Bagiku kakakku Sang Bidadariku

Ads:
Penulis: Khaelani

Pagi itu cuaca cerah mewarnai detik-detik ikatan suci dua insan manusia, sang Kholik akan menyatukan setiap perbedaan keduanya dengan Ijab dan Qobul. Semua orang yang hadir turut merasakan kebahagiaan kala itu, di masjid Al-Hidayah telah siap untuk dijadikan saksi bisu pernikahan Agung dengan Wiwi.

Namun di kamar pengantin ketika hendak menunggu, Wiwi begitu cantiknya bagaikan bidadari memakai gaun pengantin yang telah lama ia idam-idamkan. Perasaannya pun sangat bahagia lebih dari kebahagiaan yang pernah ia rasakan selama hidupnya. “Ka Salmah.... aku  sangat bahagia hari ini” kata Wiwi pada kakanya dikala kakanya menemani di kamar pengantin, “Ka, aku ingin bercerita yang lama sebenarnya ingin aku sampaikan pada kaka” Lanjut Wiwi, “Apa itu de?” Tanya Salmah. “Sebentar lagi aku akan menikah dan akan sah menjadi istri dari suamiku, sungguh aku tak percaya rasanya” Kata wiwi, “Lalu apa yang akan kamu ceritakan sama kaka?” Tanya Salmah.

“Waktu kaka sebelum nikah dengan abang Hamid, masih ingat gak ka, aku bertanya soal lelaki sama kaka?” Ujar Wiwi, “Iya...” Jawab salmah, “Ketika itu aku sedang chatting di Bbm dengan lelaki teman dekatku, dia sudah sangat dekat denganku, setiap waktu aku selalu mengobrol meski lewat Hp dan sesekali kita bertemu dan jalan bareng. Dan kaka pun tahu kan? waktu aku tanyakan pada kaka soal lelaki?” Tanya Wiwi, “Apa itu?” Kata Salma sambil lupa-lupa ingat kejadian kala itu. “Pertanyaan soal lelaki sama kaka yaitu:
“Pernah gak kaka dekat sama lelaki?, dan kaka jawab, “pernah”, sama siapa ka” kataku, “inih sama al-Quran” kata ka Salmah sambil menunjukan al-Quran yang memang sedang kaka pegang dan di baca. Aku kaget dan menganggap ka Salmah bercanda: Jelas Wiwi panjang lebar.

“Aku fikir ih ngapain ka Salmah bercinta dengan al-Quran?, jadi kesal aku mendengar jawaban kaka, orang nanya serius malah kaka jawab dengan candaan. Aku langsung keluar kamar dan melanjutkan chatting dengan lelaki saja di ruang tamu”. Cerita Wiwi
“Namun, jawaban ka Salmah membuat aku terus berfikir apa maksudnya ka, meskipun anggapku canda tapi penasaran hingga larut malam aku masih memikirkannya. Pada waktu itu aku ingin bertanya kepada kaka, dan pergi ke kamar ka Salma, ternyata kaka sedang shalat, waktu itu sekitar jam 3 dini hari. Aku coba tebak, ka Salmah shalat bukan sedang melakukan shalat Isya, sebab aku tahu ka Salmah tidak pernah melewatkan waktu shalat”
“Aku tak berani menhampiri kaka yang sedang shalat, namun tiba-tiba, aku melihat poster tulisan besar yang terpampang di dinding kamar kaka, yang bertuliskan Innallaha Ma’ana (Sesungguhnya Allah bersama Kita), kala membaca tulisan itu, aku rasa sebuah teguran untukku. Lalu aku balik ke kamarku dan tak tahu kenapa tiba-tiba hatiku bergetar dan ingin rasanya menagis, tanpa berfikir lagi aku melakukan apa yang sedang ka Salmah lakukan pada malam itu. Aku shalat dan berobat pada malam itu juga, memohon ampun pada Allah atas apa yang selama itu aku perbuat”
“Dan malam itu juga aku menghapus semua kontak lelaki di hp ku, dan aku bilang sama lelaki yang dekat sama aku selama ini, aku bilang “Mulai saat ini kamu jangan menghubungiku lagi, karena setiap apa yang kita lakukan, sesungguhnya Allah terus mengawasi kita meski kita sering berduaan tanpa satu orang pun tahu, namun bagi Allah maha mengetahui segalanya”.
“Esok harinya lelaki itu menghubingiku dengan keadaan sepertinya tak percaya apa yang sudah aku katakan padanya, ia kecewa dan marah hati sama aku” Namun aku tek pernah menyesal dengan apa yang ku perbuat. Karena setiap malam aku terus istiqomah shalat, dan selalu berusaha mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Dan setiap aku kesepian karena meninggalkan kebiasaan ku selama ini yaitu chatting di ganti dengan membaca al-Quran”
“Dan aku percaya al-Quran lah yang akan menenangka kita dan akan senantiasa selalu bersama kita”
“Terimakasih ka Salma....” Kata Wiwi sambil memeluk erat kakanya. “Iya de sama-sama” Balas Salmah sambil tersenyum bahagia melihat adiknya sekarang.
“Oya ka satu cerita lagi...” Kata Wiwi, “Apa itu?” Tanya Salmah.
“Waktu itu awal pertemuan Ka Salmah dengan abang Hamid, ketika kita sudah berbelanja buku di salah satu tiko buku di kota. Terik matahari menyengat panas sampai gak sadar ternyata kita belanja buku banyak hingga menyisakan uang ongkos pas-pasan untuk pulang saja. Namun di tengah jalan kita melihat nenek tua meminta-minta, dan kesalnya malah ka Salmah meberikan uang ongkos kita pulang pada nenek itu, aku tak habis fikir terus bagaimana kita pulang. Dan kala aku mengeluh ka Salma selalu tersenyum dan berkata padaku “Sabar... semua rezeki itu datangnya dari Allah, yang penting kita Tawakkal”.
“Aku hanya terdiam tanpa kata mendengar perkataan kaka pada ku. Kemudian kita pulang jalan kaki menuju rumah, jika diperkirakan kita akan sampai 1 jam kemudian. Namun tanpa disangka tiba-tiba di jalan kita dihampiri lelaki membawa mobil mewah menawarkan kita tumpangan untuk mengantarkan kita pulang kerumah. Aku ingat waktu itu kaka cuek pada lelaki itu, sepertinya takut pada lelaki itu. Tetapi lelaki itu dengan ikhlasnya mendesak dan memberikan pengerian agar bisa mengantarkan kita. Dan setelah itu, tiba-tiba dia meminta no telepon ibu di rumah, aku dan kaka pun kaget sampe segitunya ia merayu kita, lama-lama kita pun berfikir bahwa lelaki itu ikhlas memberikan pertolongan pada kita. Akhirnya kita kasih no telepon ibu pada lelaki itu. Lalu ia menelepon no ibu lewat hp nya, sepertinya ia meminta ijin pada ibu untuk mengantarkan kita berdua pulang kerumah. Dalam fikir aku, ichh... ini lelaki ada-ada saja tingkah lakunya, baru aku melihat ada lelaki seperti itu.
“Kemudian hp lelaki itu yang masih tersambung dengan no ibu di berikan kepada ka Salmah, dan mengobrol dengan ibu bahwa ka Salmah dan aku harus pulang segera di ijinkan di antar oleh lelaki itu. Dan rupanya lelaki itu adalah jodoh ka Salmah yaitu abang Hamid...” Sebulan kemudian ka Salmah menikah dengan abang Hamid, karena setelah kejadian itu raut wajah ka Salmah menandakan ada cinta untuk abang Hamid dan sebaliknya pun begitu”.
“Sekarang giliran aku ka, aku lah yang akan merasakan pernikahan seperti rasanya ka Salmah akan menikah dengan abang Hamid. Dan dari cerita-ceritaku ini memberikan hikmah yaitu aku berterima kasih pada ka Salmah, karena sangat membantu aku untuk berubah walaupun bukan dengan kata-kata yang ka Salmah ucapkan padaku, tapi karena semua yang kaka tunjukan padaku itu lah yang membuat aku berubah.... Terimakasih ka Salmah”
Mereka saling meneteskan air mata kebahagiaan bahwa sesungguhnya perempuan adalah sekolah (madrasah) kepada anak-anaknya yang akan dilahirkannya kelak. Hakikatnya, mendidik perempuan muslimah untuk melahirkan madrasah-madrasah baru untuk anak-anak. Jika baik madrasahnya maka baik pula anak-anak yang dihasilkan oleh madrasah itu.
THE AND

Demikian cerita pendek Bagiku kakakku Sang Bidadariku. Semoga dalam ceritanya memberikan pelajaran yang baik untuk kita dan tulisan ini kami persembahkan untuk sahabat dejavu, selengkapnya baca kumpulan cerita pendek.

Cerita Terkait

Bagiku kakakku Sang Bidadariku
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan cerita di atas? Silakan berlangganan gratis via email

FANSPAGE