneng. Nggak kaya kamu baca buku melulu”
“Yeeh ini kan menambah wawasan tau. . . terus apa ni kabar bahagianya? Bagi – bagi dong .. “
“iya iya percaya daah . . tau nggak kemarin aku pulang bareng ka Arman, ka Arman yang ketua Osis itu loh. Duuuh Seneng banget Nisa”
“oh, ya ? pasti seneng banget ?”
“pastinyalah . . . :) “
“kamu suka ka Arman ya . . .?”
“iya, suka banget, hehe “
Setelah mendengar cerita Bela hati Anisa serasa hancur dan sakit, sakit sekali namun dia berpikir tak mungkin dia menyukai cowok yang sama dengan yang disukai temannya yang ia pikir pasti Bela akan sakit. Kini Nisa mengalah mengikhlaskan seorang cowok yang ia anggap begitu hebat.
Ketika pelajaran sedang di mulai Nisa hanya melamun, otaknya kali ini tak berfungsi dengan benar ingin rasanya dia meluapkan emosinya berteriak dan menangis namun dia tak kuasa melakukannya. Pelajaranpun selesai semua siswa berebut keluar untuk mendapatkan giliran pertama dikantin.
“Nisa...”
“iyaa “
“anter Bela ke perpus yuk, Bela mau pinjem buku. Mau yaa mau dong”
“iya tapi nggak usah ngeliatin tampang manjanya, sebel tau . . .”
“kan jurus jitu buat ngajak kamu. Hehehe “
“huh dasar kamu ini . . . “
“habis kamu kan paling susah di ajak ke mana – mana, hehehe... “
“iya deh, sekarang mau”
“oke. Yuk kita pergi “
Di jalan mereka berjanda tawa dengan lepas, bagaimana Nisa bisa menyimpan rasa sukanya pada Arman sedang Bela teman dekatnya begitu menyukai Arman dari pada pertemanan mereka hancur gara – gara seorang cowok Anisa lebih memilih hatinya yang sakit karena cowok dari pada sakit karena kehilangan seorang sahabat. Lagi pula dalam islamkan tidak ada istilah pacaran, itulah yang Anisa pikirkan.
Ketika mereka bercanda – canda di jalan menuju perpus sekolah mereka bertemu Arman di jalan. Anisa bingung sikap seperti apa yang harus ia tunjukan, hatinya bingung, resah, semua tercampur menjadi satu dalam pikirannya. Semakin hancur ketika Bela menggandeng tangan Arman dan mengobrol begitu akrab dan mesra. Arman yang sesungguhnya hatinya sangat menyukai Anisa hanya tersenyum menutupi kebingungan sikap apa yang harus ia tunjukan di depan wanita ynag ia sagat kagumi itu sedang tangannya terangkul oleh wanita lain. Seketika Anisa hanya tertegun tanpa kata, tanpa gerak, hanya terdiam menahan sayatan yang entah mangapa ia rasakan. Tak tahan melihatnya, rasanya ingin menghilang dalam pedihnya luka.
“ump.. Bela , kan sudah ada ka Arman sama ka Arman aja ya ke perpusnya”
“loh kok gitu ? Kan Bela ngajak Nisa. Bela, jadi nggak enak” ujarnya sambil melepaskan gandengannya pada Arman
“nggak apa kok, aku mau kekamar mandi dulu nanti aku nyusul deh”
“bener ya, awas loh Bela tunggu”
Karena Anisa tidak bisa menahan rasa ingin menangisnya ia pun segera saja pergi kekamar mandi dan menangis. Hancur, terluka, muak, semua menjadi satu. Ketika perasaannya sedikit tenang ia mencuci mukanya dan menyusul Bela ke perpus. Tapi... pilihan Anisa tidak tepat untuk menyusul Bela dan Arman, kini pandangannya lebih menyakitkan hatinya kini ia lihat dan ia dengar. Bela menyatakan cintanya pada Arman dengan mata berkaca – kaca ia segera pergi dari tempat ia berdiri, inilah keuntungan dia memakai cadar, tak terlihat jika dia habis menangis. Dikelas ....
“Nisa kok nggak nyusul? Padahal Bela tunggu sampe bel bunyi. Karna Nisa nggak dateng juga jadi Bela putusin kekelas, eh kamunya ada disini “
“maaf ya Bel aku lupa”
“akh Nisa masi muda kok pikun”
“iya ni lagi banyak pikiran, tapi tadi ka Arman nemenin kamu kan? “
“iya sampe nganterin kekelas juga” jawab Bela dengan senyumnya yang manis, tapi tiba – tiba wajah Bela tertunduk seperti kecewa
. . . BERSAMBUNG . . .
Yuk liat kelanjutannya di Cinta Diatas Islam (Prinsif Wanita Bercadar) part II
Semoga dalam ceritanya memberikan pelajaran yang baik untuk kita dan tulisan ini kami persembahkan untuk sahabat dejavu, selengkapnya baca kumpulan cerita pendek.
CINTA DI ATAS ISLAM (Prinsif Wanita Bercadar) Part I
4
/
5
Oleh
Admin